• C H A P T E R 11 | IDE YANG ENTAH DARI MANA MOTIVASINYA •

181 23 0
                                    

Entah sudah berapa lama aku menangis, lagi. Kurvanya kadang menurun, kemudian naik lagi akibat rasa sakit dan pening melanda. Tisu kering ada di mana-mana. Kamarku juga berubah wujud seperti kandang babi persis mengambarkan diriku yang sedang awut-awutan. Menyadari hal itu, aku menghela napas. Menyeka ingus yang hendak keluar kembali pakai tisu kering, lalu berniat keluar kamar. Tepatnya menuju dapur. Aku ingin memasak sesuatu, yang mudah-mudah tentunya.

Hanya ada sosis di kulkas, jadinya aku membuat sosis bakar saja. Saat tanganku sedang membaluri sosis dengan mentega, tau-tau kegiatanku diambil alih oleh seseorang, "Sini, biar gue aja."

Aku sedikit kaget melihat siapa orangnya, "Suna?"

"Hm."

"Kok lo ada di rumah? Katanya mau pergi tadi."

Bukan langsung menjawab, Suna justru terbengong ke arahku selama beberapa detik, "Jangan ngomong, deh lo. Suara lo serak kayak titan sekarat. Sana duduk aja, biar gue yang buatin. Sosis bakar, kan?"

"Iya... sosis bakar..."

Mengangguk, Suna melanjutkan kegiatan memasak.

Aku alhasil duduk di kursi makan yang ada di balik pantry. Jadwalku yang tadinya memasak berubah menjadi melihat abangku itu memasak sekaligus menunggu hasilnya. Pikiranku berkelana, sudah beberapa tahun sejak aku berubah status menjadi adik Suna Rintarou. Kilas balik singkat, ingat sekali waktu itu cuaca sedang terik-teriknya, pun begitu aku rela pergi ke minimarket terdekat untuk membeli ice cream yang sedang viral. Biar tidak kehabisan lagi. Setelah mendapat apa yang aku mau, aku langsung menuju kasir, hendak membayar, tetapi tidak disangka ada orang yang menerobos dan bilang, "Sekalian sama punya saya."

Tentu saja aku bertanya-tanya. Siapa gerangan orang kelewat aneh itu. jika kalian bertanya aku mengucapkan syukur atau tidak, jawabannya tidak. Biar saja kalau orang itu memberikanku julukan tidak tahu terima kasih, toh dia yang tidak jelas. Keluar dari minimarket, orang tersebut juga mengikutiku. Inginnya segera aku tegur, namun keburu dia duluan yang berbicara, "Suna Rintarou, abang lo."

Loh? Orang gila ternyata!

Lantas aku berlari kencang selepas menunjukkan wajah masamku ke orang yang mengaku abang itu. Aku tidak peduli meski dia memanggil namaku, apakah dia penguntit?!

Sampai di depan rumah, aku terburu-buru membuka pintu gerbang dan masuk ke dalam. Belum selesai disitu, ayahku tiba-tiba memangil dan memperkenalkan tamu yang datang. Dia, ibu baruku. Aku tidak kaget, karena sebelumnya Ayah sudah memperkenalkan kami dari lama. Sambutku riang pada ibu baruku. Dia perempuan cantik. Maksudku bukan hanya fisik, tetapi kepribadiannya juga. Beberapa kali kami pernah keluar bersama.

Dipertengahan kegiatan itu, pintu rumah terdengar seperti dibuka. Berikutnya, aku malah terkejut bukan main melihat siapa yang masuk. Yah, penguntit tadi. Baru saja aku ingin melemparinya dengan gelas keramik, Ayah sudah menahanku. Ibu baruku malah tertawa terbahak.

Ternyata dia memang abangku... Suna Rintarou!

Wajahku pias setelah diberitahukan faktanya. Rasanya ingin menenggelamkan diri di perut bumi. Malu sekali. Akan tetapi, pertemuan kami memang mengandung unsur kecurigaan. Terlebih, tidak pernah ada yang menceritakan kalau ibu baruku mempunyai anak juga. Jadinya aku salah paham.

"WOY!"

"Eh?"

Aku kembali pada kenyataan.

"Woy, woy! Gue punya nama!" cercahku pada Suna.

"Lagian lo gue panggil malah bengong aja liatin gue. Kenapa? naksir? Inget kalo gue udah punya best friend lo."

Sejurus kemudian, aku melotot sempurna, "Gampang bener kalo ngomong, Sunanjing! Gak, ya! Pun lo gak pacaran sama Nana atau lo bukan abang gue, gue gak akan mau sama lo. Catet baik-baik!"

Rengat [Kita Shinsuke x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang