Selanat membaca ❤
"Abby teh sekarang sibuk sama Gendis. Dari tadi nempel mulu." Rendy menyandang tas sekolahnya sembari berjalan menuju parkiran.
"Tuh liat tuh! Sekarang pulang udah nggak bareng kita lagi. Bahkan bilang mau pulang aja kaga. Tadi kelas selesai langsung ke kelas Gendis," tambah Fiqi. "Duh, nasib jomblo." Ia geleng-geleng.
"Tenang, masih ada gue." Rendy nyengir.
Fiqi menempeleng kepala temannya. "Dih, belajar dari mana lo nge-gay?"
"Aduh! Sakit... Yang nge-gay teh saha?" tanya anak asal Bandung itu.
"Ya lo! Masih ada gue, masih ada gue."
"Maksud gue, gue tuh di sini masih ada sebagai temen lo. Biar lo nggak sendirian karena lo jomblo!" jawab Rendy.
"Emangnya lo kaga?" tanya Fiqi. "Cewek mana yang mau sama lo?"
"Ish! Gue emang jomblo, tapi gue nggak jones kayak lo!"
"Serah!"
Mereka melihat motor Abby melaju di jalan raya dengan dua orang penumpang di atasnya. Abby dan Gendis. Ah, mereka terlihat sangat romantis.
"Eh, ngomong-ngomong Axcel mana?" tanya Rendy begitu saja.
Fiqi refleks menoleh ke arah Rendy. "Loh! Iya Axcel!"
"Tadi dia bolos dari tadi."
"Trus tasnya?"
Detik berikutnya, Rendy dan Fiqi berlari menuju kelas mereka. Celingak-celinguk. Dengan napas terengah-engah, mereka berjalan menuju bangku Axcel.
"Tasnya masih di sini, orangnya ke mana?" Fiqi mengambil tas hitam itu.
"Bisa-bisanya lo nggak inget sama Axcel, Qi."
"Lo juga kali! Makanya jangan kebanyakan iri liat orang bucin! Temen sendiri lo lupain," semprot Fiqi.
"Terserah lo deh! Lo juga sama ... pikun." Rendy ngos-ngosan.
Fiqi mengambil ponsel Axcel dari kolong bangku. "HP-nya ditinggal di sini. Sekarang kita ke mana?"
"Kayaknya gue tau dia di mana."
"Di mana?"
***
"Tuh, kan. Bener dia di sini!"
Axcel membuka matanya seusai mendengar suara Rendy. Terbangun. Desir angin di atap sekolah cukup sejuk. Pasalnya, matahari sejak tadi ditutupi awan mendung yang tak kunjung hujan. Sehingga cuaca pun tak begitu terik menyengat.
Rendy dan Fiqi duduk di kursi buatan yang memang ada di atap sekolah mereka.
"Nyenyak si Abang tidurnya," lanjut Rendy. "Udah berapa jam bolos, Bang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika
Teen FictionSunyi berkelindan di kaki malam. Pikiran mengudara bersama dengan luka yang terdaras di ujung hati. Pikiran berkecamuk, bingung memilih satu di antara dua. Dia kembali lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Membawa luka baru pada dunia seorang anak la...