"Mommy, sepertinya ada tetangga yang baru pindah ke seberang rumah kita." Kepala Junjun melongok dari jendela toko tempatnya belajar di sudut ruangan.
Zhan menegakkan tubuh di balik lemari etalase setelah merapikan roti-roti di dalam baki. Kakinya melangkah keluar seketika karena didorong oleh rasa penasaran. Ia mendekati meja putranya dan bersamanya melihat ke seberang jalan.
Zhan menemukan sebuah truk pindahan terparkir rapi di depan rumah yang selama ini selalu kosong. "Bagus kalau begitu. Kita jadi punya tetangga baru lagi."
Junjun menarik kepalanya. "Ya, dan aku jadi tidak bisa main basket lagi di lapangan rumah itu karena sudah ada penghuninya," keluhnya sambil kembali mempelajari buku di hadapannya.
Zhan menarik napas dalam-dalam dan berusaha terdengar meyakinkan. "Kalau kau ingin main, tinggal izin saja. Asal kau memintanya baik-baik pasti diizinkan."
Saat Junjun mengangkat wajahnya, eskpresi memohon yang ditunjukkan oleh bocah sembilan tahun itu sangat mirip dengan ayahnya. Tapi Junjun tidak akan pernah tahu siapa ayahnya.
"Mommy, bisakah kalau kau saja yang menanyakannya?" Ia mengayunkan tangan ibunya. "Please ..."
Hati Zhan pilu melihat kekecewaan di wajah sang putra ketika ia menggeleng. "Sudah saatnya kau belajar untuk berhadapan sendiri dengan orang lain tanpa bantuanku." Perlahan Junjun melepaskan tangannya. Zhan mendesah lalu menangkup wajah putranya. "Dengar Junjun, kau sudah sembilan tahun. Kau bisa melakukannya sendiri tanpa bantuanku lagi, hmn? Nyatakan keinginanmu sendiri."
Orang-orang selalu bilang kalau Junjun terlalu pendiam terhadap sekitarnya. Ini bisa jadi pelajaran pertamanya mengenai sosialisasi lingkungan.
Junjun menatap nanar pada sang ibu. "Tapi apa yang harus kukatakan padanya? Aku, kan, tidak mengenalnya, mommy."
Selalu itu alasan putranya kalau Zhan menyuruhnya menyapa tetangga.
Zhan menurunkan tangan dan menegakkan tubuhnya. "Kau bisa berkenalan dulu. Tanyakan namanya. Kalau dia wanita panggil dia bibi, kalau pria panggil paman. Kalau dia lebih tua sedikit darimu kau bisa memanggilnya gege atau jiejie. Lalu tanyakan apakah kau diperbolehkan untuk bermain bola basket di lapangannya setiap hari? Begitu saja."
"Kalau dia menolak?"
"Maka kau tidak boleh memaksanya. Bilang terima kasih lalu pulang. Mengerti?"
"U-uh ..." Junjun mengerutkan keningnya karena merasa itu tugas yang berat.
Zhan tersenyum seraya mengusap kepalanya. "Itu bukan hal yang sulit, kok. Kau bisa melakukannya, sayang."
"Kalau dia menolak berarti aku tidak bisa main basket lagi," keluhannya berlanjut.
Zhan bisa memahaminya karena Junjun sangat menyukai basket. Zhan masih ingat betapa senangnya bocah itu saat dihadiahi bola basket sewaktu ulang tahunnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A LITTLE SECRET ✓
FanfictionXiao Zhan tak mengira akan bertemu kembali dengan Wang Yibo setelah sepuluh tahun berpisah. Namun, kali ini Xiao Zhan bertekad supaya Wang Yibo tidak boleh lagi mendekati dirinya karena ia memiliki sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh pria...