Vote, juseyo~
🌌🌌🌌
Kringgg!
Kringgg!
Kringgg!
Suara alarm berdering dan Renjun langsung mencari-cari jam weker berbentuk moomin miliknya. Dia menekan tombol diatasnya agar bunyi tersebut berhenti.
Renjun mengambil jam weker untuk melihat pukul berapa sekarang. Matanya langsung terbuka lebar saat melihat waktu sudah menunjukkan pukul setengah 8.
Dia memiliki kelas pada pukul 8 dan jarak tempuh dari kos menuju kampusnya sekitar 20 menit. Maka Renjun segera bergegas dan pergi ke kamar mandi hanya untuk cuci muka dan sikat gigi. Dia keluar langsung mengganti pakaiannya dan menyemprotkan parfum lumayan banyak.
Mengambil laporan tugasnya dan sebuah roti yang dibelikan Haechan setelah itu ia pun langsung keluar kamar dan mengunci pintu. Dia memakai sepatu sambil berjalan dengan roti yang digigit di mulutnya.
"Sarapan dulu, Njun!" Ucap Yangyang saat melihat pemuda mungil itu berlari melewati dapur.
"Nanti aja, Yang! Gue udah telat!"
Yangyang hanya menggelengkan kepalanya pelan. Padahal dia juga udah bangunin Renjun dari jam 7 tapi emang pada dasarnya anak itu susah dibangunin jadi tetep aja terlambat bangun.
Kesialan Renjun tidak berhenti sampai disitu karena ban sepeda motor miliknya ternyata kempes. Tanpa membuang waktu, Renjun langsung keluar kos dan berharap dapat bertemu ojek selama berjalan ke kampus.
Sudah hampir 15 menit berjalan tapi dia sama sekali tidak bertemu tukang ojek sampai akhirnya suara klakson mobil mengejutkannya. Renjun berhenti berjalan karena mobil tersebut menepi ke arahnya. Dia sudah berancang-ancang akan kabur jika itu adalah mobil sindikat penculik.
Tapi ternyata dia tidak usah bersusah payah berlari karena saat kaca mobil diturunkan ia melihat wajah Chenle yang sedang tersenyum riang.
"Pagi, Kak Njun!"
"Pagi, Le."
"Ayo bareng, Kak!" Ajak Chenle.
Renjun melihat sosok pria berjas di bangku kemudi yang berekspresi datar maka ia pun menggelengkan kepalanya pelan.
"Makasih tawarannya, Le. Tapi Kakak jalan aja, bentar lagi nyampe kok."
Chenle yang sebelumnya menyadari Renjun sempat melihat sang ayah pun menepuk keras paha Jeno.
"Ayah jangan pasang muka galak kayak gitu! Kak Njun 'kan jadi sungkan mau ikut nebeng!" Protesnya.
"Muka Ayah emang kayak gini, Le. Bukannya digalak-galakkin," jawab Jeno tak terima dengan tuduhan anaknya.
"Eh, Kakak gak mau ikut karena emang ada perlu dulu, Le. Kakak harus pergi ke tukang fotocopy," ujar Renjun berbohong.
"Udah gapapa, kamu ikut bareng kita aja. Daripada buang waktu kayak gini mending kamu cepet naik ke mobil," sahut Jeno pada akhirnya. Karena takut dengan Jeno, maka Renjun pun nurut dan membuka pintu belakang mobil.
"Hai, Jwi." Dia melihat Jisung sedang sibuk bermain game di ponselnya. "Oh hai, Kak. Udah sarapan?"
"Baru makan roti doang, Jwi."
"Loh kenapa gak sarapan?" Tanya Jisung.
"Kakak telat bangun. Semalem nemenin Haechan ngerjain tugas."
"Kakak mau sandwich punya, Jwi?"
"Eh, gak usah. Kelas Kakak hanya dua jam doang kok abis itu langsung pulang jadi Kakak nanti aja makannya."
"Kak Njun sering banget deh ngelewatin sarapan," protes Chenle.
"Hah? Sering darimana? Baru juga kali ini, Le. Kakak bisa santai karena kelasnya cuma sebentar jadi gak usah hiperbola gitulah."
Jeno tak banyak bicara. Pria itu hanya diam mendengar percakapan mereka bertiga. Renjun yang ia kira sebagai pemuda dengan style kuno ternyata salah. Malahan anak itu terlihat fashionable walau dengan pakaian yang sederhana. Ditambah benar kata Jisung yang mengatakan Renjun itu anak yang cantik untuk ukuran seorang laki-laki.
"Yah, anter aku sama Jisung dulu baru ke gedung fakultasnya Kak Njun, ya," suruh Chenle.
"Eh, aku ikut turun bareng kalian aja," jawab Renjun.
Chenle melihat spion dan menggeleng pelan. "Gak bisa, coba Kak Njun cek sekarang jam berapa."
Renjun melihat arlojinya dan terkejut saat tahu hanya tinggal sepuluh menit lagi kelasnya akan dimulai. Jika ia berjalan, maka ia akan menghabiskan waktu sekitar lima belas menit dan itu berarti dirinya akan terlambat masuk kelas.
"Kak Njun bakal telat, 'kan? Nah, makanya nanti dianter Ayah aku sampai depan gedung fakultas."
"A-ah, iya deh," jawabnya pasrah. Dia juga gak mau sampai terlambat karena kali ini ada kuis.
"Udah sampai," ucap Jeno setelah menghentikan mobilnya di depan gedung fakultas manajemen. Chenle dan Jisung membenahi barangnya dan turun dari mobil.
"Kita duluan ya, Kak. Nanti tunggu kita, okay? Aku sama Jwi bakal nyamperin Kak Njun di kelas," ucap Chenle sembari melambaikan tangannya.
"Belajar yang bener," ujar Jeno pada kedua anaknya.
"Siap, Ayah! We love you!" Jawab Jisung.
"Love you too, Twins!"
Jeno tersenyum dan menaikkan kaca mobil. Dia menjalankan kembali kendaraannya dan suasana hening menyelimuti mereka. Renjun sih sungkan aja ngajak ngobrol duluan orang penting kayak Jeno. Untungnya pria itulah yang memiliki inisiatif memulai pembicaraan.
"Saya harus anter kamu ke gedung fakultas apa?"
Renjun terkesiap saat mendengar Jeno bertanya padanya. "Oh iya, ke gedung FSRD, Om."
Jeno mengangguk. "Nama kamu emang Njun?"
"Nama saya Huang Renjun, Om. Cuma buat beberapa orang yang udah deket biasanya manggil Njun."
"Oh, kamu udah semester berapa?"
"Semester 5, Om."
"Ah, udah mulai sibuk dong, ya?"
"Iya. Saya aja udah gak inget kapan terakhir kali bisa tidur nyenyak."
"Semoga kerja keras kamu terbayarkan ya nantinya," ujar Jeno sambil tersenyum saat melihat pantulan wajah Renjun dari spion.
Renjun hanya tersenyum canggung dan mengangguk. "Amin, makasih, Om."
"Nah, udah sampai. Hati-hati turunnya."
Renjun membuka pintu mobil dan keluar. Ia menunggu Jeno menurunkan kaca mobilnya untuk berterimakasih.
"Sekali lagi makasih ya Om karena udah mau nganter saya sampai sini."
"Sama-sama Renjun. Jangan lupa makan, ya. Nanti kalau pergi makan sama Chenle kamu gak usah bayar, biar dia aja yang traktir."
"Ah, gak usah repot-repot, Om."
"Gapapa. Saya gak mau orang-orang yang saya sayang jatuh sakit. Permisi, ya."
Jeno langsung menaikkan kembali kaca mobilnya dan pergi. Renjun hanya diam mendengar jawaban Jeno barusan.
"Oh, mungkin dia gak mau Chenle sama Jisung jatuh sakit kali ya makanya nyuruh gue makan bareng," gumamnya sambil melihat arloji. "Eh anjir?! Gue hampir telat!"
Sedangkan di dalam mobil, Jeno sedang merutuki mulutnya yang licin sekali saat berbincang dengan Renjun barusan.
"Dasar payah! Pasti Renjun nyangkanya saya om-om genit! Haduh, hancur sudah citra baik saya di depan Renjun."
🌌🌌🌌
Om Jeno keceplosan :v
-Auva✨
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Astrologer || NoRen
Fiksi PenggemarJaman sekarang masih ada yang percaya sama ramalan astrologi? Ada. Malahan dia juga yang jadi tukang ramalnya. Huang Renjun adalah astrologer kebanggaan kampusnya. Dia hebat ngeramal nasib orang lain tapi malah bingung buat ngeramal nasibnya sendir...