Mimpi Buruk di Siang Bolong, yang Sialnya Benar Kejadian
________________________________Distrik Songcheon-gu, Doseon-dong, lingkungan dimana Kim Jisoo dan keluarganya tinggal sejak sekitar 20 tahun terakhir. Butuh waktu cukup lama sampai akhirnya pada usia ke-lima, Jisoo dapat menempati rumah tanpa harus berpindah-pindah lagi seperti sebelumnya.
Rumah itu adalah bukti kerja keras sang ayah yang kini telah pergi meninggalkan ibu, ia dan adiknya untuk selamanya.
Sekitar lima bulan lalu. Pertengahan Desember dekat dengan perayaan natal dan tahun baru yang dinanti-nanti seluruh umat kristiani juga sebagian besar penduduk di muka bumi. Saat itu pulalah kelarga harmonis itu dilanda tsunami kesedihan dari sebuah perpisahan. Perpisahan beda alam.
Kim Woobin, suami sekaligus ayah dalam keluarga itu meninggal tanpa sepatah katapun memberi pesan pada mereka. Tak pernah sakit, atau mengeluh tentang apapun, dan kemudian pergi dengan tiba-tiba.
Rasanya seperti mimpi buruk di siang bolong, yang sialnya benar kejadian.
Meski Kim Woobin bukan seorang yang berpengaruh dunia atau seorang pahlawan nasional yang disegani Negara, tetap saja pria tua itu adalah tulang pungung keluarga yang selama ini rela mengorbankan dirinya demi mereka.
Jisoo baru benar-benar menyadari itu setelah kepergiannya.
Selama ini, sang ayah bekerja sebagai sekretaris pribadi direktur rumah sakit dimana Jisoo juga bekerja sekarang. Berkat pekerjaan yang tekun dilakoni ayahnya itu, keluarga Jisoo bisa hidup berkecukupan tanpa perlu memikirkan esok bisa makan atau tidak. Begitupun dengan pendidikan dan jaminan kesehatan yang bisa dikatakan tak perlu dikhawatirkan.
Namun, beberapa hari setelah sang ayah dikremasi fakta kejam bertubi-tubi menghampiri kesadarannya agar segera bangun dari keterpurukan.
Ternyata ayah dan ibunya memiliki hutang yang cukup besar pada rumah sakit untuk menutupi sisa tagihan yang melampaui batas asuransi kesehatan pegawai, untuk pengobatan sang ibu yang harus menjalani transplantasi ginjal beberapa tahun lalu. Juga, pinjaman lain tepat saat ia akan masuk kuliah.
Jadi selama ini ia kuliah dengan uang pinjaman?
Astaga, Jisoo benar-benar merasa bersalah sekaligus terbebani. Dan ya, kalian pasti tahu atau setidaknya bisa membayangkan bahwa biaya untuk kuliah di jurusan kedokteran tidak murah.
Syukurlah meski demikian, mereka masih memiliki hak dana pensiun juga harta benda seperti mobil dan sepetak tanah di desa yang bisa dijual untuk membuka kedai makanan kecil di pertigaan sebelum memasuki gang rumah mereka. Setidaknya dengan kedai kecil ini, hidup mereka tak akan luntang-lantung dan dikasihani.
Begitu juga keringanan yang diberi langsung oleh direktur rumah sakit sebagai ucapan terimakasih atas pengabdian sang ayah. Beliau melunasi hutang ayahnya secara cuma-cuma.
Merasa tak enak hati menjadi hutang budi, sang ibu meminta agar pak direktur tetap menganggapnya hutang sampai suatu saat bisa dilunasi, walau dengan angsuran kecil tiap bulan. Yah, pak direktur tak mempermasalahkan niat baik itu. Syukurlah.
Namun, lagi-lagi keluarga Jisoo tak bisa bernafas lega hanya dengan kemudahan dan pertolongan yang diberikan. Nyatanya ada saja orang jahat yang bahkan tak ada kaitan apapun sebelumnya dengan mereka ingin merusak sedikit perasaan bahagia itu.
Beberapa hari lalu, hanya dengan satu malam kedai kecil yang baru saja terlihat nafas kehidupannya mengalami pencurian dan dirusak hingga hampir 40% dari keseluruhan kedai.
Lagi-lagi sial.
Hanya itu kata yang tepat untuk nasib keuangan keluarganya bulan ini. Uang yang susah-payah mereka sisihkan untuk membayar hutang dan keperluan sebulan kedepan harus dipakai untuk memperbaiki kerusakan yang timbul agar dengan segera kedai bisa beroperasi kembali. Syukurlah renovasi tak memakan waktu lama hingga kini bisa pulih seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
[UN] REAL
FanfictionHow to know if something is real or not? There is evidence. -13.06.21-