Chapter 21: Penemuan Baru

43 4 0
                                    

Ketika malam hari tiba, tepat pada pukul 02.00 dini hari, Alex terbangun dari tidurnya karena bermimpi buruk. Napasnya memburu, keringat dingin di pelipisnya bercucuran. Pria itu dengan cepat dilanda rasa takut yang membuatnya mengigil di atas ranjang dengan mata nyalang mengawasi sekitar. Alex merasa seperti ada seseorang yang mengawasinya di sudut-sudut gelap kamarnya padahal tidak, itu hanyalah imajinasinya akibat dari mimpi buruk yang baru saja ia alami.

Ini bukanlah kali pertama Alex seperti ini, di malam-malam sebelumnya pria itu pernah mengalami hal yang sama, bahkan lebih buruk karena sampai harus berteriak-teriak. Mimpi yang mendatanginya pun selalu sama namun pengaruhnya begitu besar sehingga terkadang Alex merasa takut akan tidur kembali.

Dalam mimpinya itu secara singkat yang terjadi adalah Alex dihina oleh temannya karena ketidakbecusannya dalam bekerja, dan Alex benci diperlakukan seperti itu. Menjadi lemah, tersudut, dan tak dihargai adalah hal yang begitu Alex takuti, di dunia nyata maupun mimpi.

Baru setelah tujuh menit setelah itu Alex dapat bernapas dengan teratur lagi dan rasa takutnya pun ikut berkurang. Dia meraih gelas berisi air yang ada di meja dekat ranjang dan meneguknya dengan begitu rakus seolah tak pernah minum selama berhari-hari. Setidaknya dengan air minum itu perasaan lelah Alex dapat sedikit berkurang dan dengan begitu dia bisa kembali menjadi Alex seperti biasa.

Melirik jam dinding, Alex tak lagi mau untuk tidur, pria itu lebih memilih keluar dari kamarnya dan berniat untuk mengecek Dara. Biasanya, jam seperti ini, gadis itu masih terbangun karena belajar.

Benar saja, dari depan pintu kamar, lewat celah pintu, Alex dapat melihat lampu kamar yang menyala menandakan sang pemilik kamar masih terjaga. Alex mengendap-endap mendekati pintu itu dan perlahan membukanya untuk melihat Dara, lebih tepatnya mengintip.

Dibalik pintu, Dara terlihat duduk menghadap jendela yang terbuka dan tengah menekuni bukunya di atas sebuah meja. Dia terlihat begitu fokus sampai-sampai tidak menyadari kalau dirinya sedang diawasi. Melihat Dara, Alex entah kenapa merasa begitu kasihan karena walaupun waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari, Dara masih saja belajar alih-alih tidur. Dia tak lebih kasihan pada dirinya sendiri yang terbangun karena sebuah mimpi buruk.

Tiga menit berlalu, dan Alex sudah puas mengawasi Dara, dia hendak menutup pintu kembali, tapi tak bisa lantaran sesuatu yang aneh telah meraih perhatiannya. Sesuatu itu ada di bawah lantai dekat kaki Dara dan tepat di bawah meja. Sepatu, sesuatu itu adalah sepatu, tapi sepatunya terlihat familiar bagi Alex karena sepatu itu mirip dengan sepatu milik Ricky.

Astaga! Malam ini Alex telah dikejutkan dua kali oleh sesuatu, yang pertama terkait mimpinya dan yang kedua adalah sepatu Dara yang baru saja ia lihat. Alex harus merutuki dirinya sendiri karena terlambat mengetahui fakta satu ini. Fakta yang begitu penting dan bisa saja berkaitan dengan kematian Reanna. Bisa saja sepatu itulah yang Dara gunakan saat membunuh Reanna.

Pikiran Alex langsung negatif. Tak ada hal baik lagi tentang Dara yang ia ingat, kini yang ada hanyalah pikiran negatif bahwasanya Dara adalah pembunuh Reanna dan Alex yakin akan hal itu. Tak perlu lagi pengecekan darah di kain itu, sepatu ini akan membuktikan semuanya. Alex sangat yakin itu.

*****

"Halo, Pak."

"Oh iya, Halo, Alex. Ada apa kamu menelepon malam-malam?"

Sebelum menjawab pertanyaan Pak Toby diseberang telepon, Alex melirik ke kiri dan ke kanan guna memastikan tak sesiapapun yang melihatnya saat ini terlebih lagi Dara.

Setelah melihat sepatu itu, Alex tak mau membuang waktu lebih banyak. Dia menutup pintu rapat-rapat dan turun ke lantai satu lalu menuju ke dekat kolam berenang untuk menghubungi Pak Toby.

"Saya menemukan sebuah hal yang sangat penting Pak."

"Apa?" Nada suara Pak Toby benar-benar khas orang baru bangun tidur, begitu lemah dan terkesan malas.

"Bapak ingat jejak sepatu di atas ventilasi udara yang ditemukan, saya menemukan sepatu tersebut, Pak."

"Ah masa? Kamu yakin itu benar-benar sepatu pelaku?"

"Yakin Pak, dan saya menemukan juga pemilik."

Terdengar suara benda terjatuh sesaat setelah Alex mengatakan hal tersebut ditelinganya. Sepertinya karena terkejut Pak Toby sampai menjatuhkan sesuatu ke lantai. "Kamu yakin?!"

"Yakin Pak. Bapak ingat Dara? Ya, saya menemukan sepatu itu ada bersamanya."

"Wah!" Pak Toby berdecak kagum diseberang telepon. "Gak nyangka saya kamu bisa menemukan bukti secepat ini, tapi tak apa hal ini malah bagus karena itu artinya sebentar lagi pekerjaanmu akan beres dan … saya yakin predikat polisi tak becus akan hilang dari hidupmu."

Alex mengukir senyum lebarnya mendengar ucapan Pak Toby. Hatinya berbunga-bunga hanya dengan membayangkan orang-orang akan memujinya karena telah menemukan pelaku pembunuhan Reanna.

"Tapi, bagaimana kamu bisa menemukan sepatu itu dengan mudah bukankah seharusnya sepatu itu disembunyikan di tempat yang tersembunyi oleh tersangka?"

"Ah itu, begini Pak, bukannya Bapak sendiri ya yang bilang kalau saya harus mengawasi Dara dan ya saya melakukannya lalu menemukan sepatu itu," jawab Alex berbohong.

"Oh begitu ya? Nanti kamu barus mengambil sepatu itu dan membawanya ke kantor polisi untuk diperiksa, mengerti?"

"Siap, Pak."

"Yasudah kalau begitu, saya tutup teleponnya."

Telepon pun ditutup dan Alex menghela napasnya lega. Dia menimbang-nimbang handphonenya di tangan dengan senyuam tipis. Dia kini begitu senang karena berpikir sebentar lagi akan menangkap Dara sebagai pembunuh Reanna, dia begitu senang sampai tidak sadar kalau kegiatannya tersebut diperhatikan oleh Dara di lantai dua.

*****
Wuih🤦🏼‍♀️

𝐅𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫 𝐢𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐥𝐨𝐨𝐝 TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang