Hanya tersisa empat orang yang akan menjadi inti dari pembahasan ini. Yebin, Hyunjin dan juga Minho, lalu Sinb sebagai pengatur jalannya sebuah diskusi yang mungkin akan berjalan penuh dengan kealotan. Terutama Yebin yang semenjak tadi sudah menunjukkan ketidak sabarannya terhadap Minho. Ia seolah ingin memaki Minho sampai lidahnya keluh karena begitu terlihat seperti pria bodoh saat ini.
"Jadi kau ingin kami seperti ini?" Yebin memulai pembicaraan, ia memandang Sinb yang kini mengangguk dan Yebin lebih marah lagi kepada Sinb. Sepertinya kedua orang inis angat cocok disebut sebagai pasangan gila yang ingin ia pukul sampai kemarahannya hilang.
"Ya, seheboh mungkin," balasnya pada Yebin yang membuatnya menghela napas panjang. Ia tidak tahu lagi dengan pikiran gadis ini, bagaimana bisa dirinya melakukan semuanya.
"Minho juga akan melakukannya dan kau mulai sekarang akan mendekati Dahyun. Sikapmu harus sama seperti sebelumnya. Ku rasa kau akan sangat senang dengan cara ini. Dia akan baik-baik saja selama kau melakukan rencana kami dengan baik," kata Sinb memandang Minho yang seolah menyindirnya dan Minho masih saja diam.
Hyunjin yang memperhatikannya tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya merasa seharusnya saudarinya ini tidak harus masuk dalam perseteruan yang awalnya tidak melibatkannya. Namun, karena hubungan yang disebut dengan cinta ini membuat saudarinya menjadi target.
"Kalian bertiga sudah mengerti? Aku harap kau membantu menyusunnya dengan benar," katanya yang tertuju pada Yebin dan gadis ini hanya bisa memutar bola matanya, kemudian ia memilih untuk berbalik.
"Dasar brengsek! Tapi, aku lebih membencinya dan ingin melihat semua omong kosong ini berakhir!" pekik Yebin yang kali ini pergi.
"Hyunjin-ah, bawa ia kembali," perintah Sinb yang ingin membuat Hyunjin membawa Minho kembali dan kali ini Sinb menunjukkan wajah marahnya yang semenjak tadi ia tutupi.
"Kenapa aku harus mengantarkannya?" Hyunjin menjadi bingung, Minho pun menarik tangan Sinb untuk tidak meninggalkannya.
"Kau ingin pergi kemana?" Setelah seperti terombang-ambing dalam pikirannya, kini ia telah kembali pada kesadarannya.
Tatapan kemarahan Sinb yang tak memudar sama sekali. "Bukan urusanmu! Jalankan saja tugasmu dengan benar dan aku juga sudah menjalankan tugasku. Berhasil atau tidak ... itu tergantung padamu," ucapnya yang kali ini menepis genggaman tangan Minho dan pergi meninggalkannya.
Menurut Sinb, tugasnya untuk memberikan solusi telah usai. Kini hanya perlu melihat semuanya berjalan sesuai rencana. Tentang bagaimana detailnya, mereka semua bisa berimprovisasi dalam melakukannya. satu hal yang terpenting dari semua cara yang akan mereka lakukan hanya untuk sebuah tujuan yang sama yaitu menangkap pelaku sebenarnya.
Hyunjin pun menghela napas. "Hyung, ayo kita pergi," ajaknya yang kali ini menuntun Minho untuk kembali pulang.
---***---
Sinb terlihat duduk termenung di bawah pohon, ia merasa telah melakukan segalanya yang ia bisa untuk membantu Minho. Meskipun kenyataannya dirinya yang selalu merasakan kekecewaan setiap kali Minho selalu melindungi Dahyun.
"Apa yang kau risaukan?" tanya seseorang dan itu adalah Juyeon.
Sinb terkejut sosok itu tiba-tiba berada di sampingnya. Bahkan ia menarik kepala Sinb untuk bersandar pada bahunya. Suasana yang menunjukkan sedikit kepedulian dan perhatian dari Juyeon mata Sinb berkaca-kaca. Kalau saja Minho sebaik Juyeon, mungkin Sinb tidak akan merasa hampa seperti ini.
"Kalau kau ingin menangis, maka menangis lah, aku akan menemanimu," ucapnya dengan lembut dan Sinb pun menangis dalam diam, sampai ia tidak tahu berapa lama dirinya tertidur dan terus bersandar pada bahu Juyeon.
"Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Sinb yang merasa tidak enak telah membuat Juyeon harus menungguinya seperti ini.
Dilihatnya Juyeon berusaha untuk menggerakkan bahunya. "Apa itu menyakitkan?" tanya Sinb yang bergegas untuk memijatnya. Juyeon tersenyum, ia senang karena Sinb mulai menunjukkan kepedulian kepadanya.
"Maafkan aku," katanya dan Juyeon menggeleng.
"Aku menyukainya, ketika kau lebih sering menghabiskan waktu bersamaku," ucapnya yang membuat Sinb malu.
"Kau sangat pandai membual, untung saja kau memiliki mental yang kuat," balas Sinb yang membuat Juyeon tertawa.
"Apa hubungan semua ini dengan mental?" tanyanya pura-pura tidak tahu.
"Ya, kalau tidak mungkin aku sudah menyukaimu saat pertama kali kita bertemu," ungkap Sinb yang membuatJuyeon cukup senang.
Pria ini menghela napas. "Aku sangat berharap mentalmu lemah dan itu membuatmu menyukaiku saat ini," akui Juyeon yang membuat Sinb terbahak.
Bahkan perutnya sampai sakit sangking ia merasa kata-kata Juyeon ini cukup lucu. Hal ini mengingatkannya pada Minho kembali, padahal ia tidak menuntut pria itu untuk memiliki selera humoris. Memberikan rasa kekhawatiran sedikit saja kepadanya, mungkin Sinb akan merasa bersyukur.
"Kau melamun lagi." Kali ini Juyeon meletakkan kedua tangannya pada pipi Sinb, meminta gadis ini menatapnya dan berharap hanya fokus pada dirinya.
Kedua tatapan mata mereka bertemu, lalu berlahan Juyeon mendekat dan mencium Sinb secara tiba-tiba. Sinb membeku, ia seolah merasa mendapatkan sebuah sengatan listrik yang membuatnya tidak mampu menunjukkan ekspresi apa pun.
Bibir lembut itu hanya menempel tanpa melumatnya, detak jantung Sinb berpacu begitu cepat dan ketika ciuman itu menghilang dan suara Juyeon terdengar, seolah Sinb kembali pada mimpi panjang.
"Aku hanya ingin jujur kepadamu kalau ciuman itu adalah seluruh perasaanku kepadamu. Kau bisa memikirkannya dan memberiku jawaban. Apa pun keputusanmu, aku akan menerimanya," ungkap Juyeon yang terdengar begitu tulus dan sangat tiba-tiba.
Sinb mulai mengedipkan matanya beberapa kali. Lidahnya terasa keluh, seolah ia mendapatkan serangan kebisuan. Perasaannya bercampur menjadi satu. Ia masih berangan-angan mendapatkan cinta Minho, tapi di sisi lain ia juga tidak bisa mengabaikan Juyeon. Pria ini begitu baik dan tidak ada yang mempedulikan dirinya lebih baik dari Juyeon.
Haruskah ia mempertimbangkan perasaan Juyeon? Mengingat, tidak ada harapan lagi baginya bersama Minho.
"Jangan terburu-buru menjawabnya, kau bisa mengatakan ketika kau telah memiliki jawabannya," ucapnya dengan nada suara yang tenang. Tidak menunjukkan kegugupan yang seharusnya membuat Sinb merasa tidak nyaman.
Sinb tidak memiliki hal lain kecuali mengangguk dan terdengar helaan napas dari Juyeon. "Apa pun jawabanmu ... kita masih bisa berteman, kan?" tanya Juyeon yang mengulurkan tangannya dan Sinb segera menyambutnya.
Pria ini pun memeluk Sinb dan gadis ini tidak menolaknya. Ia merasa nyaman di sisi Juyeon yang selalu memberikannya ketenangan yang tak pernah Sinb dapatkan dari siapa pun.
Tanpa mereka sadari, dua sosok yang tak lain Minho dan Hyunjin belum pulang dan memperhatikan keduanya. Hyunjin memeriksa Minho yang seolah marah dengan apa yang ia lihat, tapi tidak bisa melakukan apa pun.
"Jangan terlalu lama melihatnya, aku tidak ingin hyung mengacau dan membuat noona marah lagi," kata Hyunjin dengan hati-hati.
Sebab, kemarahan Minho itu lebih mengertikan dari seluruh temannya. Kekuatannya akan jauh lebih besar, karena itu dia bisa menjadi pemimpin di sini. Bukan hanya kekuasaan dari keluarganya, tapi kekuatan dengan menakhlukan semua ketua gang yang ada.
"Kau awasi pria itu, entah mengapa aku merasa dia mencurigakan," katanya.
"Katakan saja kau cemburu, dia lebih pendiam dan juga tak kalah wajahnya dibandingkan dengan dirimu. Aku lebih setuju noona bersama dengannya karena ia tidak akan pernah membahayakan noona dengan melibatkannya dengan banyak pertarungan," gumam Hyunjin yang tidak didengar oleh Minho.
YOU ARE READING
UPROAR | SINB | SKZ
Teen Fiction"Hyunjin, katakan padaku siapa yang memukulimu?" Bentak Sinb saat melihat sekujur tubuh dongsaengnya ini penuh memar. "Itu bukan urusanmu!" Kata Hyunjin dingin, menepis tangan Sinb yang mencoba untuk menyentuhnya. "Wae? Aku akan menghajar siapapun y...