Selamat membaca ❤
"Waah, makasih, Sayang..." Ella membuka martabaknya. "Waahh masih anget, Mama jadi laper." Ella terkekeh.
Perempuan itu mengambil satu martabak dan memakannya. "Tadi jadi explore street food?"
Abby mengangguk dan tiduran di sofa. "Iya, Ma..." Anak itu menonton televisi.
"Gimana? Banyak pilihan makanan?" Ella terkekeh.
"Iya. Sampe bingung," kata Abby.
Ella tertawa kecil dan memakan martabaknya lagi. "Nih! Kamu nggak mau? Ambil aja..." Perempuan itu menawarkan martabak kepada Abby.
Abby menggeleng. "Kenyang. Udah makan ramen tadi."
Ella manggut-manggut.
Di sela menonton film pada televisi itu, Abby memikirkan sesuatu. Dia langsung melihat Ella, "Oh iya, Ma!"
"Hm? Apa?" tanya Ella.
"Rumah sebelah itu rumah siapa?" tanya Abby. "Abby baru tau Mama punya tetangga."
"Oohh itu... Itu rumahnya Pak Rahman. Dia tinggal berdua di rumah itu," jawab Ella.
"Sama istrinya?" tanya Abby.
Ella menggeleng, "Engga... Sama anaknya."
Abby manggut-manggut paham. "Ooohh..."
"Tapi Mama nggak terlalu tau anaknya Pak Rahman. Nggak pernah ketemu, soalnya anak Pak Rahman tertutup gitu. Jarang keluar kamar. Pemalu mungkin?"
"Cewek, Ma?" tanya Abby.
"Iya cewek..."
"Trus, istrinya Pak Rahman di mana? Kok tinggal berdua aja?" tanya Abby.
"Kata Pak Rahman, istrinya udah meninggal lama... Karena sakit," ucap Ella. "Nah Pak Rahman itu sayang banget sama anak perempuannya. Soalnya anak perempuan satu-satunya."
"Pak Rahman itu orangnya gimana, Ma? Baik?" tanya Abby.
"Baik kok, By... Mending kapan-kapan kamu kenalan deh sama Pak Rahman. Bilang aja anak Mama..."
"Oke deh, Ma. Kapan-kapan Abby ke sana. Awalnya Abby kira Mama tinggal sendirian di hutan-hutan begini." Abby duduk dan meminta martabak ibunya.
"Haha, engga... Mama nggak sendiri. Buktinya punya tetangga juga," ucap Ella.
"Mama ngapain bikin rumah di hutan, Ma? Are you not afraid?"
"Afraid? Of what?" Ella tertawa kecil.
Abby mengangkat bahu, "Mmm.. Maybe... Ghost?"
Ella tertawa. "Kamu sebesar ini masih takut sama hantu, Abby?"
"Ya nggak gitu... Tapi, kan..." Abby menggantungkan kalimatnya.
"Nggak ada yang menyeramkan, Abby Sayang... Di sini itu damai. Tenang... Jauh dari ramai dan menyatu dengan alam," kata Ella. "Kamu takut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika
Teen FictionSunyi berkelindan di kaki malam. Pikiran mengudara bersama dengan luka yang terdaras di ujung hati. Pikiran berkecamuk, bingung memilih satu di antara dua. Dia kembali lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Membawa luka baru pada dunia seorang anak la...