• C H A P T E R 18 | FIN •

331 27 9
                                    

[Shinsuke Kita POV]

Minggu pagi yang cerah. Cocok sekali untuk berlibur bersama keluarga atau kerabat. Atau mungkin menghabiskan hari bersama diri sendiri kedengarannya juga bukan ide yang buruk. Sebelum itu, aku ingin memetik setangkai bunga matahari dari halaman belakang rumah dan membeli Strawberry Shortcake. Iya, aku ingin piknik. Semoga perkiraan cuaca tidak meleset menjadi mendung. 

Sebentar, haruskah Tiramisu Mille Crepes ditambahkan sebagai opsi? Soalnya kamu terkadang cemberut kalau aku hanya membawa satu jenis hidangan penutup. Baiklah, aku akan membawa Matcha Sandwich Cake juga. Bagaimanapun, aku ingin disambut dengan senyuman. Sebenarnya tak mengapa. Kamu bukan orang yang sempit hati. Meski tanpa menenteng buah tangan, kamu pasti selalu menyambutku hangat. 

Ah, aku tak sabar bertemu.

Beruntung langkah kaki mau menurut untuk mempercepat lajunya. Dan, disini. Tempat kita mengisi waktu bersama. Pertama, kamu akan lekas memberi peluk. Sehabisnya, kamu tertawa riang sembari berucap terima kasih telah membelikan hidangan penutup favoritmu. Ketiga, kamu mulai menceritakan keseharianmu selama seminggu ini. Tak lupa kamu memposisikan diri bersandar didadaku. Tanganku pun tak tinggal diam. Ikut merangkul bahumu agar kita semakin dekat. 

Oh, cake kesukaanmu! Kamu memakannya lahap sampai krimnya bersisa disisi bibir. Ingin aku bersihkan dengan mulutku sendiri, tetapi nanti kamu memarahiku karena malu. Menggemaskan. Jadilah aku menggunakan tangan dan itupun pipimu masih menunjukkan semburat merah. Kembali lagi, kamu begitu lucu dan cantik. Aku heran, bagaimana bisa semua hal indah didunia ini ada padamu? Barangkali definisi dimabuk cinta memang begini. Kalau begitu aku tidak keberatan, karena orangnya adalah kamu. 

Bahagia namanya. Ini klasik, tetapi sungguh aku tidak ingin waktu cepat berlalu. Bisakah kita abadi seperti ini? Jika Dewa memerintahkan untuk memohon dibawah kakinya, aku bersedia. Namun, jika Dewa meminta imbalan berupa pertukaran jiwa, aku tidak bisa. Sebab kalau begitu bukan bersama artinya. Egois memang sifat manusia. 

Aku mencintaimu. Sejak awal hingga akhir yang tak berujung. Sampai ragamu digantikan oleh batu yang terukir namamu. 

Aku pernah mendengar. Katanya seorang laki-laki akan penasaran dengan perempuan lain yang kebetulan punya sifat yang mirip dengan kekasihnya. Rasanya, aku begitu. Dengan Fujihara Yui. 

Kukira dia memiliki sifat yang mirip sepertimu dibeberapa hal. Kalian sama-sama menyukai hidangan penutup dan piknik dipinggir danau. Alhasil, aku terdistraksi ditengah-tengah perjodohan ini. Apalagi Fujihara Yui mengidap penyakit mematikan yang kapan saja bisa merenggut nyawanya. Iba yang kurasa, ditambah cinta teramat yang ditunjukkannya padaku. Pertanyaan tentang, "Apa Shinsuke Kita mencintai Fujihara Yui?" 

Jawabanku, iya. 

Aku pernah merasakan cinta, kamu buktinya. Oleh sebab itu, validasi perasaanku dengan Fujihara Yui itu benar. 

Naas, ada yang harus berkorban disini. Kamu dan Fujihara Yui. Pada akhirnya, Fujihara Yui telah dirindukan Dewa dan diperintahkan untuk pulang selepas empat bulan pernikahan kita. Tidak cukup disitu, kamu- mengapa? Mengapa harus Atsumu Miya? Bukankah aku sudah berkata bahwa boleh siapa saja selain laki-laki itu? Suna, mengapa dia rela membiarkan adiknya bersanding dengan Atsumu? 

Amarah memupuk didalam hati. Lagi, aku kembali gila. Kegilaan pertama telah dilihat dari plot yang kamu buat, yaitu memutuskanku sepihak. Padahal aku ingin terus mempertahankan. Kegilaan berikutnya, kamu dan Fujihara Yui pergi meninggalkanku. 

Dewa, apa ini hukuman bagi manusia yang tamak akan cinta? 

Dua minggu setelahnya aku berkunjung ke rumahmu. Kenekatanku berakar dari kamu yang tidak ada kabar sama sekali. Semua sosial mediamu kosong, tidak ada aktivitas apa-apa. Menghubungi Suna dan teman-temanmu yang lain tidak membuahkan hasil. Tiba didepan rumahmu, kembali aku dibuat kacau. Apa? Pindah katanya? Kemana? 

Rengat [Kita Shinsuke x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang