1.1 jawaban dari pertanyaan-pertanyaan jinan

231 34 4
                                    

draft chapter ini sebelumnya kehapus, padahal udah di revisi, jadi chapter ini sekarang bener-bener versi belum revisi ㅠㅠ

.
.
.

Jinan menenteng sebuah plastik berisi kapas, alkohol, perban, dan plester bulat dari dalam apotek. Ia menaruhnya di atas meja, kemudian menarik kursinya mendekat ke kursi seseorang yang kini diam memegangi lututnya.

"Udah dicuci?" tanya Jinan, sembari melihat botol minumnya yang sudah kosong dan wilayah lukanya yang basah, namun terlihat lebih baik daripada yang tadi penuh pasir dan kerikil halus.

Jinan mengembalikan botol minumannya ke dalam tas sebelum botol merk tupperware itu hilang dan dirinya menjadi sasaran amukan Seokjin setelah memberikan botol lainnya kepada Soonyoung dan dihilangkan oleh bocah itu.

Daniel mengangguk untuk menjawab pertanyaan Jinan sebelumnya.

Jinan segera menuangkan alkohol di atas kapasnya. Kemudian perlahan-lahan menempelkan ringan di atas luka di lutut Daniel. Agak lucu, sih, diam-diam mereka saling memikirkan kebiasaan lama keduanya ini. Salah satu alasan Jinan suka membawa plester juga karena Daniel yang suka jatuh tiba-tiba dan menyebabkan dia lecet dimana-mana.

Tetapi keduanya tidak banyak mengeluarkan suara apalagi bicara selain ringisan yang keluar dari bibir Daniel ketika kapas dengan alkohol itu menyentuh lukanya. Sedikit lega juga ketika mengetahui lalu lintas jalan raya di depannya ramai sore itu oleh klakson atau deruan suara mobil dan motor yang mengisi kesunyian di antara mereka.

Keduanya seperti antar sepupu yang baru bertemu lagi saat dewasa di acara lebaran keluarga besar dan tidak kenal satu sama lain dimana faktanya dulu waktu kecil sering mandi bersama, sangat dekat, dan sangat akrab.

Keheningan itu berlanjut sampai Jinan menempelkan plester di atas perban yang menutupi luka Daniel. Selesai. Sekarang apa?

Daniel tentu harus mengatakan terima kasih ketika melihat gadis itu mengemas kembali kain kasa, alkohol, dan apapun yang tadi dibelinya. Daniel heran, kenapa sulit sekali bicara? Padahal Jinan dulu adalah satu-satunya orang yang selalu mengobrol dengannya.

Sebenarnya Jinan juga masih ingin disana. Masih ingin melemparkan banyak pertanyaan dalam kepala. Namun, melihat Daniel seperti tidak ingin berbicara atau bahkan berlama-lama dengannya—Jinan tidak tahu—sebaiknya ia pun segera pergi darisana.

"Sampai rumah jangan lupa dilepas ya dan diobatin ulang kayak tadi, gak perlu ditutup perban lagi," ucap Jinan. Ia melihat Daniel mengangguk-angguk pelan. Gadis itu menelan salivanya. "Ya udah, gue mau balik—"

"Jinan," panggil Daniel.

Rasanya tidak sesulit itu ternyata memanggil nama yang selama ini selalu dirindukannya. Dalam hati Daniel tersenyum kecil, akhirnya kembali menemukan Jinannya.

"Iya?"

"Thanks—oiya, laper gak? Kebetulan gue belum makan siang... lo mau ikut—nemenin gue makan?"

~❉~

Daniel tidak tahu tempat makan yang ada di daerah itu atau di dekat titik mereka berdiri itu dimana. Jadi ia memutuskan untuk mengajak Jinan ke salah satu cafe terdekat saja. Daniel memesan nasi goreng—menu paling murah, meskipun harganya dua kali lipat dari nasi goreng pinggiran—dan cola. Sementara Jinan pun akhirnya mengikuti Daniel untuk memesan nasi goreng dan lemon tea.

Jinan memutuskan untuk duduk di dekat jendela. Sambil mengamati kendaraan yang berlalu lalang, kali ini tidak ada suara bising yang mengganggu seperti sebelumnya. Hanya musik pop Indonesia tahun 2010an yang mengisi cafe itu.

Apsaradwipa - HYBE (bts • seventeen • gfriend • txt • enhypen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang