• C H A P T E R 14 | ANCAMAN •

192 27 26
                                    

"Suna...!" teriakku dari lantai atas seraya menutup pintu kamar.

"Ck! Berisik pagi-pagi."

Hingga kakiku sampai pada anak tangga yang terakhir, aku baru berbicara lagi, "Suna, gue bawa mobil, ya? Ya? Ya? Ya? Please..."

"Gak."

"Ish, pelit! Gue mau sekalian ke rumah temen."

"Lo mau pamer Rubicon?"

"Ih, gak gitu! Gue pengen bawa mobil aja. Masa naik ojol mulu." keluhku sembari memakai Balenciaga Running Shoes.

Dari pada mengiyakan izinku untuk membawa mobil, Suna Rintarou justru asyik berkutat dengan televisi. Menyaksikan acara anak-anak yang memang jam tayangnya pagi hari. Aku yang jengkel melihat itu lantas berdiri tepat di depan Suna, menghalanginya. Lalu berkacak pinggang.

"Mana kunci mobil?"

Suna memutar mata, "Lo mau bawa mobil yang mana?"

"Mini Cooper punya Nana boleh gak?" Sudah dua hari Mini Cooper milik Nana bermalam di rumahku. Sengaja, mereka berdua bertukar mobil. Nana membawa Mercedes Benz C-Class Cabriolet punya Suna.

Suna menimang-nimang, "Hmm, gak."

"Hah... yang mana, deh terserah."

"Gak semuanya."

Sejurus kemudian aku membelalak, "Kalo gak niat ngasih izin dari awal ya udah gak usah!"

Segera aku pergi dari hadapan Suna, mengambil tas kuliah, dan melenggang ke luar. Aku tidak langsung menuju kampus, melainkan berdiam diri di depan gerbang, berniat memesan ojek online. Hatiku runyam sekali. Suna kurang ajar.

Tak lama, ada suara klakson mobil dari arah belakangku. Aku diam saja. Tidak berucap apa-apa, "Ayo sini gue anterin."

Lagi, aku tidak mau menjawab, pundung. Biar saja, biar tahu bagaimana rasanya sudah membuat adik sendiri marah. Sudah paham kalau aku ingin berangkat kuliah. Kejar-kejaran dengan waktu dan kemacetan pula. Dan sialnya, pagi-pagi Suna malah mencari perkara.

Memang apa salahnya membawa mobil sendiri? Toh, aku sudah punya Surat Izin Mengemudi. Artinya aku berhak mengendarai mobil. Sempat aku menabung dari uang jajan pemberian kedua orang tua dan Suna. Ditambah dengan uang pemasukan dari hasil jualan. Ceritanya aku ikut mempromosikan serta menjual dagangan temanku yang keuntungannya dibagi dua. Seingin itu aku memiliki mobil sendiri, namun lagi-lagi tidak diizinkan oleh Suna. Kalau mengingat itu, aku kembali mendidih. Saat itu aku juga marah dengan Suna. Mendiamkannya selama beberapa hari. Bahkan beberapa minggu sepertinya.

Suna terlalu protektif. Katanya aku ceroboh. Bisa-bisa mobil bolak balik masuk bengkel. Payah! Aku benci Suna!

Suara klakson mobil kembali memecah lamunan, "Apaan, sih! Berisik!"

Pintu gerbang bergeser, yang mana membuatku berbalik badan. Disana memperlihatkan Jeep Wrangler Rubicon yang sedang dipanaskan mesinnya. Suna berada di sudut garasi, karena sehabis mendorong gerbang, kemudian ia menghampiriku, "Ayo gue anterin ke kampus."

Aku menggeleng, bersikukuh tidak mau. Berbalik badan lagi dan tetap setia menunggu abang ojek. Tentu saja masih dengan wajah tertekuk serta bibir yang mengerucut. Menaruh fokus pada ponsel, aku membuka aplikasi ojek online yang aku harap agar segera sampai. Detik setelahnya tau-tau aku merasa tubuhku melayang, terangkat.

Terkejut sempurna, aku mengomeli pelakunya, "Turunin gue, Sunanjing!"

Wajah Suna pas sekali berada di depan wajahku. Jelas saja begitu, karena Suna menggendongku ala bridal, "Ngomong iya dulu, baru gue turunin."

Rengat [Kita Shinsuke x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang