Chapter 33

352 70 28
                                    

Gimje high school, saat siang ketika para gang yang dipimpin oleh Minho berkumpul untuk membahas tentang keadaan Minho yang semakin mengkhawatirkan. Hanya karena seorang wanita seperti Dahyun, ia melupakan segala tanggung jawabnya pada kelompok dan mengabaikan turnamen yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

Hyunjin duduk disebelah Ryujin yang masih belum bisa memaafkannya. Hanya saja, ia sedikit penasaran saat tidak melihat Sinb, calon kakak iparnya itu meskipun ia masih menunjukkan kemarahannya pada Hyunjin. "Dimana Sinb noona?" bisiknya membuat Hyunjin menoleh.

"Aku tidak akan mengatakannya," balas Hyunjin sembari menyeringai. Entah mengapa? AKhir-akhir ini ia sungguh merasa nyaman berada di sekitar Ryujin dari pada Yeji yang  terus menerornya seperti ia memiliki hutang saja.

Yebin yang melihatnya terlihat geli. "Lebih baik kalian bersama saja, aku sudah tidak sangar melihat wajah Yeji yang kacau karena kau tinggalkan," kata Yebin yang memiliki dendam membara pada perempuan itu.

"Sunbae ...." Ryujin mencoba memperingatkan Yebin dan wanita itu tertawa bersama changbin yang duduk tak jauh darinya.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Felix yang tak mau ambil pusing dengan hubungan percintaan ini pun bertanya. Ia mengkhawatirkan Minho lebih dari siapa pun.

Yebin pun mendesah. "Tidak ada cara lain, aku akan menemui Dahyun dan berkelahi dengannya." Ide gila Yebin tentu membuat Changbin menghela napas panjang.

"Tidak bisakah kau berhenti memperkeruh suasana? Dia bisa memanfaatkan hal itu untuk menarik simpatik Minho hyung kembali," sahut Changbin yang membuat semuanya mengangguk, merasa apa yang Changbin katakan ada benarnya..

Seketika pandangan Yebin teralih pada Hyunjin, membuat ia mempertanyakan tentang apa yang membuat Yebin memandang dirinya. "Kenapa kau memandangku noona?" tanyanya.

"Dimana kakakmu? Bukankah hanya dia yang bisa membujuknya?" Sudah lama Yebin merelakan Minho untuk Sinb, karena gadis itu tidak banyak tingkah seperti Dahyun. 

"Jangan libatkan noonaku dalam hal ini. Mulai dari sekarang sampai kapan pun, tidak ada lagi nama kakakku di sini."

"Kenapa?" seseorang menyahut dan itu adalah Minho.

"Ketua!" seru mereka serempak, berdiri dan membungkuk. Diskusi mingguan memang selalu mengedepankan kedisiplinan seperti ini.

Minho memberikan kode untuk mereka duduk kembali. "Ada apa dengan Sinb?" tanyanya yang tidak bisa membendung rasa penasarannya. 

"Ini adalah perkumpulan mingguan, sebaiknya tidak membahas masalah pribadi, Hyung." Hyunjin memperingatkan, ia sudah berjanji untuk tak mengatakan apa pun kepada siapa pun pada Sinb. Kali ini ia tidak akan memihak Minho lagi.

Minho diam, ia sadar jika Hyunji tidak ingin kakaknya terlibat dalam urusannya. Apakah mungkin, ia sudah berjalan terlalu jauh?

Minho pun diam dan semua orang memandang Hyunjin dengan tatapan tak percaya. Pertama kalinya Hyunjin membantah ucapah Minho. Ini benar-benar diluar dugaannya.

Pembahasan pun dilanjutkan dengan beberapa hal dan keputusan terbesarnya adalah, Minho mengalihkan kekuasaan pada Changbin. Sementara Minho mengatakan akan istirahat dari semua kegiatan kelompoknya.

---***---

Di balkon kamar dengan semilir angin yang masuk, Sinb duduk memandang kosong pepohonan di hadapannya, terik mentari tak membuatnya berhenti melakukan aksi tak berguna seperti ini. Ia masih mengingat bentakan kedua pria itu saat dirinya menghina Dahyun. Mereka jelas-jelas masih mempedulikan Dahyun di atas segalanya. 

"Sinb-ah ...." Tiffany memanggilnya.

"Ya, eomma," jawabnya tanpa menggeser dari posisinya. Ia sangat malas untuk melakukan apa pun sekarang, hanya melamun dengan segudang pikirannya yang membuat otaknya ingin meledak.

"Ada Soyeon bersama teman-temannya," teriak Tiffany lagi, membuat Sinb berpikir.

"Soyeon? Teman-temannya?" Ia mungkin bisa menerima Soyeon untuk masuk, tapi teman-temannya? Siapa lagi teman-teman Soyeon kecuali dirinya.

"Eomma, biarkan Soyeon naik ke atas!" pinta Sinb dan terdengar suara Tiffany yang mempersilahkan Soyeon untuk masu ke atas.

"Sinb-ah ...," panggil Soyeon yang terlihat sedikit panik. 

Sinb pun berdiri dan Soyeon tiba-tiba memeluknya. "Kenapa kau ingin pindah?" tanyanya yang tak rela dan sekaligus khawatir pada Sinb. Melihat hal ini, entah mengapa Sinb merasa terharu, ternyata dirinya masih memiliki sahabat yang mempedulikannya dengan sepenuh hati.

"Aku lelah menghadapi mereka, jadi lebih baik berakhir seperti ini. Semuanya akan mempermudah kita semua untuk tak saling menyakiti," ungkapnya yang membuat Soyeon mulai memahaminya.

Mereka pun melepaskan pelukan itu dan kali ini Sinb menatap Soyeon penuh selidik. "Siapa yang mengatakannya? Maksudku, aku hanya meminta izin karena sakit dan siapa teman-teman laku-lakimu?" Sinb terlihat penasaran dan Soyeon menyeringai.

"Aku mengancam Hyunjin dan ia pun terpaksa mengatakannya dan mengenai teman, kau mengenalnya," katanya yang tersenyum penuh arti.

Sinb mencoba untuk menduganya. "Minho dan Changbin?" Ia mencoba untuk menebaknya dan Soyeon menggeleng.

Sinb hanya menghela napas. "Siapa pun asal tidak berhubungan dengan dua pria itu," ucapnya yang tentu saja Soyeon tahu siapa yang Sinb maksud.

"Bukan mereka," balas Soyeon yang kali ini menarik tangan Sinb dan segera membawanya keluar dari kamarnya untuk turun kebawah.

Sinb yang penasaran pun dapat menangkap sosok yang tak asing olehnya. "Woseok?" gumamnya dan Soyeon membenarkannya.

"Apa yang ku lewatkan? Kenapa aku tidak tahu kalian semakin dekat." Sinb mencoba untuk menggoda Soyeon.

"Diamlah mulutmu itu!" bisiknya dengan kesal dan Sinb hanya tertawa, tapi saat pandangannya jatuh pada sosok pria asing disebelah Woseok, Sinb merasa bingung.

"Ya, lalu siapa pria satunya?" tanya Sinb yang merasa asing dengan pria yang terlihat begitu tampan, tapi nampak dingin dalam bersamaan.

"Murid baru dibimbel yang ternyata adalah teman Woseok saat ia berada diluar negeri," terang Soyeon.

Sinb mencoba untuk memahaminya, tapi kenapa pria itu harus ikut kemari. "Lalu, kenapa kalian membiarkannya kemari?" tanyanya yang masih saja tak memahami. 

Soyeon tersenyum. "Dia belum begitu memiliki teman, sekalian kami ajak untuk datang kemari," lanjutnya yang membuat Sinb mencurigai sesuatu.

"Kau pasti merencanakan sesuatu?" Selidik Sinb dan Soyeon segera menepis itu.

"Ini hanya kebetulan. Ayo sambut mereka," ajaknya yang lagi-lagi menyeret Sinb dan Sinb hanya bisa pasrah dengan entah ide apa yang telah dipikirkan oleh Soyeon.

Saat mereka sudah saling bertatapan. Sinb tersenyum menyapa Woseok. "Bagaimana kabarmu Woseok ...." Sinb yang selalu ramah dan Woseok yang sudah menganggapnya teman.

"Baik, aku datang ke sini karena mengkhawatirkanmu, tapi kau malah bertanya tentang kabarku," protesnya dan lagi-lagi Sinb tertawa.

Tawa jenaka itu jelas tak terlepas dari tatapan seseorang. "Oh ya, perkenalkan dia temanku saat di luar negeri. Kebetulan ia ingin menetap di Korea. Namanya Lee Juyeon, panggil saja Juyeon," katanya dan pria yang bernama Juyeon itu pun mengulurkan tangannya berharap Sinb segera meraihnya. 

Soyeon segera menyenggol Sinb agar temannya ini segera meraihnya. Sinb pun dengan terpaksa menyambut tangan Juyeon yang entah mengapa, ia merasa dingin. "Kang Sinb," gumam Sinb.

"Lee Juyeon, senang berkenalan denganmu," katanya penuh minat dan Sinb hanya bisa tersenyum dengan kikuk. Sementara Soyeon berusaha menahan tawanya dan Woseok memandang Soyeon, lalu beberapa kali menghela napas.




UPROAR | SINB | SKZ Where stories live. Discover now