Selamat membacaa ❤
"GENDIS YANG LO BILANG MASIH HIDUP ITU NGGAK NYATA!!!" tegas Gia.
Abby berdiri dan memandang Gia agak sinis. "Gitu menurut lo?"
Hening sejenak.
"Jadi intinya lo bilang gue hidup di dunia fantasi dan halusinasi?" tanya Abby.
"IYA! Gendis nggak pernah kembali hidup, Abby. Lo harus terima kenyataan itu!" tegas Gia.
"GENDIS MASIH HIDUP!" gertak Abby. "Gue nggak berkhayal, gue nggak halusinasi, dan gue gila! Banyak orang yang udah liat kalau Gendis kembali. Lo aja yang nggak tau! Karena lo nggak pernah peduli sama Gendis! Lo iri sama dia! Dia bisa hidup sama Ayahnya dan lo nggak! Gue tau lo nggak tinggal lama bokap lo. Gue tau lo nyuri-nyuri waktu biar bisa hidup sama bokap lo! Gue jadi curiga..." Abby maju. "Apa selama ini, lo yang ngumpetin Gendis? Lo ingin ngerasain hidup sama bokap lo, makanya lo singkirin Gendis. Iya?!!"
"Lo keterlaluan, Abby." Wajah Gia memerah.
Abby terkekeh miring. "Gue ngerti semua ini sekarang. Gue paham kenapa gue nggak pernah ngeliat kalian di waktu yang sama. Kalian ingin saling menggantikan satu sama lain, kan? Berusaha bikin alibi bahwa Gendis udah meninggal padahal enggak!"
Abby mengepal tangannya. "Dan saat Gendis kembali, lo milih buat pergi. Itu karena lo benci ngeliat dia disayang banyak orang, kan? Terutama ... lo iri ngeliat Gendis bisa kembali sama gue. Iya, kan?"
Abby menggelengkan kepala. "Gue nggak nyangka lo sesampah ini. Lo itu jahat, Gi!"
Air mata Gia tertahan di kelopak. "Lo ngomong dengan begitu gampangnya. Do you even know me? Lo bilang gue jahat, gue sampah, apa lo tau apa aja yang udah gue lakuin?"
Gia memajukan langkahnya. "Gue yang balas semua dendam Gendis ke orang-orang yang pernah nge-bully dia, gue yang ngerubah semua persepsi orang tentang Gendis supaya dia nggak direndahin sama banyak orang. Gue ngelakuin segalanya buat bela dia! Dan lo bilang gue sampah?!!"
"Lo bahkan nggak tau seberapa berjuangnya gue buat sampai di titik ini! Gue udah ngelewatin banyak hal. Gue kehilangan Bunda, gue kehilangan teman-teman, gue tumbuh besar di lingkungan yang selalu memaksa gue untuk dewasa. Hidup gue dari kecil udah keras! Lo nggak tau, kan, rasanya? Gue kehilangan segalanya, Abby! Gue nggak pernah bahagia!" tekan Gia.
"Lo nggak akan pernah tau seberapa gue selalu berusaha untuk tetep hidup meskipun setiap hari gue ngerasa kesepian! Nggak ada yang mau deket sama gue karena mereka pikir gue aneh! Gue cape, By!! Gue cape! Setiap hari gue selalu berusaha buat sampai di titik ini, tapi pada akhirnya sama aja! Ujungnya gue kembali ke titik ini lagi." Tangisan Gia meluncur bak air di perosotan licin kolam renang.
Gia terisak, tak tahu harus berbicara apa lagi. Rasanya sulit untuk mengungkapkan isi kepalanya pada sosok orang yang baru saja menyebutnya dengan sebutan 'sampah'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika
Teen FictionSunyi berkelindan di kaki malam. Pikiran mengudara bersama dengan luka yang terdaras di ujung hati. Pikiran berkecamuk, bingung memilih satu di antara dua. Dia kembali lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Membawa luka baru pada dunia seorang anak la...