• C H A P T E R 17 | THAT SHOULD BE ME •

235 28 12
                                    

Resepsi pernikahan Kita Shinsuke dengan Fujihara Yui berlangsung pada pukul sepuluh pagi waktu Jepang. Tentu aku tetap tidak diizinkan oleh Suna Rintarou untuk datang. Kalau Shinsuke sendiri membebaskan aku, meski tersisip keinginan dirinya bahwa lebih baik aku tidak usah datang. Namun aku karakter utama diceritaku, sebagaimana main character pada umumnya yang selalu punya rasa ingin tahu. Jika tidak begitu cerita tidak akan berjalan. Jadi mari kita terobos saja.

Disamping itu, mengingat apa yang Miya Atsumu katakan jika ia mau menjadi penawar sakit, jujur aku sedikit lebih percaya diri untuk mendatangi pesta pernikahan.

Alhasil aku dan Atsumu menyusun sebuah siasat. Tidak datang bersama Suna, Nana, Atsumu, Osamu, dan teman-teman yang lain. Aku datang belakangan layaknya Guest Star, tetapi tidak menunjukkan diri, melainkan menyamar menjadi pelayan.

Dering suara ponsel akibat pesan masuk memecah lamunan. Kulihat itu adalah pesan dari Nana. Cukup syok aku membacanya hingga diam tanpa kata. Bagaimana tidak? Nana bilang, Shinsuke tidak fokus pada upacara pernikahan sampai terjadi beberapa kesalahan. Bahkan menyematkan cincin dijari manis sang mempelai wanita saja keliru.

Akh! Aku penasaran sekali, tetapi tidak berdaya. Aku harus mematuhi kesepakatan yang telah aku dan Atsumu buat. Baiklah, apa pun itu, aku harus membunuh waktu dengan melakukan aktivitas lain.

Ponselku berdering kembali, ternyata pesan dari Atsumu yang menyatakan bahwa ia bosan. Tak lupa terselip sangkut paut kebosanan dirinya akibat aku yang tidak berada disisinya. Cukup manja dan entah memang karena aku sedang tidak ada kegiatan, sekarang aku justru memikirkan eksistensi Miya Atsumu yang— haus atensi dihidupku. Meski perlu diperjelas itu adalah eksistensi yang dipaksakan.

Namun aku akui, ia membantuku banyak. Ia juga tidak neko-neko, maksudku bukan seseorang yang menuntut. Padahal aku masih sering mengagungkan nama Kita Shinsuke. Mau bagaimana? Dulu mimpi terindahku adalah bahagia bersama Shinsuke, selamanya.

"I Love you?" Ayolah! Bahkan melihat pesan pernyataan cinta dari Atsumu yang sebenarnya sudah biasa— jadi aku renungkan sekarang.

Apakah aku mulai mencintai Miya Atsumu?

Aku ragu.

Bisa saja aku pernah terpesona dan jatuh cinta kepadanya, tetapi tidak mampu untuk terbiasa.

Atau belum?


R E N G A T

"Gak kependekan, kan?"

"Gak, sayang."

"Ini dandanannya terlalu menor gak?"

"Biasa aja."

"Yah, gak cantik, ya? Jelek, ya? Gimana, dong?"

"Sayang, kamu lagi nyamar, inget. Bagus, dong kalo gak menarik perhatian? Dan lagi kamu itu mana pernah jelek? Aku aja sampe heran kenapa sayangnya aku makin hari cantiknya nambah."

"Dangdut banget lo, Tsumu."

Tawa Miya Atsumu menguar disegala penjuru kamar hotel. Ia sungguh terpingkal-pingkal sampai merebahkan tubuh di atas ranjang, dari posisi sebelumnya yang duduk di atas ranjang guna mengomentari penampilanku untuk menyamar. Ada jeda setelah tawa itu, aku pun sibuk memoleskan blush on sebab menurutku wajah ini agak pucat. Aku tidak ingin terlihat seperti pelayan yang sakit.

"Sayang."

Sekejap melirik Atsumu dari pantulan kaca rias baru aku jawab, "Apa?"

"Boleh janji gak?"

Aku mengernyit, "Janji?"

Dapat aku lihat lewat pantulan kaca rias kalau Atsumu duduk tegak kembali, menatapku lekat. Aku yang menjadi objek tatapan lantas berbalik. Atsumu bangkit, melangkah pelan kearahku. Detik selepas itu aku dibuat membeku.

Rengat [Kita Shinsuke x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang