Memang sudah seharusnya Sabtu-Minggu adalah jadwal mereka ketemu. Itu rutin dan wajib kecuali ada hal penting yang jadi penghalang. Misal, salah satu dari mereka keluar kota atau justru ke luar negeri seperti yang akan terjadi sekarang.
Sejak Jum'at malam Jimin maksa nginep di apart Yoongi. Omong-omong Yoongi kasih tau jadwal keberangkatan ke LA di pagi harinya. Jimin masih agak trauma tentang kejadian di masa lalu. Jadilah rengekan manja sepanjang weekend jadi soundtrack diapart Yoongi.
"Kak Gii?!"
Yoongi hela napas, dalam hati sedikit dongkol. "Apa lagi ya, Tuhan..." rutuk Yoongi sambil taruh gelas dimeja setelah tandas minum air putih buat lepas dahaga sehabis nyicil packing.
"Min Yoongiiii.."
"Apa, Jimin? Apa?" Yoongi menanggapi dari tempat. Masih belum berpindah dari pantry, sekadar natap Jimin yang jalan mendekat sambil hentak kaki. "Mau apa lagi sekarang?"
Bibir cemberut, langkah spontan berhenti sebagai tanggap atas pertanyaan Yoongi yang terkesan kesel.
"Nggak jadi."
Nada ketus itu nggak diambil pusing. Yoongi masih diem dan belum mau ambil inisiatif buat mendekat. Jimin kalau lagi mode manja luar biasa bikin Yoongi pusing bukan kepalang. Dia gondok bukan tanpa alasan.
Sedari Jum'at malam Jimin udah ribut harus nginep di apart. Sabtu ngekorin Yoongi ke agensi, seharian, sampai dia harus kucing-kucingan supaya bisa meeting sama atasan. Semalam, minta dibacain dongeng sebelum tidur. Dan pagi ini, Yoongi dilimpahi rengekan supaya batal ke LA atau kalau nggak mau Jimin harus ikut.
Kalau Yoongi ke LA liburan mungkin dia bakal senang hati ajak Jimin, tapi ini dia kerja. Jimin juga nggak mungkin absen dari sanggar. Oh, Jimin sekarang jadi salah satu guru di sanggar tari punya Hoseok. Baru dirintis sekitar enak bulan tapi hasilnya lumayan!
Hembus napas kasar, Yoongi putuskan susul Jimin ke kamar yang pintunya sempat dibanting beberapa saat lalu.
"Sayang..."
Jimin nggak mau gubris. Milih kasih punggung buat Yoongi dan ngegulung diri pakai selimut setelah setel AC sampai minimum.
"Mau apa, hm? Kamu butuh sesuatu?" Yoongi masih sabar, usak lembut kepala Jimin buat narik atensi. Sayangnya, nggak berhasil. Dia tetep dicuekin. "Ya udah kalau mau tidur lagi, aku lanjutin packing di studio ya?"
Setelah bubuh satu kecupan manis dikepala, Yoongi akhirnya keluar. Ngeberesin hal yang sekiranya perlu dibawa untuk kebutuhan satu bulan.
Jimin masih bertahan, hatinya makin berat lepas Yoongi. Dia manja, marah, kesel, ngambek, tapi Yoongi tetep bersikap lembut. Jimin jadi merasa bersalah.
Pilih bangun dari posisi tidur, Jimin susul Yoongi ke studio setengah jam kemudian. Matanya merah berair sewaktu buka pintu. Ada punggung Yoongi yang sambut. Kesayangannya lagi terima panggilan dari atasan.
"Iya, semua udah beres. Jadinya Jihoon ikut? Oke, langsung ketemu di bandara aja. Oke."
Yoongi kaget tiba-tiba ada yang nubruk punggungnya. Dua tangan lingkar erat di sekitar tubuh yang sekarang lebih besar dari Jimin.
"Maaf, hiks.."
Lengan diperut Yoongi tepuk halus sebelum balik badan. Senyum tipis sambil usap kedua pipi Jimin yang basah. "Aku pergi buat kerja, Ji. Bukan buat main. Lagian aku udah janji ngabarin kamu terus kan? Kamu juga punya kontak Jihoon. Kamu bisa cari aku ke dia kalau aku nggak ada kabar. Ya? Aku maafin kalau kamu nggak nangis lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER
FanfictionBAGI YANG KUAT MENGHADAPI KENYATAAAN, SILAHKAN BACA SERIES KE-2 DARI "BF" INI 🤗 💌 happy reading 💌