🌌🌌🌌
Jika di kebanyakan hari Renjun selalu datang ke kampus setiap pagi maka di hari Jumat jadwal dia agak santai. Kelasnya dimulai pukul satu siang jadi masih ada sisa waktu untuknya menyiapkan bekal makan. Akhir bulan keuangannya menipis apalagi dia juga sudah lama tidak membuka slot meramal karena sibuk mengerjakan tugas makanya dia harus berhemat.
"Renjunie~"
Suara mendayu milik Haechan terdengar dari luar kamar. Pintu kamar Renjun yang memang terbuka pun memudahkan akses Haechan buat main nyelonong masuk.
"Renjunie~ Renjunie~" ucapnya sambil memeluk tubuh mungil itu.
"Apa, sih? Mau makan? Ambil aja tuh stok mie punya gue."
"Bukan~ Gue mau minta diramal~ Waktu itu 'kan gak jadi," jawab Haechan sambil menggembungkan pipinya.
"Oh iya. Ramal tentang apa? Kak Mark lagi?"
Haechan mengangguk. "Gue kepo, deh. Kenapa dia gak notis gue mulu? Apa usaha gue kurang?"
"Bukan gak notis, dia mungkin masih bingung aja kalau elu suka sama dia. Anaknya 'kan emang social butterfly jadi bisa aja perlakuan yang lu kasih itu dianggap biasa aja sama dia."
"Iya, sih. Gue juga gak terlalu terang-terangan nunjukkin kalau gue suka sama dia. Gue takut dia ilfeel."
"Emang, lu jangan terlalu agresif, Chan. Kalau mau deketin Leo, gue anjurkan elu bersikap sedikit lebih cool dan elegant. Lu tetep jadi diri sendiri tapi agak ditahan aja gitu sikap agresifnya biar Leo jadi penasaran sama lu. Lu juga bisa main pakai sistem tarik-ulur biar dia makin penasaran. Leo kalau udah jatuh sama seseorang pasti bakal dikejar balik kok."
Haechan malah menarik-narik pipi Renjun. "Elu kok bisaan banget sih bikin gue jadi lebih tenang~ Makasih sarannya ya, Njun~ Bakal gue coba sebisa mungkin."
"Iyaa. Semangat, Echanie! Gue liat-liat, Kak Mark udah mulai tertarik kok tapi masih perlu waktu aja. Coba aja lebih keras lagi."
"Pasti! Terus gimana sama lu dan Om Jeno?"
"Gak tahu. Lu 'kan tahu gue itu tipe yang gak mau main-main dalam menjalin hubungan. Jadi gak mungkin secepet itu gue mutusin mau sama Om Jeno atau engga. Gue hanya takut aja dia iseng deketin gue."
"Gue rasa Om Jeno gak sejahat itu kok, Njun. Lu pasti bisa rasain sendiri 'kan gimana perlakuannya? Jadi, coba percaya aja sama Om Jeno. Gue juga yakin kalau dia hanya main-main sama elu, si kembar pasti bakal ada di barisan paling depan buat ngelabrak ayahnya sendiri."
Renjun terkekeh pelan mendengar ucapan Haechan. "Oke. Gue bakal coba percaya sama Om Jeno. Thanks."
"No need. Gue balik kamar, ya? Tapi gue juga mau minta mie-nya, deh."
"Ambil aja tuh, sekalian buatin Yangyang juga. Anak itu kayaknya bakal langsung makan setelah bangun tidur."
"Hooh. Bye, Njun! Thanks mie-nya!" Ucap Haechan dan pergi dari kamar Renjun.
🌌🌌🌌
"Hai, Renjun."
Renjun yang sedang memasukkan bukunya ke dalam tas mendongak. "Hyunjin?"
Pemuda itu tersenyum lebar. "Iya, hehe. Gue kesini mau berterimakasih. Kata Eric, elu punya peranan penting di hubungan kita berdua sekarang. Jadi, gue mau bilang makasih banget karena elu bisa mendorong Eric buat nyapa gue pertama kali. Jujur aja gue itu agak ragu buat nyapa Eric karena gue pikir dia masih suka sama elu."
Renjun tertawa. "Harusnya lu yakin sama diri sendiri aja. Lagipula, gak usah segininya banget berterimakasih sama gue. Kalian jadian emang udah waktu dan takdirnya aja. Selamat ya, awas loh temen gue jangan sampai elu sakitin," ucapnya sambil memicingkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Astrologer || NoRen
FanficJaman sekarang masih ada yang percaya sama ramalan astrologi? Ada. Malahan dia juga yang jadi tukang ramalnya. Huang Renjun adalah astrologer kebanggaan kampusnya. Dia hebat ngeramal nasib orang lain tapi malah bingung buat ngeramal nasibnya sendir...