Chapter 05: Resmi

56 9 4
                                    

"SAYA mau ketemu dengan Alex Rudiarto, boleh?"

Polisi wanita itu memiringkan kepalanya menatap Dara. Pikirannya tak sampai memikirkan alasan kedatangan seorang gadis ka kantor polisi ini hanya untuk bertemu dengan Alex. "Mau apa dek dengan Alex?"

"Saya harus bicara tentang sesuatu hal yang penting sama dia, boleh?"

"Sepenting apa sih memangnya sampai harus bertemu dengan Alex malam-malam begini?"

Jika tidak mengingat di mana dirinya berada kini, Dara akan langsung marah-marah pada Polwan yang banyak tanya ini. Untungnya kemarahan Dara masih bisa ia kontrol dan akhirnya sifat anak baiknya muncul. Dia tersenyum manis dan berkata, "Saya ini anggota keluarga dari Alex dan saya butuh bantuannya segera."

"Kalau kamu keluarganya kenapa tidak menelepon saja?"

"Tidak bisa Bu, Alex tidak suka ditelepon saat sedang bekerja. Makanya itu saya datang ke sini, jadi boleh kan saya ketemu sama dia?"

Polwan itu sebenarnya tidak percaya, namun karena melihat raut wajah Dara yang sejenis dengan anak baik-baik maka dia akhirnya memberikan izin Dara untuk menemui Alex, dia pikir anak baik-baik tak akan melakukan hal-hal aneh. "Dia ada di kantin sekarang."

"Kantin di mana?"

"Kamu harus keluar dari lobi ini dan belok kiri terus jalan dan kamu akan menemui sebuah pintu masuk bertuliskan CANTEEN. Nah disanalah Alex berada di jam segini biasanya."

Dara segera tersenyum sebagai tanda terima kasih dan keluar dari lobi, hatinya sedikit merasa tenang karena tidak perlu masuk lebih jauh ke dalam kantor polisi. Di ujung tangga Dara menyimpan tas olahraganya, dia mengambil benda tersebut kemudian bersama-sama melangkah ke tempat yang ditujukan oleh Polwan tadi. CANTEEN katanya.

Kantin itu dari luar terlihat begitu sepi. Pintunya yang terbuat dari kaca memungkinkan semua orang untuk melihat kondisi di dalam ruangan, tapi Dara tak menggunakan keuntungan tersebut karena takut disangka pencuri yang sedang mengawasi barang yang akan dicurinya. Oleg karena itu, dia langsung masuk.

Ruang kantin itu cukup luas. Terdapat lima belas meja panjang untuk para polisi untuk makan dan bangku untuk duduk. Sedangkan, di sisi kiri ruangan terdapat sebuah konter mirip dengan yang ada di kantin sekolah. Dara pikir kegunaan keduanya sama saja, sama-sama untuk meletakkan makanan. Bedanya mungkin yang disini gratis dan di sekolah tidak. Bagian sisi kanan ruangan itu hanyalah dinding polos yang Dara pikir merupakan dinding yang sama dengan yang ia lihat di lobi kantor polisi tadi. Ya, kantin dan kantor polisi ini terhubung.

Setelah cukup lama mengamati kantin itu, Dara menyadari kalau Alex tidak berada di manapun. Tak ada siapapun di ruangan ini. Selain benda-benda yang telah disebutkan tadi, terdapat sebuah nampan berisi makanan di salah satu meja panjang. Dara datang memeriksa nampan itu dan yakin kalau orang yang hendak makan tersebut belum menyentuh apapun yang ada di nampan dan segera pergi.

"Kalau tahu begini, gak akan gue dateng kesini," sungut Dara.

Dia mengangkat tas olahraganya yang ternyata berat lalu meletakkannya secara kasar di atas meja yang sama dengan nampan tadi berada hingga nampan itu sedikit terangkat karena guncangan. Namun, bersamaan dengan kekesalan Dara yang kian meninggi, muncul sebuah suara yang seketika membuat Dara mematung untuk beberapa saat.

Suara itu mirip suara meja yang digebrak dan asalnya dari sebuah ruangan yang pintunya berada tak jauh dari konter makanan. Rasa penasaran Dara tergelitik dan akhirnya meninggalkan tas olahraganya di atas meja, dia mendekat ke arah pintu tersebut.

Dia menempelkan telinganya di pintu untuk mendengarkan lebih banyak.

" ... gak heran kalau kamu selalu diremehin orang, kerjamu aja kek gini kok, gak becus. Kamu kalau masih pengen jadi polisi, kinerjanya ditingkatkan lagi, supaya apa? Supaya orang-orang ngehargain dan gak ngejatohin martabat kamu sendiri, ngerti?"

Dara sangat ingin tahu siapa orang yang tengah berbicara itu, dia juga ingin tahu kira-kira siapa yang tengah dimarahi. Dia merasa kasihan pada orang yang dimarahi itu karena dia tahu, untuk alasan apapun, dimarahi itu tidak enak rasanya.

Maka dari itu, sebelum orang yang dimarahi itu menyahut, Dara segera membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam ruangan menemui dua orang pria yang berdiri berhadapan di dekat jendela.

"Aku tahu itu pasti kamu. Oh ya ampun Alex. Pamanku tersayang aku sangat merindukanmu." Dara melangkah dengan penuh percaya diri mendekat ke arah Alex dan pria di hadapannya. Kedua pria itu menatap Dara dengan tatapan heran. Tapi Dara tak perduli sama sekali, dia langsung memeluk lengan Alex dan menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.

"Siapa kamu?" tanya pria yang berdiri di hadapan Alex.

"Saya Dara, Anda siapa?"

"Saya Toby, lebih tepatnya Kapten Toby."

Sombong banget.

"Oh gitu? Senang bertemu dengan Anda. Saya ini keponakan Alex. Saya datang kesini ingin berbicara sesuatu dengan dia, iya kan Paman?" Dara menatap Alex yang menatapnya kebingungan. Barulah ketika jari Dara yang berada di lengannya bergerak mencubitnya sedikit, dia tersadar.

"Oh, iya. Kami harus membicarakan sesuatu. Boleh permisi sebentar, Pak?

"Boleh, boleh, tapi kamu Alex, ingat pesan saya tadi, oke?"

"Iya, Pak."

Begitu pintu tertutup, Dara segera menjauhkan dirinya dari Alex, sedangkan Alex bersiap untuk marah-marah, tapi sebelum itu terjadi, Dara sudah menarik tangan Alex menjauh dari pintu. Mereka menuju meja di mana tas olahraga Dara berada kemudian mengambilnya dan selanjutnya mereka keluar dari kantin. Baru setelah berada di luar ruangan, Dara dapat bernapas lega. Pegangannya dari Alex pun terlepas.

"Kamu ini apa-apaan sih, datang-datang menyamar jadi keponakanku, maksudmu apa?!" Alex bertanya dengan nada tinggi.

"Hilih, bukannya bersyukur saya datang malah marah-marah," cibir Dara. "Saya ingin bicara tentang sesuatu makanya saya datang."

"Bicara apa?"

"Tentang kerja sama yang ditawarkan tadi, masih berlaku atau tidak?"

"Jadi, sekarang kamu sudah mau bekerja sama dengan saya, huh?" Alis Alex terangkat, kini dia yang mencibir pertanyaan Dara.

"Masih berlaku atau tidak?" desak Dara.

"Tidak."

Dara tercengang. Jawaban Alex membuat kepalanya terasa sakit. Bagaimana tidak? Dia sudah kabur dari rumah hanya agar bisa menjalin kerjasama dengan Alex, karena kalau dia terus-terusan tinggal di rumah itu maka pasti dia akan terus disuruh belajar dan tak bisa menyelidiki siapa pembunuh Reanna.

Akhirnya setelah menurunkan ego-nya yang selama ini begitu tinggi, Dara mengambil keputusan berat dengan berlutut di hadapan Alex. Alex yang melihat hal tersebut terkejut dan segera menyuruh Dara untuk berdiri. Tapi Dara begitu keras kepala, dia tetap berlutut dan berkata, "Tidak mau kerjasama ya saya begini teruslah."

Alex benar-benar merasa malu. Apa yang Dara lakukan telah menarik atensi dari banyak orang, dan Alex tidak suka jadi bahan perhatian. "Bangun hei! Kamu bikin saya malu."

"Bilang dulu kita bisa bekerja sama."

"Ya ya, kita bisa bekerja saja. Sekarang ..." belum selesai ucapan Alex, Dara sudah berdiri lalu membersihkan debu-debu di lututnya.

"Mari kita berjabat tangan sebagai peresmian kalau kita sekarang adalah tim!" Dara mengulurkan tangannya ke depan yang untuk beberapa saat tak mendapat sambutan dari Alex. Karena tak bisa menunggu terlalu lama, akhirnya Dara meraih tangan Alex lalu menjabatnya dengan senyum penuh kebahagiaan.

Akhirnya malam itu Dara dan Alex telah resmi menjadi rekan setim untuk mengungkapkan kasus pembunuhan Reanna.

*****
👏

𝐅𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫 𝐢𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐥𝐨𝐨𝐝 TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang