•Lembar ke Dua Puluh Dua•
Detik jam dinding masih menjadi satu-satunya suara diantara senyap yang kini memenuhi ruangan. Merasuk dalam sunyi yang sengaja Haris dan Darel ciptakan. Tak ada obrolan di antara keduanya. Tak ada pergerakan berarti yang membuat suasana bising. Masih dengan Darel yang bersandar di ranjang sembari bermain dengan ponsel, dan Haris yang sibuk mengerjakan tugas sekolah.
Hari-hari mereka kini lebih banyak seperti ini. Seakan memberi ruang untuk sama-sama melepas lelah dan menenangkan diri. Tidak seperti dulu lagi, yang setiap detik terjadi perdebatan tak berarti. Namun semua tak lagi menjadi masalah. Selama hadir keduanya masih menjadi hal yang lebih penting.
"Ris, kok sakit banget, ya?"
Suara Darel seketika membuat Haris menoleh. Anak itu masih bersandar, namun tak lagi memainkan ponselnya. Wajah Darel pucat, tapi anak itu tetap berusaha tersenyum.
"Apanya yang sakit, Rel? Tiduran, gih, jangan sandaran gini." Haris mendekat. Membantu Darel untuk berbaring.
"Nggak tahu. Badan gue rasanya sakit semua," ucap Darel. Menarik selimutnya sebatas bahu lalu memejam. Menghalau rasa sakit yang tak mampu ia jabarkan.
Di sisinya, Haris masih mengusap punggung Darel. Merasakan panas yang menyusup dari balik selimut. Haris tak pernah tenang setiap kali Darel mengeluhkan sakit. Hal yang dulu jarang anak itu lakukan. Jadi Haris tahu bahwa sakit yang Darel rasakan kini tak main-main.
"Obat lo udah diminum?"
Darel menggeleng. "Nanti aja."
"Minum sekarang aja, ya. Biar bisa langsung tidur. Tunggu gue ambil minum dulu," ucap Haris. Membawa langkahnya keluar setelah memastikan Darel berbaring dengan nyaman.
Belakangan ini kondisi Darel sering menurun. Sering mengeluh sakit dan badannya tidak enak. Apa Haris terlalu berharap besar pada kemoterapi yang Darel jalani? Sehingga ia merasa tak ikhlas bila melihat Darel tetap merasakan sakit yang sama. Ia tak suka melihat Darel berusaha tegar padahal ia tahu bahwa anak itu begitu tersiksa dengan sakitnya.
Haris hanya turun mengambil air untuk Darel. Lalu kembali dengan obat yang sebelumnya sudah ia siapkan. Hari-hari Haris tak pernah tenang semenjak Darel sakit. Kondisi anak itu bisa menurun secara tiba-tiba, padahal sebelumnya masih bisa ia ajak bercanda.
"Minum obat dulu, yuk." Haris duduk di sisi Darel. Menyentuh pelan lengan anak itu agar tak meninggalkan rasa sakit. Namun sejenak Haris biarkan saat tubuh Darel tak merespon. Apa Darel selelah itu hingga tertidur dengan cepat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Kisahkan Luka Bahagia (Terbit)
Teen FictionPART TIDAK LENGKAP! (Terbit di Stora Media) Bertanding di NBA dan menjadi pemain basket terkenal masih menjadi mimpi yang Darel kejar hingga kini meski tanpa dukungan dari Adrian-papanya. Bahkan, Adrian memberi tantangan untuk menghambat mimpi Darel...