Devin pulang dan keadaan rumah masih sangat sepi. Ruangan masih gelap, seperti tidak ada orang didalamnya. Tidak ada apa-apa untuk disiapkan. Entah itu makan malam, atau perhatian yang Grace berikan padanya. Devin berjalan dengan segera menuju kamar untuk melihat apakah Grace ada disana. Namun nihil, wanita itu tidak ada disana.
Disaat Devin baru menyentuh ponsel untuk menghubunginya, dari balik jendela ia melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah. Devin mengeraskan rahang ketika melihat Grace datang bersama Chris. Dokter yang pernah melamarnya. Pria yang juga pernah memiliki perasaan kepada Grace, sama sepertinya.
Devin melihat mereka berpelukan sebelum Grace masuk kedalam rumah. Apa Grace ingin membalasnya dengan cara seperti ini? Sekekanakan itukah Grace? Ia mendekati Rachel hanya karena anak yang mantan istrinya itu kandung. Sedangkan dia? Hanya untuk kepentingannya sendiri? Untuk balas dendam?
Dengan perasaan kalutnya Devin segera turun dari lantai dua menuju ruamg tamu. Tempat dimana Grace duduk menyandarkan kepalanya sekarang.
"Dari mana?" Sentak Devin yang tak Grace hiraukan. Wanita itu tetap menutup mata seolah Devin tak berada di sekitarnya.
"Jangan kekanakan Grace! Jawab aku kamu dari mana?"
"Emang kamu peduli? Kenapa nggak nginep di rumah sakit aja? Perlu aku packing semua baju kamu? Atau kamu mau pindah dan tunggal berdua bersama Rachel? Iya?"
Devin membanting guci berisikan bunga mawar yang tadinya di pajang disana, hingga menjadi kepingan. Ia menarik Grace untuk berdiri, lalu mencengkram pergelangan tangannya.
"Ngapain kamu sama Chris?"
"Bukan urusan kamu. Aku juga punya urusan penting dengannya, bukan cuman kamu yang punya urusan penting dengan wanita lain...!!!" Teriak Grace frustasi.
"Jadi kamu mau balas dendam? Iya?!" Teriak Devin tak mau kalah.
"Kalau kamu bisa peluk-pelukkan diatas kasur sama dia, kenapa aku nggak?" Devin menampar Grace setelah perkataan itu keluar. Ia benar-benar dibuat kesal dengan tingkahnya yang terlalu kekanakan. Selain itu Devin emosi karena rasa cemburu yang membakar dirinya. Kenapa Grace menjadi seperti ini?
"Kamu nampar aku?"
"Kamu pantas mendapatkannya. Kamu tahu apa masalahku dengannya. Jika dia tidak mengandung anakku, aku tidak akan peduli Grace!"
"O ya? Kamu pikir aku percaya? Kalau dia sembuh, kamu juga bakal terus nemenin dia dan besarin anak kalian bersama?" Tanya Grace dan Devin hanya diam. Grace pun tersenyum smirk ketika Devin tak mampu berkutik dengan pertanyaanya.
"Kenapa? Nggak bisa jawab? Sana pergi aja temenin dia, nggak usah peduliin pernikahan kita!"
"Fine! Itu mau kamu? Aku pergi." Devin langsung keluar rumah dengan wajah dingin. Bahkan meski setelah itu suara tangis Grace terdengar begitu pilu, ia tidak peduli. Devin terlalu emosi dengan apa yang ia lihat. Apalagi adegan pelukannya dengan Chis beberapa menit lalu. Devin tahu ia dan Rachel juga melakukannya, tapi keadaan mereka berbeda!
Sedangkan Grace langsung menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Ia naik ke atas ranjang, lalu meringkuk sambil mendekap perutnya sendiri. Siang tadi karena merasa lemas, Grace memutuskan menemui Chris untuk periksa apakah ada yang salah dengan tubuhnya.
Dan ternyata Chris berkata bahwa dia hamil. Baru memasuki minggu kedua, dan belum terlihat gejalanya memang. Hanya itu yang dia lakukan bersama Chris. Tidak ada hal lain.
Dan lihatlah, suaminya sendiri tidak peduli dengan keadaanya. Bahkan pria itu menamparnya. Devin tidak merasa bersalah telah bermesraan dengan Rachel. Devin menganggap itu hal yang wajar. Sedangkan saat melihatnya berpelukan biasa saja dengan Chris, Devin merasa tidak menerima itu.
Apa ini yang Devin bilang pernikahan? Apa Devin tidak tahu bahwa apa yang ia rasakan, sama seperti yang Grace rasakan?
"Aku menyesal menikah denganmu! Aku menyesal!" Isaknya sambil mendekap perutnya sendiri. Ia memeluk gulingnya sambil memejamkan mata. Berharap alam bawah sadar cepat membawanya ke alam mimpi. Grace lelah menghadapi kehidupan pernikahannya saat ini. Ia ingin berhenti sejenak mengingat hal-hal menyakitkan yang sedang terjadi saat ini.
****
Devin duduk di sofa yang ada di rungan Rachel sembari menatapnya yang sedang terlelap dengan senyuman. Rachel masih sama manisnya seperti dulu ketika mereka masih bersama. Ia pun mengusap puncak kepala Rachel, lalu memberinya kecupan singkat sebelum beralih ke sofa yang ada dipojok ruangan untuk merebahkan diri.
Devin meraih ponselnya dari saku, lalu mengotak-atik benda pipih tersebut. Namun matanya tiba-tiba terfokus pada gantungan ponsel bentuk babi yang ia nobatkan mirip Grace, disaat mereka honeymoon dua minggu lalu. Devin tertawa kecil ketika mengingat momen itu.
Devin jadi merasa bersalah jika mengingat apa yang ia lakukan kepada Grace hari ini. Wanita itu pasti sedang menangis karena tamparannya. Tapi Devin melakukan itu karena ingin membuat Grace sadar bahwa dirinya terlalu kekanakan. Apa sulit untuk Grace mengerti bahwa Devin melakukan ini demi anak yang Rachel kandung?
Devin pun membuka galeri ponselnya dan melihat-lihat foto absurdnya bersama Grace selama honeymoon. Devin tahu pernikahan mereka memang sedang dalam fase yang berat. Grace pasti sulit menerima hal itu. Harusnya Devin mengerti. Tapi entah kenapa ia tidak bisa mengontrol emosinya akhir-akhir ini.
Tapi seharusnya Grace juga mengerti kan? Ah entahlah.
"Apa aku pulang aja ya?" Desis Devin menimbang-nimbang. Tapi jika ia pulang pertengkaran pasti terjadi lagi. Sebaiknya besok pagi saja ia pulang. Apalagi diluar sedang hujan deras. Mungkin memang lebih baik ia tinggal semalam di ruangan Rachel.
"Goodnight Grace, semoga kamu ngerti posisi aku. Sabar sayang, aku yakin kita bisa lewatin ini semua." Devin mencium boneka babi dengan sangat gemas, lalu memejamkan matanya.
Rachel membuka matanya setelah ia merasa ruangannya sepi. Ia menatap lurus ke arah Devin yang sedang tiduran di sofa, lalu meneteskan airmatanya.
Terkadang ia merasa bersalah, telah merepotkan Devin dan istri barunya. Tapi disisi lain.... terkadang Rachel juga berharap Devin disisinya lagi. Entah kenapa ia merasa mendapat kekuatan lebih saat Devin menemaninya.
Hatinya terasa sakit saat Devin berkata seperti tadi. Seolah Devin bersamanya hanya terpaksa. Apa benar, cinta Devin ke Grace memang sebesar itu?
Kalau begitu bolehkah jika Rachel meminjam Devin sebentar untuk bersandar, sebelum ia pergi untuk selamanya? Egoiskah dia? Rachel hanya ingin menghabiskan waktunya bersama Devin sebelum ia pergi untuk selamanya. Rachel tidak bermaksud untuk merebutnya. Rachel hanya meminjam sandarannya.
Mendengar suara isakan, Devin yang belum begitu lelap tertidur langsung menghampiri Rachel dengan segera. Ia cemas jika Rachel merasakan sakit lagi seperti tempo hari.
"Kamu kenapa?" Tanya Devin perhatian. Rachel hanya menggeleng lemah. Devin seketika memeluknya erat seraya merebah disampingnya.
Tangisan Rachel menjadi pecah saat itu juga. Ia sangat nyaman dengan pelukan itu, tapi ia juga sadar jika pelukan itu bukan lagi miliknya.
"Jangan nangis lagi. Kamu ngerasain sakit?" Tanya Devin lagi dan Rachel hanya menggeleng.
Rachel kini megusap wajah Devin, lalu menatapnya dengan airmata bercucuran. Ia tiba-tiba memagut bibir Devin dengan lembut hingga membuat pria itu terkejut dengan apa yang Rachel lakukan.
"Maaf Grace, aku akan mengembalikan Devin padamu setelah aku tiada. Aku meminjamnya, sebentar saja. Maaf aku egois." Batin Rachel.
*****
Banyak bgt yang nanyain cerita ini...
Aku lanjut deh ya wkwkwkwk 🤭🤭🤭
Tapi mungkin agak slow update yaa, soalnya lagi minim ide
![](https://img.wattpad.com/cover/274932748-288-k428853.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Marriage
RomanceDevin adalah duda tampan yang mengidap impoten karena trauma diceraikan mantan istrinya disaat pernikahannya baru berumur 1 bulan. Apa yang salah? Apa ia kurang memuaskan? Namun penyakit impotennya itu tiba-tiba musnah ketika sosok Grace datang di h...