07. Rahasia Hati

247 49 1
                                    

Jam 8 malam.

Dika baru saja pulang dari rumah orangtuanya. Tepatnya jam 5 sore tadi ketika Dika baru saja selesai mandi, cowok itu mendapatkan telpon dari Mahen untuk datang ke rumah. Entah ada urusan apa, Elina hanya berkata pada Dika untuk tidak pulang larut malam.

"Gue pulang.." ucap Dika sambil berjalan ke dapur.

Manik matanya menatap ke sekeliling rumah, tampak sepi.

"Lin? Gue bawain ayam geprek nihh." ucap Dika lagi dengan suara nyaring.

Dika mengernyitkan dahinya bingung. Istrinya itu pergi kemana? Sebab rumah tampak sangat sepi, tapi anehnya pintu tidak di kunci. Itu berarti Elina ada di rumah kan? Semisal jika Elina keluar, cewek itu pasti akan selalu mengunci rumah.

Dika menaruh makanan yang di bawanya itu ke dalam tudung, lalu segera naik ke lantai atas.

Ceklek!

Dika membuka pintu kamar Elina.

Ternyata istrinya itu ada disana dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya.

"Lin?" panggil Dika berjalan mendekat.

Elina tidak menjawab, tak lama terdengar isakan kecil Elina yang sukses membuat Dika kaget lalu segera menyingkap selimut tebal yang di pakai cewek itu. Wajah Elina merah dengan bibir melengkung ke bawah menatap Dika.

"Lo kenapa? Perasaan gue tinggal tadi lo masih baik-baik aja deh." ucap Dika heran.

"Sakit." keluh Elina kembali menelungkupkan kepalanya ke bantal.

"Apanya yang sakit?" tanya Dika.

"Perut gue, sakit." jawab Elina.

Dika mengangguk mengerti. Pikirnya Elina kenapa-napa, ternyata bukan masalah serius. Elina hanya sedang mengalami nyeri haid makanya seperti ini. Tadi saat di rumah orangtuanya, Dika juga sempat bercerita pada Dela jika seharian ini mood Elina parah.

Dela yang tahu alasan Elina seperti itu lalu memberi wejangan pada Dika, alhasil sebelum pulang Dika menyempatkan diri untuk searching mengenai cara menghadapi mood wanita yang sedang period, ternyata menyusahkan.

"Gue bikinin air anget, mau?" tawar Dika.

Elina mengangguk dan Dika segera melangkahkan kakinya ke dapur. Tak perlu menunggu lama, Dika sudah kembali dengan segelas air hangat dan langsung memberikan nya pada Elina.

"Udah enakan?" tanya Dika meraih gelas yang Elina berikan.

Lagi-lagi Elina mengangguk. "Makasih, Dik."

"Kata mamah kalo masih sakit juga bisa di kompres, mau gue siapin juga?" tawar Dika lagi.

"Curiga lo abis gibahin gue sama mamah ya?" tanya Elina sambil terkekeh pelan.

Dika menatapnya datar, sedikit malu karena ketahuan.

"Ya lo pikir aja emang gue tau masalah ginian? Kan gue cowok. Mana musti ngadepin mood lo yang daritadi siang bikin gue mumet. Untung gue orangnya sabar." ucap Dika percaya diri.

"Makanya jadi cewek biar ngerasain." balas Elina.

"Kalo gue cewek, kita kaga nikah." Dika mencibir.

"Gue pengen ayam geprek yang lo bawain tadi dong? Laper hehe." ucap Elina mengusap perutnya.

Dika menoleh sinis. "Gak boleh makan yang pedes-pedes, ntar perut lo tambah sakit."

"Ayam geprek doang gak bakal bikin perut gue sakit." protes Elina.

"Makan yang lain aja kan bisa?" balas Dika tak setuju.

Bad boy to be Husband✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang