Diawali dengan pertanyaan dan keheranan saya, mengapa banyak orang India yang menempati posisi-posisi puncak di banyak perusahaan teknologi raksasa seperti Google, Microsoft dan lainnya.
Setelah saya cari tahu ternyata semua orang India yang pernah menjadi CEO perusahaan-perusahaan global adalah berkasta Brahmana. Ini mereka: Satya Narayan Nadella (CEO Microsoft), Sunder Ranjan Pichai (CEO Google), Indra Nooyi (CEO PepsiCo), Shantanu Narayen (CEO Adobe Systems), Rajeev Suri (CEO Nokia). Mereka semua berkasta Brahmana. Bahkan Kamala Harris, Wapres AS saat ini, memiliki ibu berkasta Brahmana.
Tidak ada yang berkasta Ksatria, tidak ada Waisya, tidak ada Sudra, apalagi orang di luar kasta (Dalit). Mungkin ada yang dari kasta atau suku lain di India, tapi yang saya ketahui dan langsung terlihat adalah mereka dari kasta Brahmana.
Kasta Brahmana itu tidak banyak. Di India, hanya sekitar 5% dari penduduknya. Kasta ini seperti yang kita tahu adalah kasta para pendeta, pemuka agama, dan guru. Jadi, tugas mereka sejak ribuan tahun lalu, terutama, adalah belajar agama. Tetapi, mungkin karena biasa belajar mereka kemudian belajar apapun. Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kasta Brahmana. Sampai India merdeka, hampir semua anak India yang kuliah hanya berasal dari kasta Brahmana.
Indra Nooyi, mantan CEO PepsiCo saat ini, bercerita bahwa di lingkungan Brahmin tempat ia dibesarkan, yang dipentingkan adalah pendidikan. Para ibu dari kalangan Brahmana kalau bertemu tidak bergosip soal tetangga atau belanja, tetapi mereka saling menanyakan prestasi anaknya: ranking berapa, nilainya berapa, dan seterusnya. Setiap anak diharapkan setidaknya dapat gelar S-2. Kalau bisa, S-3.
Nah, saat kaum Brahmana begitu mementingkan pendidikan, kasta-kasta lain beda ceritanya.
Kasta Ksatria di India, umumnya berusaha masuk militer. Kasta Waisya, dahulu hanya mementingkan cari uang. Baru belakangan ini mereka mulai melihat bahwa pendidikan itu penting dan mereka mulai menyekolahkan anaknya hingga tinggi.
Kalau kasta Sudra, di masa lalu malah dilarang belajar. Jadi tidak ada tradisi belajar. Kaum Dalit lebih sengsara lagi. Pendidikan untuk warga Sudra dan Dalit itu sangat buruk. Sekitar 20 tahun lalu, bahkan ada negara bagian, yang menteri besarnya (semacam gubernur) itu buta huruf, yaitu Rabri Devi.
Kaum Dalit bahkan mendapat diskriminasi dari guru dan teman-temannya. Guru kadang menyebut anak Dalit tidak bisa mengerti kalau tidak dipukul. Kadang diberi pekerjaan yang kotor-kotor di sekolah. Kalau di perguruan tinggi, kadang dosen sengaja membeli nilai buruk atau kadang tidak memberi bantuan.
Intinya, kaum Brahmana pendidikannya tinggi-tinggi, tidak seperti kasta lain di India.
Piawai bersosial juga menjadi kunci mereka. India itu negara sangat kompleks, mungkin jauh lebih ruwet dari Indonesia. Lapisan di India lebih banyak daripada Indonesia, mulai dari lapisan kasta, suku, bahasa, dan agama. Mereka memililiki budaya sendiri-sendiri. Perbedaan ini membuat orang India sangat fleksibel, semua bisa dirundingkan dan dinegosiasikan.
Bagaimana orang India pintar menyesuaikan diri, Anda bisa lihat dari lomba spelling bee, lomba mengeja Bahasa Inggris, di Amerika Serikat yang digelar sejak seabad silam. Sejak 2008, semua pemenangnya keturunan India. Mereka begitu menyesuaikan diri, sehingga tidak sedikit yang lebih pintar berbahasa Inggris daripada orang keturunan Inggris.
Mungkin ini juga memberi jawaban, mengapa sepintar dan serajin apapun orang Jepang, tidak ada yang pimpin perusahaan dunia dari Barat. Mereka tidak "sefleksibel" orang India.
Tak hanya sekarang. Saat Sultan Akbar berkuasa di Kesultanan Mughal (ada di sinetron Jodha Akbar yang favorit emak-emak) yang Islam, menteri paling terkenal dalam sejarah bukan muslim, tapi orang dari kasta Brahmin, bernama Raja Todar Mal. Dia yang menyusun manajemen pajak pertanian India dan kemudian disempurnakan penjajah Inggris.
Begitulah, pendidikan memang merupakan awal kemajuan dari suatu bangsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vitamin Life
No FicciónTulisan mengenai hal menarik yang ingin saya ketahui dan bagikan. Menulis untuk mencerdaskan diri sendiri, dan orang lain. #30harikonsistenmenulis