Chapter 17: Pembicaraan singkat

50 5 0
                                    

Setelah melarikan diri dari Radit, Dara berbelok memasuki sebuah gang sempit yang diapit oleh dua toko makanan cepat saji. Bau-bau nikmatnya makanan, bercampur dengan suara kebisingan di dapur ketika para tukang masak tengah sibuk menggoreng atau mencuci piring. Dara berjalan terus di antara semua itu dan berusaha untuk tidak perduli walaupun perutnya telah memperdengarkan lantunan khas orang yang kelaparan.

Dara segera sampai diujung gang yang ternyata bercabang. Jalan bercabang ini mengarah ke kiri dan ke kanan. Yang kanan mengarah ke jalan lain yang belum pernah Dara lalui sebelumnya, sedangkan yang satunya lagi mengarah ke jalan yang beberapa waktu lalu telah Dara lalui atau lebih tepatnya, ujung jalan itu kembali ke tempat di mana Radit berada dan Dara tak mau kesana. Dia memilih jalan ke arah kanan.

Jalan gang itu begitu sempit, diapit oleh bangunan dan tembok pembatas dari beton yang menjulang melewati kepala Dara. Dara bertanya-tanya hal apa yang ada dibalik tembok tersebut. Selain digunakan untuk berjalan kaki, gang tersebut juga digunakan untuk membuang sampah, pasalnya sepanjang jalan, Dara menemukan begitu banyak botol plastik atau pembungkus bekas camilan dan kantong plastik. Karena berada di tempat yang tertutup jalan tersebut tak pernah dibersihkan sehingga sampah-sampah dibiarkan begitu saja. Sangat miris.

Setelah cukup lama berjalan, Dara akhirnya sampai di jalan lain, yang satunya lurus dan yang satunya berada tepat di sebelah kiri Dara dan ujung jalan itu terlihat jelas jalan raya yang ramai oleh kendaraan. Sama seperti tadi, gang itu diapit oleh dua bangunan, kali sebuah bangunan cuci mobil dan sebuah butik. Gang ini begitu becek, di sana sini terdapat air menggenang sehingga Dara harus melangkahi genangan-genangan tersebut agar sepatunya tidak basah dan kotor, barulah setelah itu dia sampai akhirnya di jalan raya.

Di pinggir jalan, Dara menunggu angkutan umum dan kurang lebih dua menit, apa yang ia nantikan akhirnya tiba. Dia segera naik dan menuju ke tempat tujuannya. Bukan rumah Alex yang kali ini akan ia tuju melainkan rumah Reanna. Ada sesuatu yang harus Dara lakukan di sana.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Dara sampai. Dia tidak langsung ke rumah besar Reanna. Dara tetap berada di seberang jalan dan memasuki sebuah supermarket. Di sana, dia berbelanja beberapa camilan lalu membayarnya di kasir.

Kasir itu seorang wanita yang tengah hamil. Perut buncitnya terlihat sesak oleh kancing rompi khusus yang disediakan oleh perusahaan supermarket, dilapisi oleh kaos hitam, wanita itu terlihat melengkapi penampilannya dengan mengenakan sebuah rok berwarna putih. Rambutnya yang basah, ia biarkan tergerai, dan ikat rambutnya yang bercorak bunga-bunga ia jadikan gelang sementara waktu. Sepertinya wanita hamil ini baru masuk dan menggantikan shift karyawan lain.

Sambil menunggu semua belanjaannya di hitung jumlahnya, Dara mengamati rumah Reanna. Cukup lama dia seperti itu hingga kasir di hadapannya ikut-ikutan menatap rumah Reanna.

"Mbak, ini loh belanjaannya," kata kasir itu menyadarkan Dara.

Dara yang tersadar menoleh kepada si kasir dan sungguh mengejutkan karena matanya terlihat berair. "Eh, mbak nangis?"

Dara segera menyeka air matanya dan berkata, "Ah, maaf mbak. Ini saya lagi sedih."

"Waduh, sedih kenapa mbak?" tanya si kasir.

"Teman saya baru aja meninggal."

"Mbak, serius?"

"Serius, mbak. Masa saya bohong tentang kematian seseorang."

"Teman mbak yang rumahnya di depan itu ya?" Kasir itu menunjuk rumah Reanna, dan yang seolah-olah tak tahu apa-apa Dara mengikuti jari si kasir lalu menggeleng.

"Enggak, mbak. Teman saya meninggalnya di Singapura. Karena itu saya sedih gak bisa ngeliat dia buat terakhir kalinya," kata Dara.

"Kirain teman mbak yang punya rumah di depan. Soalnya baru aja ada gadis seumuran mbak meninggal juga di rumah itu, baru beberapa hari lalu," kata si kasir. "Meninggalnya karena dibunuh pula."

𝐅𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫 𝐢𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐥𝐨𝐨𝐝 TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang