INGATAN

1.6K 137 2
                                    

Hari itu, Helian sengaja mendatangi kantor perusahaan Helian. Lelaki itu sudah sangat geram dengan semua yang diperbuat oleh saudaranya itu. Kali ini kedatangannya adalah sebuah peringatan perang yang benar-benar akan terjadi.

“Mimpi apa saudaraku mengunjungiku sepagi ini.” Sambutan Huan yang diiringi dengan tawa sinis kepada Helian yang sudah memasang wajah beringasnya.

“Jangan banyak bicara, Huan. Sebelum aku benar-benar menghancurkanmu, hentikan semua bentuk provokasimu, dan mungkin kematian Ernest adalah peringatan bagimu, dariku, Huan.”

“Uuh, kau membuatku merinding, Helian. Baiklah, akan kubuat semuanya menjadi mudah bagimu, serahkan wanitamu dan aku akan dengan senang hati mundur dari peperangan kita.”

“Apa maumu, brengsek?!”

“Ckckck, kau masih bertanya, Helian. Terus terang, keberuntungan yang kau miliki menjadi duri dalam hidupku. Kebahagiaan yang kau miliki seperti airmata bagiku. Lagipula aku banyak mendengar tentang Annora, ah, gadis yang menggemaskan. Bagaimana jika aku memintanya langsung saja melalui ayahnya, itu akan sangat mudah bagiku dari pada kamu yang keras kepala.”

Helian semakin menggeram, ingin rasanya ia memakan hidup-hidup lelaki yang ada di hadapannya itu. namun bukannya taku, Huan malah semakin tertawa lebar, sangat lebar hingga suaranya terdengar ke seluruh sudut ruangannya. “Aku tidak tahu kalalu kau begitu menjaga gadis itu. Sungguh aku mulai sangat tertarik dengannya. Dan aku semakin ingin merebutnya darimu. Lihat saja nanti.”

****

Siang itu, Annora dan Janson ditemani Salesa sedang menghabiskan waktu bersama, Salesa berbagi cerita seputar Helian dengan Annora. Tanpa sengaja wanita itu menyebutkan sesuatu yang tidak semestinya ia sebutkan yaitu tentang penyebab kematian Ernest, “Begitulan Tuan Muda, Nona. Jika ada yang mengganggu miliknya, maka dia tidak segan-segan membunuhnya, termasuk yang dilakukan kepada Ernest. Opst!”

Salesa menutup mulutnya. Matanya melebar karena terperanjat. Annora kini beralih menatap ke arahnya, perempuan itu menatap nanar kepada Salesa, “Apa kau katakana? Helian yang membunuh Ernest? Bagaimana bisa dia melakukan itu?”

“Nona, maafkan aku, tolong jangan beritahukan hal ini pada Tuan Helian, aku bisa mati, Nona.” Saat itu juga Salesa berlutut dan memelas pada Annora dengan memegangi lutut wanita itu. Namun keterkejutannya membuat Annora mengabaikan permohonan Salesa.

Annora beranjak ke kamarnya, sedang Salesa sudah terlihat gusar dalam kamar Janson. Rasa takut dan hukuman menyapa dirinya.

Annora beringsut ke sebuah laci, tanpa sengaja sebuah liontin terjatuh dari kotak kecil yang selalu ia bawa namun tidak pernah ia buka. “Ibu.” Lirihnya menatapi gambar ia dan ibunya. Kembali ingatannya melintas, memberi gambaran sebuah peristiwa mengerikan beberapa tahun silam. Sebuah penembakan yang terjadi di depan matanya.

Ia pun perlahan mengenali pemilik wajah dalam ingatannya itu satu persatu, dan teringat pada wajah ayah Helian, Jhon Helian yang menembaki ibunya hingga wanita itu jatuh tak bernyawa. “Jadi, yang membunuh ibuku waktu itu adalah paman Jhon, ayah Helian. Lelaki yang sangat aku cintai. Oh Tuhan, kenapa semua terasa semakin pelik, aku tidak percaya jika kau menyatukan aku dengan anak pembunuh ibuku.” Dialog Annora dalam kesendiriannya.

Gadis itu terduduk di sisi ranjangnya, sambil memeluk kedua lututnya ia menundukkan wajahnya. Isakan tangis pecah dalam renungannya. Salama empat jam, Annora belum juga keluar dari kamarnya, rasa khawatir pada Mega dan Salesa mulai menderu. Mega sangat marah kepada Salesa karena memberitahukan Annora tentang perbuatan Helian di belakangnya, “Tuan, ada masalah dengan Nona.” Lapornya kepada Helian melalui sambungan seluler.

Mendengar berita itu, Helian segera kembali ke Villanya untuk melihat keadaan Annora. Junot yang masih sibuk dengan pengobatan Jhon, terkejut mendengar berita yang ia sendiri tidak ketahui itu. Helian tiba di rumah, Mega menceritakan apa yang terjadi seharian itu. Tak berselang tubuh Junot muncul dari sisi ruangan lain.

“Jika terjadi apa-apa dengan Nona, kau harus menanggung akibatnya Salesa.” Ancamnya berlalu.

Malam sudah datang menghampiri, lampu kamar utama masih terlihat remang. Disengaja, karena Annora tidak menyukai cahaya saat ini. Perlahan lelaki itu melangkahkan kakinya, mendekati sosok tubuh yang berjongkok di sisi ranjang. “Annora ….” Lirihnya pelan.

Tepat tangan Helian hendak menyentuh ujung kepalanya, suara keras dari Annora menghentikan gerak itu, “Jangan sentuh aku! Jangan sentuh aku, Helian.” Helian tercekat mendengar kalimat keras yang pertam kali ia dengar dari perempuan itu. ia tertegun, ia berusaha mencerna apa yang sudah dialami oleh Annora.

Perlahan wanita itu mengangkat wajahnya, Helian terkejut melihat wajah Annora sudah bersimbah air mata. Entah sudah berapa lama wanita itu menangis di tempat seperti ini. “Salesa akan menerima hukumannya.” Ketusnya.

“Apa kau akan membunuhku juga?” Helian yang tadinya bangkit hendak berbalik, kini mematung mendengar kalimat aneh yang keluar dari mulut Annora, “Apakah nyawa orang bagimu hanya mainan, Helian. Dulu ayahmu membunuh ibuku, dan sekarang putra lelaki itu membunuh mantan pacarku, sekarang dia ingin membunuh pelayanku, apakah setelah ini kau akan membunuhku juga?”

“Annora, apa yang kau bicarakan? Siapa yang membunuhmu?”

“Helian, ibuku mati di tangan ayahmu, dulu, di gereja Santa Maria. Aku melihat sendiri ibuku tewas setelah ayahmu melepaskan tembakan ke arahnya, dan kini hanya karena Salesa tidak sengaja memberitahuku bahwa kau membunuh Ernest, kau akan menghukumnya, Helian, manusia macam apa kau ini. Aku menjadi takut kepadamu.”

“Annora.”

“Jangan sentuh aku!”

“Itulah caraku menjagamu, Annora. Begitulah caraku mempertahankan milikku yang berharga. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh kalian.”

“Dengan membunuh mereka?!”

“Ya! Meskipun dengan membunuh mereka. Karena setidaknya dengan mereka mati, mereka tidak akan mengganggumu lagi. Apa kau tahu kenapa Helena bisa menjadi pelacur? Itu karena perbuatannya yang sudah mempermalukanmu di depan umum, dan itu satu bentuk toleransiku dari pada aku membunuhnya.

“Kau mengerikan Helian.”

“Ya, aku memang mengerikan, dan kau menyesal?! Katakan, apa kau menyesal mencintai lelaki mengerikan sepertiku, Annora?! Jawab aku!”

Mega, Salesa, dan Junot, hanya menyepi menyimak pertengkaran sepasang kekasih itu. Suara mereka yang meninggi menandakan bagaimana peliknya persoalan dan hancurnya perasaan mereka mengetahui kenyataan yang mengerikan ini.

Saat itu, Helian mengeluarkan semua yang selama ini ia rahasiakan dari Annora. Tanpa mengetahui jika wanita yang diajaknya berbicara itu sudah terkapar tidak sadarkan diri di tempat tidur. Jelas saja, ia mengoceh tanpa tega menghadapi wajah peradilan Annora. Lama ia tidak mendengar sahutan dan jawaban Annora, Helian berbalik dan terkejut melihat wanita itu sudah tergeletak tak sadarkan diri di atas kasur.

Wajah panik Helian langsung memasang di wajah Helian,”Annora!” pekiknya, “Junot, cepat kemari!” pekiknya dari dalam. Junot dan dua pengawal lainnya memasuki kamar Helian. Mereka juga tidak kalah paniknya melihat Annora yang sudah tidak sadarkan diri.

Teman Ranjang Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang