Bagian 13

763 114 18
                                    

Hari itu malam sudah menyapa. Angin musim gugur menerpa apapun yang dilewatinya. Orang-orang lebih memilih tinggal di dalam rumah, karena dingin yang begitu menusuk. Jalanan pun ikut berserakan oleh daun kering. Karenanya akses sedikit sulit dilewati.

Tapi Jaemin. Dengan kecepatan maksimal pada mobilnya, ia menginjak pedal gas. Mungkin ini kali ke sekiannya untuk melanggar aturan lalu lintas karena alasan yang sama. Tentu saja, hanya karena Winter, Jaemin bisa bertindak gila.

Gadis belia itu yang mampu mengusik kehidupan tenangnya. Ia bahkan mampu meluluh lantahkan perasaan seorang Detektif Na. Hingga hal gilanya, membuat detektif Na sulit menahan hasrat karena perasaan cinta yang entah sejak kapan muncul.

Jika sebelumnya ia ragu akan segala ucapan Winter yang mengklaim dirinya sebagai suami. Maka detik ini juga, jika Winter mengatakan itu, Jaemin akan langsung berlari dan memeluknya. Lalu berucap terimakasih karena telah menemukannya.

Dinding yang ia bangun sudah roboh seutuhnya. Ia tak bisa dipisahkan lagi. Setelah membaca cerita itu, rasanya jiwa yang bersemayam dalam tubuhnya kembali hidup. Ia seperti menemukan rumahnya kembali.

Sesampainya ia di rumah sakit, sesegera mungkin ia mencari kamar rawat sang kakak. Sosok pertama yang ditemuinya adalah Mama Yoona, ibunya sendiri.

Wanita tua itu mengernyit bingung. Pertama, keadaan Jaemin yang sedikit tak terawat. Wajahnya lesu dan tirus, juga kumis tipis yang mulai muncul sangat tak mencerminkan putranya. Ia bahkan kaget saat Jaemin histeris mencengkeram bahunya. Pria itu terlihat tak sabaran.

"Mama, dimana Winter?! Aku harus membawanya pulang." Serobot Jaemin yang tak tahu sopan santun. Pria itu kelihatan kelabakan.

Wanita tua itu bisa menangkap raut sedih, bahagia dan menanti di waktu bersamaan. Perlahan tapi pasti, ia mulai menurunkan cengkeraman itu. Membuat Jaemin berangsur tenng.

"Bukankah kau menyuruh temanmu untuk menjemputnya?"

Wajah sumringah Jaemin mendadak pudar. Pria itu memucat. Jaemin tak mengerti. Teman? Ia tak pernah menyuruh siapapun untuk bertemu Winter selama dirinya kacau.

"Iya, dia temanmu dari kepolisian." Itu Jeno yang menyahuti. Terlihat tengah berkemas untuk bergegas pulang.

"Siapa?" Ia kelabakan ingin tahu.

"Siapa lagi? Aku hanya mengenal satu orang sebagai teman detektifmu." Lanjut Jeno seraya menggendong kembali putranya.

Manik hitam itu membola.

"Lucas?" Tanyanya meyakinkan. Diberi anggukan pasti dari kakak iparnya.

Jaemin sibuk berfikir, untuk apa Luckas membawa Winter tanpa memberi tahunya.

Suara pembicaraan ibunya tak ia hiraukan. Beralih berancang lalu berlari dari ruangan. Mengundang kebingungan beberapa orang disana.

Jaemin menyusuri koridor kembali. Seraya membuka ponsel untuk menelepon Luckas. Namun, sebelum telepon itu tersambung, tiba-tiba seseorang mencengkeram lengannya.

Tubuh Jaemin ditarik paksa. Karena ketidaksiapannya, ia sedikit limbung. Membuatnya merutuk dan berteriak kasar pada seseorang yang menariknya. Pria di depannya terus saja menarik. Membawanya masuk ke dalam sebuah mobil.

"Informan Kun?" Wajah kebingungan menghiasi Jaemin. Pria di hadapannya terlihat begitu tenang. Memberinya senyum hangat.

"Halo detektif Na. Senang bertemu denganmu."

Pria yang diajak bicara sedikit kehilangan konsentrasi. Hari ini mengapa sangat membingungkan baginya. Pertama tentang fiksi bodoh Winter yang ternyata nyata, kedua tentang Winter yang malah dibawa Lucas tanpa memberi tahunya. Dan sekarang, informan senior ada dihadapannya, sedang menyapanya.

MEMORABLE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang