Suara dari arah dapur pada pagi hari sekali itu terdengar cukup keras. Mulai dari suara pisau yang beradu dengan talenan, maupun suara dari penggorengan yang tengah menggoreng sesuatu.
Rumah itu tampak sepi, namun lelaki yang memakai celemek itu nampak cekatan dalam mengaduk penggorengannya yang terisi oleh telur. Hari ini orang tuanya sibuk bekerja, jadi mau tidak mau ia harus memasak sarapannya sendiri kali ini.
Kisaki tidak terlalu pandai memasak, tapi skill miliknya tidaklah buruk. Makanan buatannya layak untuk dimakan kok. Bahkan, terkadang teman-temannya pun, seperti Izana, sering meminta isi dari bento miliknya.
Ah, iya.
Bento.
Untuk hari ini, kotak bento itu ada dua buah.
***
"Ohayo, Kisaki. Bagaimana kencanmu?"
Lelaki itu tersentak, kemudian ia menoleh, dan mendapati pemuda bersurai putih itu tengah meletakkan tasnya di sebelah bangku miliknya.
Kisaki berdecih pelan. "Tidak buruk."
Lelaki disampingnya itu tertawa, lalu menaikkan sebelah alisnya. "Begitu kah? Apakah kalian sudah... You know." Izana kemudian menyatukan tangannya. Lalu tangan itu bergerak, dan menyatu. Seperti seseorang yang tengah berciuman.
Sontak, iris biru keabu-abuan milik Kisaki membulat sempurna, ia sedikit memerah.
"Mana ada."
Izana tersenyum remeh. "Kau payah."
Kisaki menanggapinya dengan decakan malas. Sekali lagi, ia menumpu dagunya dengan tangannya, melihat kearah jendela. Fajar telah menyingsing, dan matahari mulai menyinari seluruh ruangan kelas.
Ditengah lamunannya, ia teringat perkataan pria paruh baya selaku wali kelas lelaki jangkung itu kemarin. Ia mengatakan bahwa telah ada peningkatan dalam nilai Hanma. Yang berarti, tambahan belajar darinya cukup membantu Hanma dalam nilai akademiknya.
Setelah ini, mungkin mereka tak perlu untuk belajar bersama lagi.
Tentu saja Hanma belum mengetahui tentang hal ini.
Jujur, Kisaki senang mendengar hal itu. Tapi, kenapa rasanya ada sesuatu yang mengganjal didalam hatinya? Seharusnya ia senang bukan jika lelaki menyebalkan itu pergi dari hidupnya?
Tapi kenapa?
Kenapa ia tidak ingin lelaki itu pergi?
Apakah setelah ini Hanma akan benar-benar tidak akan pernah mengusik dirinya lagi?
Tidak.
Kisaki tidak ingin hal itu terjadi. Bagaimanapun juga, ia telah menaruh hati pada lelaki tinggi itu.
Namun, dirinya juga bingung.
Sebenarnya mereka ini apa? Teman?
Konyol.
Teman macam apa yang sudah berani untuk mengajaknya berkencan seperti itu?
Kisaki menghela nafasnya.
"Aku harus bagaimana..?"
***
Semilir angin menerpa surai dwi warna miliknya yang ia biarkan turun. Ia berdiri didekat pagar atap sekolah. Tidak untuk melakukan sesuatu, tapi hanya untuk menikmati waktu sendirinya saat di jam istirahat seperti biasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
colourful | hankisa
Fiksi Penggemar" just by interacting with you, by the time I realise it, this world becomes colorful, as if flowers are blooming. " ; love letter - yoasobi status : [ COMPLETED ] warn ; cliché written in INA language. © tokyo revengers and all characters belongs...