Suna sungguh kelewatan. Aku tahu kita sebagai kakak dan adik memang suka iseng, tetapi kali ini, aku jadi membenci Suna. Dia menculikku. Ia mengambil kesempatan saat aku sedang tidur siang. Aku memang terkadang tidur siang kalau dirasa mengantuk atau jam tidur malamku berkurang. Sialnya, itu terjadi kemarin dan hasilnya aku diculik ke tempat yang belum pernah aku kunjungi.
Bukan tempat aneh juga. Tempat wajar. Tepatnya sebuah Restoran Jepang yang sepertinya menu andalan mereka adalah onigiri. Sebentar, tiba-tiba satu clue terlintas di kepalaku, "Restoran punya Kak Samu?"
"Iya. Belum pernah, kan lo kesini?" ujar Suna dari arah belakangku. Sudah seperti sipir saja dan aku adalah tahanan.
Aku menggangguk tanda setuju. Belum genap langkah kakiku masuk ke area dalam restoran, tau-tau ada laki-laki lain yang keluar dari arah pintu.
"Woy, Bro!" sapa laki-laki itu, lalu tersenyum memamerkan deretan giginya.
Suna menghampirinya, kemudian mereka saling melakukan sapaan tangan, seperti gerakan mengangkat tangan dan menepuk telapak tangan satu sama lain. Sehabis itu, diiringi pula dengan pelukan. Mereka agaknya sudah lama tidak bertemu. Buktinya sekarang mereka malah saling menjitak kepala. Tak lama, leher Suna dipiting oleh laki-laki bersurai blonde itu.
"Ah, udah lama, ya kita gak ketemu."
Aku melongo saking fokusnya tadi pada kegiatan dua orang di hadapanku. Namun, buru-buru aku menyadarkan diri, "Iya, Kak Tsumu. Kakak apa kabar?"
Melepaskan pitingan pada leher Suna, Miya Atsumu menghampiriku. "Keren. Kakak makin keren. Makin tambah ganteng juga."
Aku tidak tahu harus menjawab apa pada Miya Atsumu yang kepedean, walaupun ucapannya tidak salah.
"Ayo masuk ke dalam? Samu udah siapin makanan, loh." ajak Atsumu.
Hampir saja aku sungguh melangkahkan kaki ke dalam dan membuat penyesalanku semakin bertambah, kalau tidak ada laki-laki lain lagi yang keluar.
"Kalian kenapa ribut-ribut di luar? Gak sopan sama tamu yang lagi makan."
Iya, siapa lagi yang bisa berkata seperti itu kepada Suna dan Atsumu kalau bukan-
Kita Shinsuke.
Kami bertiga menegang. Tidak, sepertinya yang lebih tegang adalah Suna dan Atsumu. Mereka saling bertukar pandang. Gugup. Bisa dibilang, rencana mereka kemungkinan gagal.
Aku mengambil langkah mundur perlahan. Tiba saat mata kami bertemu dan Kita menunjukkan keterkejutannya, aku langsung berlari kencang dari tempat ini.
Jelas, sangat terdengar teriakan Shinsuke memanggil namaku. Disusul juga panggilan dari Suna dan Atsumu.
Aku tidak peduli. Dadaku sakit sekali. Entah karena aku kehabisan oksigen atau karena rasa sakit yang selama ini aku coba untuk memendamnya, sedang merambat keluar.
Lagi-lagi, Shinsuke memanggilku. Akan tetapi, berikutnya panggilan Suna yang berteriak begitu keras menyebut namaku.
Oh, ini alasannya.
Aku tertabrak mobil.
Syukurnya, mobil itu segera berhenti serta aku berhasil menghindar. Pengemudi mobil tersebut marah dan langsung diambil alih oleh Atsumu yang meminta maaf. Aku menepi terduduk di pinggir jalan setelah tadi jatuh terbaring akibat menghindar.
"Ada luka yang parah gak?!" tanya Suna berjongkok di sampingku.
Nadanya khawatir, takut, terselip sedikit kesal juga. Ia memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki, "Banyak yang lecet. Pasti ada memar juga. Ayo, lo harus buru-buru diobatin."
Dari posisinya, Suna ingin menggendongku ala bridal, tetapi aku buru-buru menepis tangannya. "Mau pulang."
Suna diam beberapa saat, "Iya. Habis ini pulangnya, ya? Lo harus diobatin dulu."
Aku menatap memohon, lalu menggeleng, "Pulang, Suna. Mau pulang." suaraku lirih.
Lama-lama aku gemetar. Bukan karena lukanya, melainkan karena aku tahu sedari tadi Shinsuke menatapku cemas dari jarak yang agak jauh dariku. Melihat aku yang langsung berlari setelah bertemu dengannya, ia sepertinya jadi enggan mendekatiku.
Suna menghela napas panjang, "Diobatin dulu, ya tapi. Disini, oke?"
Aku menangis. Sungguh, aku ingin pulang saja. Aku tidak terlalu memikirkan lukaku. Yang ada di pikiranku sekarang adalah, aku tidak mau bertemu Shinsuke.
"Oke, oke. Kita pulang sekarang, yuk."
Final. Pada akhirnya, aku pulang ke rumah. Diperjalanan sama sekali tidak ada yang bicara. Bahkan setelah sampai rumah, aku bergegas menuju kamar, lalu mengunci diri.
Merebahkan diri pelan-pelan, aku membuka ponselku. Mengklik logo pesan, kemudian mengirimkan keluh kesah pada teman terbaikku, Nana.
●
R E N G A T | TO BE CONTINUED
○
Gimana chapter ini?
Warm Regards, Nase.
![](https://img.wattpad.com/cover/276887395-288-k730860.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rengat [Kita Shinsuke x Reader]
Romance❗GANTI COVER ❗ __________ Rengat (a) retak bergaris hampir pecah. Hubungan antara Kita Shinsuke dan sang pacar memang terkadang ada pasang surutnya. Meski yang surut rata-rata karena sang pacar yang suka iseng, tetapi Kita Shinsuke tidak pernah mar...