• C H A P T E R 4 | BERTEMU (2) •

257 40 6
                                    

Degup jantungku tidak mau tenang sedari tadi. Sedari Shinsuke mengirimiku pesan bahwa ia sudah berada di depan pintu kamarku. Catat! Depan pintu kamarku! Aku kira, ia enggan bertemu denganku karena kejadian tadi. Apa hanya aku saja?

Ketukan dipintu memecah pikiranku dan tentu saja membuat jantungku semakin berpacu. Kalau bisa, mungkin jantungku sudah berpindah tempat saking paniknya.

Aku menarik napas, kemudian menghembuskannya. Aku harus mempersilakan Shinsuke masuk. Percuma mengusirnya, ia tidak akan pergi. Shinsuke cukup jadi keras kepala kalau sedang khawatir dengan seseorang.

Pintu terbuka, olehku. Tatapanku tidak langsung menuju wajah Shinsuke. Mana berani. Cukup pakaian yang ia kenakan yang menjadi titik fokusku. Aku bergeser dengan maksud memperbolehkan Shinsuke memasuki kamarku. Shinsuke menurut. Ia kemudian berjalan menuju ranjang dan duduk dipinggirnya.

"Sini, diobatin dulu."

Tercenung. Padahal baru beberapa hari terlewat aku tidak mendengar suaranya. Namun, ini, mengapa perasaanku seperti rindu? Layaknya sudah bertahun-tahun aku tidak mendengar nada lembutnya. Payah, cinta membuat orang jadi hiperbola.

Shinsuke memanggil namaku akibat diriku yang hanya berdiri. Perlahan, langkah kakiku mendekati ranjang dan duduk di sebelah Shinsuke, menghadapnya.

"Mana aja yang luka?"

Aku mengulurkan kedua tanganku takut-takut. Tercipta disana sekitar area siku terdapat luka memerah yang sedikit besar. Bahkan ada sedikit darah yang keluar. Dilain sisi, diisi oleh luka baret dan memar-memar. Perasaan tadi aku jatuhnya biasa saja, tetapi mengapa jadi lebay begini hasilnya.

Aku meringis tanpa sadar akibat melihat lukaku yang ternyata beragam.

"Sakit, kan? Makanya jangan keras kepala mau diobatin besok."

Aku menoleh ke arah Shinsuke dengan raut wajah cemberut, "Gak gitu konsepnya. Beneran keburu males sama Suna. Jadi, ya males aja."

Shinsuke tersenyum tipis dan itu tertangkap oleh mataku.

Wajahku memerah. Irama jantungku berubah menjadi seperti orang yang baru merasakan jatuh cinta. Benar-benar tidak aman dekat lebih lama dengan Shinsuke. Apa hanya perasaanku saja, tetapi mengapa setelah putus yang namanya mantan semakin mempesona?

Cukup, aku jadi memujinya lagi.

Selepasnya, aku memejamkan mata dengan alisku yang berkerut sambil menggeleng. Berusaha mengenyahkan isi kepalaku sekarang.
"Kenapa?"

Aku langsung mendongak ke arah Shinsuke, "Ah... gak ada apa-apa."

Beberapa menit baik aku maupun Shinsuke membiarkan keheningan menemami kami. Ia sibuk membersihkan lukaku, mengompresnya di titik lebam, kemudian menempelkan plester. Aku juga sibuk memperhatikan gerak tangannya.

"Maaf..." lirih Shinsuke setelah ia membereskan isi kotak P3K.

Aku tidak menjawab. Tepatnya bingung. Maaf untuk apa? Bukannya aku yang seharusnya minta maaf? Maaf karena sudah memutuskan sepihak tanpa memberikan kejelasan.

Shinsuke memanggil namaku, "Taman Suropati. Waktu itu kamu lagi disitu, kan bareng Nana?"

Mataku membelalak, "Tau dari..."

"Aku juga disana waktu itu." balas Shinsuke.

"Itu juga tempat pertama kali aku suka sama kamu. Mungkin terdengar klasik, tapi memang jatuh cinta pada pandangan pertama itu ada. Kamu buktinya." lanjut Shinsuke, tersenyum lagi.

Tatapan Shinsuke hangat dan terselip kerinduan disana. Tangan kananya terdorong ke arahku, lalu mengusap pipiku pelan, "Kamu gak berubah, ya."

Aku sedikit terkejut. Apa maksudnya?

"Kamu masih sama meski setelah putus. Masih ceroboh, impulsif, lucu, manis, dan cantik. Maafin, Suna. Dia begitu, karena aku bilang aku mau ketemu sama kamu. Tadinya aku mau bilang kalo aku masih gak terima hubungan ini berakhir gitu aja dan, apa bisa kita kembali lagi? Tapi, kemarin, saat aku lihat kamu di Taman Suropati, kamu nangis. Aku jadi paham, yang merasa kehilangan bukan hanya orang yang ditinggalkan. Orang yang meninggalkan juga sama rasa sakitnya."

Tangisan terdengar. Tentu saja itu dariku. Perkataan Shinsuke sukses membuatku sesegukan. Ia kemudian bergeser mendekat dan memelukku. Aku jadi semakin menangis sejadi-jadinya. Mungkin, mungkin ini benar-benar akhirnya. Setelah ini masing-masing dari kita akan meneruskan hidup seperti sebelum kita berpacaran. Maaf, Shinsuke. Maaf aku egois. Maaf aku tidak bisa memberitahukan alasannya. Maaf aku membuat bajumu menjadi basah. Dan maaf, kamu lagi-lagi menjadi tempat bersandar disaat aku menangis.













R E N G A T | TO BE CONTINUED


Shinsuke 😭🙏

Warm Regards, Nase.

Rengat [Kita Shinsuke x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang