"Ck, malesin."
Ia, tanpa dosa terlihat menduduki para murid yang terluka dan pingsan dibawahnya. Tangan kiri miliknya yang bertato itu memegang sebatang rokok yang hampir habis, kemudian menyesapnya dengan agak malas.
Tak lama, asap rokok menyebar kemana-mana, namun ia tak mempermasalahkannya sama sekali. Wajah yang terbilang tampan itu tetap memasang raut dingin. Rambut poni miliknya ia biarkan turun, dan wajahnya sedikit terluka, efek dari perkelahian diam-diamnya dibelakang sekolah.
Buk.
Kaki miliknya menginjak salah satu punggung milik murid yang pingsan, membuat tubuh itu sedikit tersentak.
Lelaki itu terkekeh, kemudian menghembuskan asap dari mulutnya.
Kenapa semua murid berandal itu pingsan? Itu semua ulahnya, ia sudah biasa. Menghajar seseorang demi kepuasannya sendiri, pemuda itu bisa dibilang maniak kelahi. Entah apa tujuannya, tidak ada yang tahu.
Hanma. Hanma Shuji, adalah nama lelaki perparas rupawan itu. Ia tak begitu mencolok, namun semua laki-laki mengenalnya dengan sangat baik. Dengan tubuh yang tinggi, tangan yang terukir tatto dosa dan hukuman–
Siapapun bisa langsung mengetahui tentangnya.
Siapa lagi kalau bukan "Shinigami?"
—"Sang malaikat maut."
Julukan konyol. Pikirnya.
Lelaki itu kemudian berdecak kesal. Ia sama sekali tak puas. Pasalnya ia belum pernah berhadapan dengan lawan yang sepadan, dan jujur itu membuatnya agak sedikit frustasi. Namun, Hanma tetaplah Hanma, setidaknya ia harus menghajar satu orang setiap harinya agar ia merasa puas.
Tapi, bukankah itu gila?
Memang.
Ia sudah terbiasa hidup didunia monoton seperti itu, mengulanginya kembali seperti orang yang tak tahu arah tujuan. Hanma kosong, ia butuh sesuatu untuk mengisi hatinya.
Namun, ia tak tahu apa itu.
Tap.
Tap.
"Oi, Hanma."
Suara yang tak asing itu berseru. Membuat Hanma tersadar, manik oranye miliknya menatap lelaki berseragam acak-acakan itu dengan tatapan yang sedikit bingung.
Penasaran, ia lalu berdiri dan menghampiri teman dekatnya itu, Hanemiya Kazutora.
"Ada apa?" Hanma tak suka basa-basi, jadi ia langsung bertanya. Raut wajah Kazutora terlihat sedikit ragu, namun tak lama ia menjawab. "Kau dipanggil ke ruangan guru. Sepertinya kau gagal dalam ujian lagi haha."
Kazutora tertawa kecil, sukes membuat Hanma mendengus kesal. "Oh dan juga, apa kau berkelahi lagi? Dasar bajingan gila. Mereka itu adik kelas tahu." Kazutora menunjuk tubuh pingsan dibelakang Hanma, dan Hanma hanya bisa bergidik, pura-pura sok polos.
Pemuda tinggi itu lalu menjawab dengan nada datar, "Mereka duluan yang cari urusan denganku, jadi kusikat saja sekalian." Tangannya bergerak untuk membuang puntung rokok yang sedari tadi ia genggam, kemudian ia menginjaknya di tanah dengan keras.
Lelaki bertato harimau di leher itu menghela nafas lelah, "Terserahlah, yang penting kau dipanggil oleh guru, cepat pergilah. Lagipula aku hanya datang kesini untuk menyampaikan hal ini."
Hanma mengangguk, lalu menepuk-nepuk bagian lengan seragam SMA-nya yang sedikit kotor. "Yasudah, sampai jumpa."
Kazutora menyeringai, "Semoga beruntung kawan!"
Ucapannya lalu dibalas dengan jari tengah milik Hanma.
***
"Hanma Shuji! Apa kau tidak malu? Berperilaku buruk seperti ini dan menjadi berandal? Pikirkan orang tuamu! Setidaknya nilaimu minimal enam puluh, dan kau dapat berapa? Tiga puluh lima!"
Pria paruh baya selaku wali kelas Hanma itu berteriak dengan kesal. Didepannya, Hanma berdiri dengan raut wajah yang masih datar. Ia tak peduli, dan tak ingin tahu.
"Ah, malesin." ujarnya dalam hati.
Pria itu, Waka-sensei, menghembuskan nafas lelah. Ia lalu kembali menghadapi komputernya yang masih menyala, namun bibirnya lantas berkata, "Saya sudah tahu kalau kamu akan tetap begini, maka dari itu saya telah memanggil Kisaki untuk jadi pembimbing tambahan belajarmu."
Hanma tersentak. Apa? Tambahan belajar? Tutor maksudnya?
Dengan raut wajah kesal, Hanma berseru, "Tapi sensei, saya bisa belajar sendiri dan-" Namun sebelum ia bisa menyelesaikan kata-katanya, Waka-sensei kembali berbicara dengan nada ketus. "Tidak, kamu akan belajar bersama Kisaki, dia adalah salah satu murid yang cerdas di angkatanmu, saya mempercayainya."
Hanma mendegus kesal, ia lalu mengusak surainya dengan kasar, sedikit frustasi. Kalau saja dia bukan guru, Hanma pasti sudah menghabisinya sekarang juga.
Tapi tunggu, Hanma memang sering membolos dan jarang masuk kelas, namun nama itu tampak tak asing ditelinganya. Mungkin ia pernah mendengar itu saat pertama kali ia naik ke kelas tiga.. atau saat ia melihat papan peringkat? Entahlah.
Ia sedikit penasaran.
Kisaki itu.. seperti apa? Ia benar-benar lupa kalau sudah berurusan dengan nama. Mengingat nama milik orang asing sangat tak perlu, pikirnya. Walaupun begitu, nama yang selalu Hanma ingat hanyalah nama teman-teman satu gengnya,
Kazutora, Baji, Ran dan Koko.
Hanya itu.
Hanma terdiam mematung. Namun, tiba-tiba suara geseran pintu sukses membuatnya kembali sadar pada realita.
"Oh, Kisaki." Waka-sensei berseru. Hanma lantas menoleh kearah pintu, melihat seseorang yang berdiri disana dengan agak gugup.
"Ah." Hanma menatapnya.
Dengan itu, Hanma tak bisa lari lagi.
Hari ini benar-benar sial untuknya.
.
.
.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
colourful | hankisa
Fiksi Penggemar" just by interacting with you, by the time I realise it, this world becomes colorful, as if flowers are blooming. " ; love letter - yoasobi status : [ COMPLETED ] warn ; cliché written in INA language. © tokyo revengers and all characters belongs...