DJV : Bagian 19

300 117 17
                                    

Nanya dong, kalian dari daerah mana aja? Apa daerah kalian kena PPKM?

***

Martha sedang menyiapkan berkas penyiaran. Gadis itu tampak buru-buru sebab hari ini, sepulang sekolah ia ada janji dengan Tristan. Janji untuk mengunjungi rumah Nana, mengecek apakah gadis itu ada di rumahnya atau tidak. Dengan membawa setumpuk berkas di tangannya, Martha berjalan tanpa memperhatikan orang di sekitar. Alhasil, di koridor yang mulai sepi itu, Martha menabrak seseorang.

"Maaf-maaf!" seru Martha kaget. Dia sangat bersyukur bisa menyelamatkan berkas-berkasnya. Dia menatap orang di depannya. "Oh, Reno."

Sementara itu, Reno hanya mematung. Wajahnya pucat dan langsung salah tingkah.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Martha bingung. Namun, Reno tak menjawab dan malah segera pergi dengan buru-buru, tanpa sadar ia menjatuhkan sesuatu.

Martha tak sempat mengembalikan sebuah amplop kecil itu, saat dirinya berbalik, Reno telah menghilang. Tampaknya cowok itu sedang ada urusan penting, sampai tak ingin terlambat. Akhir-akhir ini juga Reno tampat tak sehat, efek dari bullying soal ayahnya, tambah lagi ia pasti masih sangat terpukul. Martha kasihan.

Gadis itu memperhatikan amplop putih di tangannya. Amplop itu tipis, sehingga isinya dapat terlihat dengan samar. Warnanya merah, hanya sebuah kertas kecil dan tampaknya Martha familier dengan kertas itu. Sekali lagi Martha menengok ke belakang, memastikan Reno tak kembali dan mencari benda itu.

Martha membukanya. "A-apa ...." Gadis itu sampai dibuat membeku.

Dongeng telah selesai. Tidurlah, kemudian terlahir kembali.
J

Inisial yang sama. Martha yakin, dia pernah mendapatkan kertas seperti ini. Martha ingat, kertas serupa pernah ada di lokernya. Tulisannya pun sama, namun bagaimana bisa Reno memiliki kertas ini? Kemudian Martha teringat, apakah kertas ini adalah pesan dari si pembunuh?

Martha harus segera menemui Tristan.

Di tempat lain, Haru sedang menjelaskan penemuannya mengenai nomor asing yang menghubungi Elka itu. Sudah diketahui bahwa nomor dan ponsel yang digunakan dipenelefon adalah ponsel dan kartu sekali pakai. Hal ini hanya dapat diakses dari luar negeri, dan Haru telah menyelidikinya.

"Ponsel ini memiliki nomor seri 305H7Z dan masing-masing negara punya kode seri tertentu. Menurut informan gue, kode ini sudah dikombinasikan. Maksudnya ada orang tertentu yang mampu mengubah kode serinya. Tapi, kemungkinan besar ini adalah nomor seri milik Amerika. Kalau ponsel ini diproduksi di Indonesia, akan lebih mudah melacaknya. Lagipula, siapa yang gila menghabiskan uangnya demi membeli ponsel seperti ini?"

"Ya si pembunuh," jawab Tomi enteng.

Haru bersidekap dan menyandarkan punggungnya ke sofa. "Maksud gue, lumayan ribet loh. Kalau begini, si pembunuh berarti punya banyak koneksi di pasar gelap. Barang ini ilegal. Makanya nggak heran kalau sulit banget dapetin infonya."

"Lo juga punya banyak koneksi di pasar gelap 'kan?" tanya Elka dan mendapat anggukan dari Haru. "Ya udah, kenapa lo nggak gunakan koneksi lo juga?"

"Gue tahu. Lagi gue usahain juga. Jangan berekspetasi tinggi, soalnya orang-orang di pasar gelap seperti ini, punya loyalitas tinggi. Apalagi yang sifatnya ilegal, kecuali kalau kita punya kuasa lebih tinggi. Atau bisa mengintimidasi mereka."

"Sulit juga ya," ujar Annisa. "Haru, ayah kamu juga bisa bantu 'kan?"

Haru mengangguk. "Bisa. Kita lagi sama-sama mencari tahu."

"Kita belum menemukan setidaknya petunjuk kuat soal pembunuhannya. Maksud aku, setidaknya petunjuk pola pembunuhannya. Terkesan seperti random dan tanpa arah," ujar Annisa dengan nada khawatir. "Ini agak menakutkan menurutku."

Elka tiba-tiba saja berdiri, kemudian mengambil jaketnya. "Gue harus ke suatu tempat!"

Tanpa mendengarkan panggilan Annisa, gadis itu langsung keluar dari apartmen milik Tomi. Sambil tergesa-gesa ia turun. Sebelum mencapai lantai dasar, tepatnya di lantai enam, lift terbuka. Seseorang berperawakan tinggi, memakai topi dan agak menunduk itu masuk dengan menyeret kopernya. Elka tak terlalu peduli, gadis itu memundurkan langkah. Membiarkan pria itu berada di depannya.

Tak lama kemudian, lift sampai di lantai dasar. Pintu terbuka, pria di depannya segera berjalan keluar dan menyeret koper yang terlihat berat itu. Elka terhenti dan memperhatikan koper tersebut dengan seksama. Pinggirannya mengeluarkan darah, Elka segera berlari dan menghentikan orang itu.

"Koper lo—" Suara Elka terhenti begitu saja saat orang tersebut mendorongnya bersama koper, orang-orang yang ada di lobi apartemen ikut kaget melihat gerakan pria yang mendorong Elka dan langsung melarikan diri itu. "Sial! Security kejar orang itu!"

Elka lantas beralih ke koper, dengan buru-buru ia membuka koper itu. Dalam sekejap saat koper terbuka, suara teriakan menggema di penjuru apartemen. Elka termundur jauh, gadis itu shock. Potongan-potongan tubuh manusia terbungkus dengan rapi menggunakan plastik bening. Elka merasa perutnya menggelitik. Dia mual.

"Sialan!" Gadis itu mengambil ponsel dan menghubungi Annisa. Tak lama setelah panggilan tersambung, Elka berteriak, "Cepat ke bawah, ada mayat!"

Setelah itu Elka berlari ke ruang keamanan untuk mengecek semua CCTV.

***

Martha bertemu dengan Tristan, kemudian menceritakan soal kertas yang ia dapatkan. Tristan tampak diam, seperti mengolah beberapa pemikiran yang muncul di kepalanya.

"Apa menurut lo kertas ini berisi pesan dari si pembunuh untuk target yang akan dia bunuh?" tanya Tristan setelah beberapa saat terdiam.

Martha berdeham. "Atau bisa saja pembunuhnya memberi pesan ini kepada orang-orang yang terlibat pembunuhannya?"

"Gila lo!" Tristan langsung mengumpat kuat, menarik perhatian orang-orang di coffe shop itu. Sadar telah membuat keributan, Tristan menekankan suara. "Menurut lo, Reno yang bunuh bokapnya sendiri? Gila!"

"Nggak gitu juga!"

"Lagian, lo bilang tadi bahwa lo juga dapet kertasnya. Artinya lo target atau yang terlibat?"

Martha mendengus. "Kertas di aku kemungkinan adalah peringatan karena dia tahu aku terlibat penyelidikan kasus ini secara diam-diam."

"Oke, begini. Kalau memang kertas ini berhubungan dengan kasus ini, pasti semua yang berhubungan dengan korban akan mendapatkannya. Atau mungkin juga korban mendapatkannya. Kita harus memastikan hal ini."

"Maksud aku gitu. Mungkin, Gina atau Nana atau Pak Reksa mendapatkannya."

"Tapi, Nana belum tentu korban."

"Kita menghitungnya sebagai korban karena sampai sekarang belum ada yang bisa menemukan dia."

"Gimana kalau kita mulai dari Gina dulu?" Tristan menyarankan. Martha setuju.

***

A.n

Aduuuhh, lama banget ye updatenya. Mianhe. Nyusahin banget cuaca akhir-akhir ini, bikin kesehatan terganggu. Semoga kalian sehat terus ya, terutama diadakannya PPKM ini, bikin boring banget ya. Semoga aku bisa update terus, biar bisa menemani hari-hari kalian. Semangat!

Sulteng, 15 Juli 2021
Emeliiy

Deja Vu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang