Larut dalam kesedihan, Annora melupakan sesuatu. Rasa tendangan sang cabang bayi kini menyapanya. Tidak hanya itu, ia pun sudah mulai merasakan nyeri di beberapa area tubuhnya. Angeline dan Fari yang kembali ke ruangan Annora dikejutkan dengan keadaan Annora yang sedang menahan sakit. “Annora!” teriak keduanya bersamaan.
“Tante, Fari, sepertinya aku akan melahirkan. Perutku dan pinggangku sudah tidak nyaman.” Lirihnya meringis.
Siang itu, Annora seketika dibawa ke rumah bersalin. Dari kejauhan Mega terus mengikuti dan mengabari Helian akan perkembangan Annora. Helian yang saat itu sedang berdiskusi dengan Maria, ibunya, mengutarakan niatnya untuk menyudahi persembunyiannya dari Annora dan hadir di hadapan wanita itu. “Apakah kau sudah memikirkannya, putraku? Ingat semuanya beresiko. Jika kamu terus bersembunyi, Annora akan tetap mendapatkan penderitaan, namun jika kau mengeskpose dia ke publik, meski nama baiknya telah pulih tapi Huan pasti tidak akan tinggal diam, dia dan anakmu akan dalam bahaya besar.” Maria mengingatkan putranya itu.
Sebuah dilemma besar menyapa Helian. Membiarkan ia tetap bersembunyi akan membuat gadis itu merasa terpuruk dan terus-terusan dihina, sedang jika ia menolong dan memulihkan nama baiknya, anak Huan akan mengincar nayawa keduanya, sungguh pilihan yang sulit bagi Helian.
“Aku akan memberitahukan ini padanya, dan aku akan menerima apapun keputusan yang dia ambil.”
Fase demi fase persalinan dilalui Annora. Dengan perjuangan berat selama berjam-jam, kini suara lengkingan tangis mengharukan itu terdengar memenuhi ruang bersalin. Senyum dan airmata bahagia, terpancar dari wajah Farri dan Angeline. Dua wanita yang berjaga di luar kamar bersalin. Annora terlelap karena kelelahan. Dalam hati ia sangat bahagia mendapati malaikatnya telah selamat dan pertemuannya dengan si pemilik tanda cinta akan segera terwujud. “Putra kita telah lahir, suamiku.” Lirihnya menatap langit-langit kamar.
Lahirnya penerus kehidupan, memberi berkah tersendiri bagi Annora dan dua wanita kesayangannya itu. Setidaknya di tengah badai masalah ini, ada si kecil yang kini menjadi satu-satunya pengobat hati. Lima hari setelah melahirkan, selama itu, Annora terjaga dari tidurnya dan berharap lelaki itu akan hadir dalam gelap malamnya, namun tetap saja, sampai lima hari itu, lelaki tersebut tak kunjung menemuinya.
Rasa kecewa menderunya. Ia terlihat murung dan tidak bersemangat. Fari dan Angeline memahami benarm apa alasan Annora berubah seperti itu, “Apa dia belum juga datang menemuimu?” tanya Fari.
“Ya. Fari, aku yang bodoh percaya begitu saja dengan kata-katanya.”
Angeline yang mengintip dari balik pintu kamar perawatan Annora, teralihkan dengan deringan telpon dari ponselnya. Wanita yang tadinya ingin masuk menyemangati Annora kini berjalan mundur dan memindahkan tubuhnya, “Turunlah, aku menunggumu di depan lobi rumah sakit, ada mobil berwarna hitam, masuklah.” Suara bip terdengar begitu kalimat dari seberang itu berakhir.
Angeline terkejut, ragu, juga takut. Semua perasaannya bercampur aduk saat itu. Namun ia tidak akan mendapati jawaban jika ia tidak menuruti permintaan si pemilik panggilan.
Benar, begitu tubuhnya keluar dari lobi rumah sakit matanya menemukan sebuah mobil hitam yang terparkir sempurna. Ia pun mempercepat langkahnya, rasa keingin tahuannya semakin kuat ketika ia berada dekat dengan mobil itu.
Zec keluar dan membukakan pintu sisi penumpang padanya. Lelaki itu menunduk dan menjulurkan tangannya meminta Angeline masuk ke dalam mobil. Matanya terkejut ketika melihat sosok orang hebat nomor satu itu sudah duduk santai di dalam dengan senyum menawannya.
“Oh, Ya Tuhan, Tuan Helian.” Pekiknya menutup mulut seksinya.
“Apa kabar anda Nyonya Exelino?” sapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Ranjang Tuan Muda
FantasíaSetelah diputusin sama sang pacar, Annora malah terjebak pada cinta semalam dengan Helian. Kisah percintaan yang aneh pun dimulai "Mendengar kau berada di apotik sekarang, aku kecewa. Lahirkan anak itu. Setelah ia lahir, baru aku akan muncul." ucap...