🌌🌌🌌
Di sore hari yang cerah Renjun sedang menyirami beberapa tanaman peliharaannya di depan kosan. Dia sengaja menyimpan anak-anaknya di sana agar kosannya terlihat asri. Sambil bersenandung kecil, Renjun melakukan pekerjaannya dengan hati riang.
"Renjun."
Kepalanya mendongak dan ia malah langsung melempar selang airnya begitu saja saat tahu siapa yang datang. Jeno, orang yang memanggil pria manis itu pun segera mengejarnya dan memegang tangan Renjun.
"Tunggu sebentar, Renjun. Kasih saya waktu untuk bicara dan menjelaskan semuanya," pinta Jeno.
Renjun masih memunggunginya dengan tangan kiri yang juga masih dipegang oleh Jeno. Melihat Renjun yang sepertinya memberi kesempatan tetapi enggan melihat ke arahnya maka Jeno pun tetap melanjutkan ucapannya.
"Renjun, saya benar-benar minta maaf karena tidak datang di malam itu. Saya akui itu adalah hal yang sangat teledor. Saya tidak bisa tegas saat beberapa kolega mengajak saya mengobrol sampai lupa waktu. Maaf karena telah membuat kamu kecewa tapi jauh di lubuk hati saya tidak pernah terbesit sedikitpun jika saya hanya main-main saja dengan kamu. Kamu itu orang yang berarti di hidup saya dan juga anak-anak saya. Saya tidak mungkin melepaskan kamu begitu saja."
Mata Renjun mulai berkaca-kaca mendengar penuturan Jeno. Jika memang seperti itu, kenapa Jeno tetap lupa dengan janjinya? Itu berarti Renjun bukan prioritasnya, 'kan?
"Renjun, setelah Chenle memberi pesan pada Jaemin, saat itu juga saya langsung pergi ke restoran. Tapi terlambat karena kamu sudah pulang dan kemudian saya juga langsung datang ke kosan. Tolong kasih saya satu kesempatan lagi. Saya cinta sama kamu. Saya akan melakukan apapun yang kamu mau asalkan saya bisa mendapat maaf dari kamu. Setidaknya jika kamu memang tidak bisa bersama saya, kamu sudah memaafkan kebodohan yang saya lakukan."
Jeno melihat punggung Renjun sedikit bergetar. Ah, pria manis itu telah menangis karena dirinya. Ingin sekali Jeno merengkuh tubuh kecilnya dan memberinya ketenangan. Tetapi bagaimana bisa ia memberikan itu sementara disini dialah pelaku yang membuat sosok manis itu menangis.
Perlahan, Jeno pun melepas pegangan tangannya pada Renjun. Sepertinya memang dia sudah tidak diberikan kesempatan lain. Mungkin hal ini setimpal karena telah membuat Renjun kecewa.
"Ya sudah, Renjun. Hanya itu saja yang ingin saya utarakan. Sekali lagi saya minta maaf. Sehat terus buat kamu dan semoga lancar kuliahnya," ucap Jeno pada akhirnya.
Haechan dan Yangyang sudah dari awal memperhatikan mereka berdua. Dari mulai Jeno datang mereka juga melihatnya. Maka saat Jeno dengan kepala tertunduk kemudian perlahan pergi dari sana, Haechan malah memukul-mukul lengan Yangyang.
"Lah, kok malah pergi?! Duh, apa ini pertanda buruk?!" Pekiknya sambil memegang kedua pipi.
Yangyang melihatnya dengan tatapan jengah. "Coba lihat lagi sana. Ini bukan pertanda buruk."
Haechan melihat keluar jendela lagi kemudian tersenyum senang saat tahu ternyata Renjun sekarang sedang memeluk tubuh Jeno dari belakang. Kepalanya disandarkan pada punggung tegap itu tetapi masih dengan mata yang berair.
"Om Jeno beneran serius sama saya?" Tanya Renjun lirih saat ia memberanikan diri untuk memeluk Jeno.
Tangan Renjun yang melingkari pinggang Jeno pun dipegang. "Iya, Renjun. Saya serius sama kamu. Tolong maafkan saya karena kesalahan itu. Kamu jangan berpikir kalau kamu bukan prioritas saya. Karena kamu, Chenle dan Jisung itu dunia saya. Tanpa kalian, hidup saya tidak ada apa-apanya."
"Saya... Masih ragu."
Jeno melepas pelukan Renjun dari tubuhnya kemudian berbalik menghadap pria manis tersebut. "Maaf karena sampai membuat kamu ragu seperti ini. Itu hal yang wajar kalau kamu ragu sama saya. Hanya saja Renjun, di umur saya yang sekarang, sudah bukan waktunya untuk bermain-main," ujarnya sambil memegang kedua bahu Renjun. Ia menatap dalam manik mata yang terlihat berkilau itu. Meski sekarang di mata cantik favoritnya terlihat sangat basah.
"Gimana caranya biar saya bisa percaya sama semua omongan Om Jeno kalau itu bukan bualan semata?"
"Saya akan langsung lamar di depan orang tua kamu, Renjun. Kalau pun kamu mau hari ini, saya pasti siap. Saya bersungguh-sungguh, Renjun."
Isakan kecil Renjun langsung terdengar kembali. Dia bingung. Apa keputusannya nanti untuk memberikan Jeno kesempatan kedua bukanlah suatu kesalahan.
Jeno menggenggam kedua tangan Renjun. "Saya takut menjanjikan suatu hal sama kamu karena tidak ada yang tahu di masa depan akan seperti apa. Tetapi selama saya masih bisa di dekat kamu, saya pasti akan selalu membahagiakan kamu. Dan saya akan berusaha semaksimal mungkin agar air mata kamu tidak turun lagi seperti ini apalagi karena kesalahan saya."
Tangan Renjun langsung memeluk leher Jeno dengan sangat erat. "Saya kasih satu kesempatan lagi. Saya harap, Om Jeno gak menyia-nyiakannya."
"Pasti, Renjun. Pasti," jawab Jeno kemudian memeluk kembali tubuh Renjun. Pucuk kepalanya ia kecup berulang kali sambil bergumam kata terimakasih.
"Huft... Akhirnya baikan juga," ucap Haechan sambil mengelus dadanya lega. Yangyang pun sama. Dia senang akhirnya Renjun masih mau mendengarkan alasan Jeno. Ia kira akan lama membujuk sahabatnya yang agak keras kepala itu.
Chenle dan Jisung yang ternyata ikut mengantarkan ayahnya ke kosan memekik girang dari dalam mobil. Mereka juga deg-degan waktu tadi ngeliat kepergian ayahnya hampir gak dicegah sama Renjun.
"YEAY! Kita jadi punya mamah baru, Jwi."
"Iya. Duh, tapi aku harap Ayah gak ngelakuin hal kayak kemarin lagi. Berarti tugas kita harus selalu ngingetin Ayah kalau ada acara sama Kak Njun."
Chenle mengangguk setuju. "Bener! Pokoknya kita harus selalu jagain Kak Njun! Jangan sampai ada yang jahatin dia termasuk Ayah kita sendiri!"
"Siap jadi malaikat pelindungnya Kak Njun?" Tanya Jisung sambil menyodorkan tangan.
"Siap!" Jawab Chenle mantap dan menjabat tangan sang kembaran. Mulai dari hari ini, mereka resmi menjadi malaikat pelindung Huang Renjun yang mungkin sebentar lagi akan berubah namanya menjadi Lee Renjun!
🌌🌌🌌
Book ini kasih konten 🔞 jangan???
-Auva✨
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Astrologer || NoRen
FanficJaman sekarang masih ada yang percaya sama ramalan astrologi? Ada. Malahan dia juga yang jadi tukang ramalnya. Huang Renjun adalah astrologer kebanggaan kampusnya. Dia hebat ngeramal nasib orang lain tapi malah bingung buat ngeramal nasibnya sendir...