5 | Bergantung Pada Harapan

1.2K 235 19
                                    

•Lembar ke Lima•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Lembar ke Lima•

Sorak sorai dari penonton yang kini memenuhi sisi lapangan, berhasil membuat jantung Darel berdegup cepat. Untuk pertama kalinya dia merasa tak percaya diri berada di tengah lapangan. Terlebih posisinya sebagai kaptem tim basket kembali dipertaruhkan. Ia tak pernah ingin kalah. Namun berharap bahwa mereka akan menang juga sepertinya sulit.

Barisan lawan yang kini berada di seberang lapangan, seakan memancarkan persaingan. Menantang mereka tanpa rasa takut. Darel tahu mereka salah satu tim yang tak mudah dilumpuhkan. Walau dalam catatan pertandingan, timnya juga masuk dalam daftar terbaik.

"Ingat, main santai. Pelan-pelan. Lawan kalian keras, tapi jangan diikuti. Simpan tenaga kalian untuk menit-menit ke belakang. Jangan habiskan di menit awal, itu bisa fatal. Satu lagi, menghadapai mereka harus tenang, jangan terbawa emosi. Paham?" Pak Surya menatap satu persatu anak didiknya. Hingga semuanya mengangguk tanda mengerti.

"Darel, Bapak percaya kamu bisa. Jangan panik." Terkahir Pak Surya menepuk bahu Darel. Lalu membawa langkahnya menjauh.

Pertandingan baru akan dimula lima menit lagi. Masih ada waktu mereka untuk pemanasan sebelum masuk ke lapangan. Haris yang sedari tadi berada di sisi Darel hanya menatap sahabatnya. Ia tak yakin Darel bisa menyelesaikan pertandingan ini dengan baik. Entah mengapa, Haris semakin tak tenang bila melihat anak itu. Ia yakin Darel sedang tidak baik-baik sana.

"Masih ada anggota tim yang lain kalau lo nggak kuat," ucap Haris.

"Lo ragu sama gue? Gue di sini kapten lo!"

"Gue nggak peduli. Kalau lo sakit, lo tetep harus keluar dari lapangan."

Darel mengerling. Tak lagi peduli dengan apa yang sempat Haris katakan. Karena sejujurnya ia sendiri sedang meyakinkan dirinya untuk menyelesaikan pertandingan ini dengan baik. Ia ingin pulang dengan berbekal kalimat, "Darel menang lagi hari ini, Pa."

"Darel lagi sakit, Ris?" tanya Dendi yang kebetulan berada di sebelah Haris.

"Tanya anaknya langsung. Bilang kalau sampai pingsan di sini, gue nggak akan nolongin," ucap Haris lalu berlalu.

Peluit tanda permainan dimulai akhirnya berbunyi. Memutus obrolan mereka yang belum selesai. Namun sebelum berlari menuju lapangan, Darel sempat mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

Kini kedua tim sudah berada di tengah lapangan. Tatapan dari kapten tim lawan membuat Darel dirundung cemas. Haris benar, lawan mereka bukan main-main. Ia yakin bahwa pertandingan tidak akan berjalan sekondusif biasanya. Sedangkan tim Darel tak pernah bermain kasar.

"Darel Guna Wibisana, akhirnya gue ketemu sama lo."

Darel menoleh ke arah laki-laki yang menduduki posisi kapten tersebut saat berlalu di sampingnya. Ini bukan suatu kebetulan bahwa anak itu mengenalnya bukan? Apa memang dia sudah lama ingin menjadikan Darel lawan?

Kita Kisahkan Luka Bahagia (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang