PART 9

296 31 4
                                    

ACHA

Tangan kanan Aarven terus bergerak mengusap rambut gue lembut sedangkan tangan kirinya memegang ponsel yang menampilkan artikel bahasa inggris yang membuat gue pusing, namun Aarven terlihat menikmatinya.

"Ar--"panggil gue

Aarven hanya berdehem seperti biasa.

"Kok lo gak nanya ke gue?"

"Nanya apa?"

"Nanya yang sebenernya terjadi di kamar mandi sekolah kemarin."

Aarven melepaskan pandangannya dari ponsel lalu menaruhnya di samping ranjang, matanya lalu menatap ke arah gue yang ada di pahanya.

"Kenapa gue harus nanya sama lo kejadian kemarin?"tanyanya balik dengan tatapan lembutnya yang selalu membuat gue jatuh hati, "Gue kenal lo bukan setahun-dua tahun, Ca. Lo mungkin kasar, tapi gue yakin lo gak mungkin nampar Adella."

Gue tersenyum kecil, "makasih, Ar."

Aarven tersenyum geli, "kenapa sampe nanya kayak gitu coba? mau haid ya lo jadi melankolis gini?"

Gue memanyunkan bibir sambil melingkarkan tangan gue memeluk pinggang Aarven, "takut kalau lo percaya sama omongan orang-orang."ujar gue setengah berbisik

"sejak kapan sih gue lebih percaya orang lain daripada lo? lo bilang besok kiamat terus kita harus buat perahu buat nyelamatin diri juga gue bakalan percaya kok, Ca."ujar Aarven yang membuat gue jadi tertawa geli

Gue melepaskan pelukan dan bangkit dari posisi rebahan menjadi duduk di atas paha Aarven dan menatapnya intens, "Ar, sebelum lo datang gue gak pernah percaya sama diri gue kalau gue bisa keluar dari sana. Bahkan, sejujurnya saat lo hadir dan gue ceritain semua rencana gue untuk pergi dari sana gue masih gak percaya sama diri gue. Tapi, saat lo pegang tangan gue dan kita pergi dari sana gue baru percaya sama diri gue kalau gue bener-bener bisa pergi dari sana. "

Aarven tersenyum kecil dan mengusap lembut rambut gue, "makanya jangan keseringan underestimate sama diri lo, Ca. Lo tuh hebat. Jauh lebih hebat dari gue yang katanya juara umum, calon dokter, siswa berprestasi ini."ujar Aarven

"Makasih udah percaya sama gue bahkan jauh sebelum gue percaya sama diri gue sendiri."

Aarven tersenyum dan menarik gue ke dalam pelukannya, "Gue yang makasih udah izinin gue untuk selalu ada di samping lo."

Gue tersenyum dan membalas pelukan Aarven erat.

ʘʘʘ

Jam menunjukkan pukul 9 pagi saat gue membuka mata dan mendapati kamar yang sudah kosong. 

Gue bangkit dari kasur dan mendapati sepiring nasi goreng favorit gue yang pagi tadi pasti disiapkan Aarven sebelum berangkat sekolah.

Gue langsung meraih ponsel gue dan menelfon ponsel Aarven yang saat ini mungkin sedang berada di dalam kelas. Cukup lama sampai akhirnya gue bisa mendengar suara Aarven.

"Ca, kenapa?"tanya Aarven langsung dengan suara agak terengah

Gue tersenyum kecil, membayangkan Aarven yang langsung keluar dari dalam kelas dan berlari menuju kamar mandi untuk mengangkatnya.

"Gapapa. Kangen aja."jawab gue

Terdengar Aaarven yang menghela nafas panjang dan lega, "Ca, jangan bikin panik gitu dong."

"Loh kan gue cuman nelfon?"

"Ya lo kan tau, gue mikirnya udah kemana-mana."

Gue terkikik geli, "Ar, nanti langsung pulang ya."

UNFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang