Chapter 18: Pemberitahuan

45 5 0
                                    

Di ruang kerja Pak Toby, Alex tengah menjelaskan tentang semua hal yang ia lakukan dan temukan selama masa penyidikan terkait kematian Reanna. Tapi, dia tak mengatakan kalau dia melakukan semua itu bersama Dara karena sesuai perjanjian tak tertulis yang telah ia dan Dara lakukan, nama Dara tak boleh disebut-sebut dalam penjelasan apapun nantinya kepada pihak kepolisian. Pak Toby di mejanya mendengarkan semua penjelasan Alex sambil mengangguk-angguk. Dari raut wajahnya Alex tahu dia sebenarnya kurang tertarik dengan penemuan apapun yang Alex temukan.

"Jadi, ini Reanna mati karena siapa? Reno? Rony? Atau Ricky?" tanya Pak Toby sambil mengamati kertas berisi catatan nama-nama tersangka sementara milik Alex.

"Menurut saya Pak sebenarnya Reno ini bisa kita coret dari daftar tersangka karena penemuan sepatu kotor di rak sepatunya tidak membuktikan apapun. Bisa saja dia bekerja di suatu tempat yang mengharuskan dia mengotori sepatunya," kata Alex yang terpengaruh sifat baik hati Reno yang telah membiarkan kekasihnya memiliki kekasih lain. "Dan lagi, tentang hubungan Reanna dan Ricky itu sudah berlangsung selama lima bulan, si Reno mungkin sudah tahu sejak awal. Oleh karena itu kalau dia mau ngebunuh Reanna harusnya ya dari lima bulan lalu bukan sekarang."

"Masuk akal. Tapi gimana kalau ternyata si Reno tahunya baru sekarang?"

"Gak Pak. Saya yakin sekali, dia sudah tahu dari awal. Dia sendiri yang bilang kalau udah nyuruh Reanna putus dari Ricky berkali-kali. Ingat, berkali-kali, Pak."

"Ya baiklah. Terus ini dua orang lagi menurut kamu tadi berkemungkinan besar membunuh Reanna, kenapa?"

"Pisau itu Pak, siapa yang bisa ngambil kalau bukan Rony sendiri, sedangkan buat Ricky si Reno benar adanya, dia bisa aja bohong gak tahu apa-apa padahal udah tahu semuanya dan akhirnya dia membunuh Reanna."

"Kamu kayaknya suka banget sama Reno ini, padahal bisa aja dia itu tersangka utama," kata Pak Toby sambil menggelengkan kepalanya.

"Ini bukan karena saya suka sama dia, tapi karena saya cuman bersikap realistis, kalau dia mau bunuh Reanna kenapa baru sekarang kenapa gak dari lama aja gituloh? Semenjak awal dia tahu hubungan Reanna dan Ricky lima bulan lalu misalnya."

"Ya oke. Saya mengerti sekarang. Saya harap dengan ini semua kamu segera menemukan pelaku aslinya dan tidak menyesal di kemudian hari."

"Ya Pak." Alex mengangguk, dan seolah teringat sesuatu setelah beberapa saat terdiam. "Sebenarnya Pak, ada satu orang lagi yang cukup mencurigakan dan bikin saya kepikiran, Pak."

Dahi Pak Toby terangkat satu. "Siapa?"

"Dara, dia teman sekelas Reanna. Beberapa menit sebelum Reanna meninggal mereka sempat bertengkar, lebih tepatnya jambak-jambakan. Di tangan Reanna bahkan masih ada beberapa helai rambut milik Dara," kata Alex. "Beberapa hari terakhir ini saya mengamati dia Pak, dan menemukan sebuah penemuan luar biasa."

Kata mengamati sebenarnya di sini Alex gunakan agar Pak Toby tidak curiga dia telah bekerja sama dengan Dara, dan sepertinya Pak Toby percaya saja karena dia kemudian antusias mendengarnya.
"Kamu menemukan apa?" tanya Pak Toby.

"Di tempat sampah rumahnya saya menemukan sebuah kain dengan lumuran darah. Kemungkinan besar darah itu milik Reanna karena ditemukan beberapa hari setelah kematian Reanna. Sudah kering, Pak."

"Kamu serius? Kalau gak bener ini bisa dianggap sebagai tuduhan palsu loh. Kamu sudah memastikan darah itu milik Reanna atau belum?!" Suara Pak Toby sedikit meninggi.

"Saya yakin Pak. Kalau bukan darah Reanna memangnya darah siapa lagi? Atau mungkin darah apa lagi?"

"Mana saya tahu. Darah haid mungkin. Kamu seharusnya membawa kain itu untuk diperiksa supaya semuanya menjadi jelas. Jangan sampai kamu salah dan semua orang di kepolisian mencemooh-mu lagi."

Rasa takut itu perlahan menjalari saraf-saraf Alex sesaat setelah dia mendengar ucapan Pak Toby hingga tanpa sadar Alex merinding. Ketakutannya akan hinaan dari teman-teman kerjanya begitu hebatnya hingga bisa mempengaruhi tubuhnya sedemikian rupa. "Saya pasti akan melakukannya Pak, tapi untuk sementara saya hanya ingin memberitahukan hal ini pada Bapak."

"Oh iya, terserah kamu. Informasi mu saya terima. Sekarang lanjutkan pekerjaanmu dan buktikan kalau kerjamu becus, jangan ulangi kesalahan yang sama, menangkap pelaku yang salah."

Alex keluar dari ruangan Pak Toby sesaat setelahnya. Dia kembali ke meja kerjanya dan mulai mengamati hasil penemuannya bersama Dara dengan satu harapan bahwa akan ada sesuatu yang terlupa atau aneh untuk diselidiki. Tapi pengamatannya tak membuahkan hasil, tak ada hal aneh lagi menurut Alex pada bukti-bukti maupun pernyataan orang-orang yang bersangkutan dengan Reanna.

Akhirnya, Alex memutuskan untuk keluar dari kantor dan menuju ke kantin. Selain rumahnya sendiri, kantin telah menjadi tempat nyaman bagi Alex karena kurangnya orang yang berkunjung ke tempat itu, dan Alex suka tempat seperti itu. Tapi hari ini ada yang aneh, dari luar pintu kantin yang terbuat dari kaca, terlihat beberapa anggota kepolisian duduk berbincang-bincang. Alex tak tahu mereka membicarakan apa, dan tak berniat untuk mengetahuinya karena dia pikir itu bukan urusannya. Alex memilih pergi ke parkiran di mana mobilnya berada dan duduk di sana selama beberapa saat.

Selama berada di dalam mobil, Alex hanya terdiam sambil mengasihani dirinya sendiri yang begitu kesepian. Di kantor dia tidak punya seorang teman pun, sesekali dia hanya bertemu dengan Pak Toby itupun untuk urusan pekerjaan, dan di rumah pun sama tak sesiapapun yang menemaninya. Alex menghela napasnya panjang, dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan memejamkan matanya. Ucapannya ketika masih SMA tiba-tiba terlintas dibenaknya.

"Kalau gue jadi polisi semua orang bakal segen sama gue dan juga suka sama gue."

Ucapannya itu tak sepenuhnya salah karena mungkin siapapun yang ia temui dan tahu pekerjaannya akan merasa segan padanya, tapi untuk menyukainya? Itulah yang salah. Tak semua orang menyukainya. Bahkan mungkin, Alex tak tahu apakah ada orang yang menyukainya atau tidak. Entah itu suka mengobrol dengannya atau bekerja dengannya. Lihat saja sekarang, alih-alih ikut menimbrung dengan teman-temannya di kantin tadi Alex memilih untuk pergi begitu saja. Sedangkan dalam urusan pekerjaan, daripada mengajak teman sekantor untuk bekerja sama, Alex malah mengajak seorang anak SMA untuk bekerja dengannya. Bukankah itu miris? Padahal dua tahun lalu kejadiannya tidak seperti ini. Ucapannya sewaktu SMA, bisa dibilang adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan. Berbeda sekali dengan sekarang.

*****

𝐅𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫 𝐢𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐥𝐨𝐨𝐝 TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang