•Lembar Ke Empat•
Haris beranjak saat melihat taksi berhenti di depan rumahnya. Segera berlari mendekati seseorang yang baru saja turun. Mungkin dia tidak akan sekhawatir ini bila saja kondisi Darel baik-baik saja.
Sebelumnya Haris sudah bisa menebak bahwa ada sesuatu yang akhirnya membuat Darel memilih pergi. Masalah yang sama setiap kali anak itu menelepon dan mengatakan ingin menginap.
"Harusnya tadi nggak usah pulang," kata Haris. Meraih tas milik Darel dan membawanya masuk.
"Gue nggak kepikirian bakal kayak gini."
"Berantem sama Om Adrian lagi?"
Darel menggeleng. Lalu menghentikan langkahnya. Berusaha membiasakan kakinya yang masih sedikit nyeri.
"Sama Tristan," sahutnya, sebelum kembali mengarahkan pandangan pada Haris. "Bokap, nyokap lo ada di rumah?"
"Ada di dalem. Gue udah bilang lo bakal nginep."
"Jangan bilang ke mereka kalau kaki gue sakit, ya? Please." Darel menatap memohon. Walaupun dia sudah terbiasa dengan orang tua Haris, bahkan sudah menganggap seperti orang tua sendiri, tapi Darel tidak ingin mereka tahu apa yang kini terjadi padanya.
Haris berdecih. Bila sudah seperti ini saja, wajah polos Darel baru terlihat. Biasanya anak itu terlampau menyebalkan.
"Iya. Kalau mereka tahu sendiri, jangan salahin gue," ucap Haris lalu berjalan mendahului Darel.
Baru saja Darel muncul dari pintu depan, suara Citra–bunda Haris–langsung menyambutnya. Wanita itu sedang menyiapkan makan malam saat Darel sampai.
"Akhirnya Darel sampai juga. Langsung makan ya, Buna udah siapin makan malam buat kita semua." Hangat suara Citra membuat Dare tersenyum. Lalu melangkah maju dan mencium tangan wanita itu.
"Nanti aja, Bun. Aku belum laper."
"Loh, nggak ada nanti-nanti. Langsung makan sekarang. Kamu nggak boleh istirahat, kalau belum makan. Iya, kan, Yah?"
Luki–ayah Haris–dengan cepat mengangguk. Meletakkan ponsel yang menjadi fokusnya sejak tadi.
"Darel belum makan, kan?"
"Belum, Yah," sahut Darel. Bagaimana dia sempat makan, bila baru beristirahat saja sudah mendapat umpatan yang membuat nafsu makannya hilang.
Haris yang baru saja datang dari menyimpan tas Darel di kamar, segera mendekat. Kembali menarik Darel agar duduk di meja makan.
"Kayak di rumah siapa aja. Lo bisa nolak ajakan gue, tapi nolak ajakan Buna sama Ayah itu dosa loh."
Mau tidak mau Darel menurut. Mengambil tempat disebelah Haris, saat Citra menyiapkan makanan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Kisahkan Luka Bahagia (Terbit)
Teen FictionPART TIDAK LENGKAP! (Terbit di Stora Media) Bertanding di NBA dan menjadi pemain basket terkenal masih menjadi mimpi yang Darel kejar hingga kini meski tanpa dukungan dari Adrian-papanya. Bahkan, Adrian memberi tantangan untuk menghambat mimpi Darel...