Hai...
Udah lama nih aku nggak bikin cerita baru. Iseng aja bikin cerita ini. Semoga banyak yang suka yaa... Kalau banyak yang suka nanti aku lanjutin hihi ^^
Enjoy!
Di sudut malam kelabu, sembilu datang melaungkan berjuta rasa sakit. Dersik nyeri merambat masuk menembus jiwa. Tepat di bawah bulan purnama yang bersinar, pada semesta yang telah lelap, kesunyian pecah dengan suara dua manusia yang saling beradu getir.
"Kamu itu anak Mama!" tekan Ella dengan mata berkaca-kaca.
Abby berdiri terpaku menatap pupil mata sang ibu yang membendung embun dalam kelopaknya. Sejatinya Abby lemah melihat air mata keluar dari mata indah ibunya itu. Wajah Abby memerah padam dengan air mata yang menganak sungai di pipi.
"Anak Mama?" beo Abby dengan nada rintih.
Hening untuk beberapa saat.
Abby menggeleng kecewa, "Abby bukan anak Mama."
"Bukan anak Mama? Hah?! Trus kamu pikir kamu lahir dari mana? Kamu itu lahir dari rahim Mama!!" teriak Ella dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi.
"Trus kalau Abby anak Mama, kenapa Abby nggak pernah ngerasain kasih sayang Mama? You were never here. You left! I was seven. You left me when I needed you most! Abby udah kehilangan Mama sejak umur tujuh tahun! Sekarang Abby udah tujuh belas, Ma. Sepuluh tahun Mama ninggalin Abby. Abby selama ini tinggal sama Papa. Harusnya Mama ada di samping Abby, tapi Mama ke mana aja?"
Bagi Abby, sakit sekali rasanya mengucapkan kalimat-kalimat itu. Meski ia tidak ingin, ego dalam dirinya memaksa untuk tidak bungkam. Abby sudah cukup dewasa untuk mengerti. Dia telah ditinggalkan sepuluh tahun oleh perempuan yang ia kira akan selalu ada bersamanya hingga maut memisahkan.
Abby menatap pupil mata Ella lekat, "Apa Mama tau? Di saat Mama pergi dari hidup Abby, ada perempuan lain yang mau menjadi sosok ibu untuk Abby. Ada perempuan lain yang mau memberikan pangkuannya agar Abby bisa tidur. Ada seorang malaikat baik yang mau nidurin Abby dengan berdongeng setiap malam. Dia Bunda Naya. Bunda sambung Abby."
Hati Ella tertusuk. Jantungnya seolah menggolosor hingga ke ujung kaki. Ella bergetar mendengar penuturan anaknya yang terasa begitu menyakitkan.
Ella tergantikan.
"Abby, kamu itu anak Mama! Bukan anak Naya!" teriak Ella getir. "KAMU ITU ANAK MAMA!!" Tangisan Ella semakin deras.
"Tapi Bunda Naya yang selalu ada buat Abby, bukan Mama!" Air mata hadir membasahi pipi Abby hingga kedua mata anak itu memerah bengkak.
"Mama ada di mana selama ini, hah? Mama menghilang di saat Abby sedang senang-senangnya berada bersama Mama! Saat Abby masih ingin bermain bersama Mama! Saat Abby masih butuh pangkuan Mama untuk tidur! Abby kecil itu butuh Mama! Tapi Mama di mana?" Hujan air mata membanjiri pipi cowok itu.
"Abby..." Bibir Ella bergetar. "Abby, nggak gitu..." Ella menyentuh tangan putranya. "Mama punya alasan kenapa Mama pergi. Dulu kamu masih kecil, Abby... Kamu belum mengerti apa pun."
"Apa yang Abby nggak ngerti? Jelasin! Abby udah besar sekarang. Besar tanpa ibu kandungnya sendiri!" ketus Abby.
Hati Ella mencelos. "Abby... Nggak gitu... Mama sayang sama Abby," lirihnya.
Abby melepas tangannya dari sentuhan Ella. "I'm sorry. I've found someone better than you."
Abby pergi meninggalkannya seorang diri.
"Abby!" teriak Ella pilu. "Abby nggak gitu, Nak! Abby dengerin Mama dulu! ABBY!!"
Malam itu, sebait nyeri melarungkan puing kepedihan dalam jiwa. Deburan rasa sedih menggila. Deretan kabut datang menyelimuti bumi yang tengah gundah merangkul dua manusianya dengan lara tak bertepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika
Teen FictionSunyi berkelindan di kaki malam. Pikiran mengudara bersama dengan luka yang terdaras di ujung hati. Pikiran berkecamuk, bingung memilih satu di antara dua. Dia kembali lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Membawa luka baru pada dunia seorang anak la...