[10] 𝐧𝐞𝐨𝐧

416 30 7
                                    

Kabar Ali dan Alodya putus menjadi trending topic di sekolah kami pagi ini. Gosipnya dimulai dari tweet dan snapgram galau yang dibuat Alodya di akun dengan followers-nya yang bejibun. Wah, hangat sekali permukaan atmosfer bumi hari ini.

Aku tertawa di koridor seperti keselek biji kelengkeng. Indahnya dunia sandiwara. Ali jantan juga ternyata.

Aku memasuki kelas dan menghampiri Seli dibangku kami.

"Selamat pagi, Sel." Aku menarik bangku dan menempelkan pantat di atasnya.

"Selamat pagi juga, Ra. Kamu terlihat ceria sekali hari ini." Seli tersenyum pepsodent padaku.

"Begitulah, Sel. Hari ini adalah hari yang penuh berkah." Aku membuka tutup bekalku, tadi pagi aku tidak sempat sarapan. Menu makanan hari ini adalah sosis asam manis dicampur udang.

"Hari ini kita ulangan sejarah, Ra." Sempat-sempatnya Seli mengingatkan ulangan sejarah siang ini, badanku terasa disengat lebah.

"Iya, Sel. Kamu sudah belajar?" Seli mengeluarkan buku-buku di tasnya dan menaruhnya dikolong meja.

"Sudah, dong." Seli tersenyum lebar dan mencomot bekalku.

Setelah itu bel pertanda mulai pelajaran dimulai. Aku menengok ke belakang, tempat Ali biasa duduk.

Biangkerok itu belum datang.

***

Ali akhirnya menemui kami saat istirahat makan siang di taman belakang sekolah. Ia datang terlambat dan dihukum untuk mencabuti rumput terlebih dahulu.

Tadinya aku mau mengejeknya, tapi ku urungkan. Aku lagi malas beradu urat dengan Ali. Lagipula wajahnya terlihat tertekuk daritadi. Barangkali dia lagi galau habis mutusin Alodya. Ehe.

"Kamu putus dengan Alodya, Ali?" Seli membuka percakapan dengan langsung menusuk ke intinya. Aku suka ini.

Jangan sampai Ali mengungkit drama aku dan Bian dan membeberkannya pada Seli. Aku tidak tahu apa Ali memang serius melakukannya atau dia hanya bingung saja harus melakukan apa karena tidak punya teman curhat.

Ali? Curhat? Haa, seperti menunggu unta bertelur.

Ali diam saja setelah pertanyaan Seli. Aku menendang kakinya.

"Diam dulu, Ra. Aku sedang makan." Ali menyuapi lagi satu sendok dari piring berisi nasi kuning yang kami bawa dari kantin.

Seperti biasa. Dia memang selalu menyebalkan.

Aku dan Seli terpaksa menunggunya selesai makan seperti memperhatikan patung monumen nasional. Tapi setelah dia selesai makan, Ali malah langsung bangkit. Minta disambit sendal ini anak.

"Sel, aku pinjam Raib sebentar." Belum sempat mendengar jawaban dari Seli, Ali sudah menarikku dengan tidak selow ke ruangan kosong tempat meja-meja usang dikumpulkan. Wah, mau ngapain nih.

Aku melihat bibir Ali bergerak, tapi tidak ada suara yang terdengar darinya.

"Apa?"

Ali masih diam. Ia menyenderkan tubuh yang berbalut seragam berantakannya di dinding. Ada apa nich?

"Kamu ada hubungan apa dengan Bian?" Muka Ali lebih kusut daripada perasan pel.

Jantungku meronta. Duh, plis jangan naber sekarang. Aku bersorak ria dalam hati. Rencanaku berjalan mulus seperti jalan tol.

"Kenapa kamu mau tahu?" Pura-pura polos lebih baik.

Ali menarik napas dalam layaknya orang yoga, dapat jelas aku dengar dari ruangan sempit ini.

FRIENDS  •  [ff Raib Seli Ali]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang