DJV : Bagian 26

354 128 22
                                    

Hujan deras tengah mengguyur tiap-tiap pelosok kota. Jalanan menjadi lebih gelap dari biasanya, lampu-lampu jalan dan penerangan yang berasal dari deretan pedagang kaki lima tampak menyedihkan. Aspal licin membuat semua yang berkendara harus berwaspada. Udara sangat sejuk malam ini, bahkan jaket kulit yang digunakan Elka sama sekali tak membantu. Malah tubuhnya dibuat makin dingin. Gadis itu memaksakan diri untuk tetap keluar malam ini, padahal dia bisa saja berdiam di rumahnya sembari menikmati bunyi hujan yang akan menjadi lagu pengantar tidurnya malam ini.

Namun, ketika sedang mengamati profil Evelyn Jamesson dan menerima sebuah informasi dari Haru, Elka memutuskan untuk mengendarai mobilnya, menerjang hujan deras menuju rumah Tristan. Pemuda yang juga akhir-akhir ini selalu berada di samping Martha.

Sesampainya di sebuah kawasan elite, Elka perlahan semakin mengurangi laju mobilnya kemudian berhenti di depan rumah bertingkat dengan nomor 8. Tanpa berlama-lama, gadis itu keluar dengan membawa payung untuk melindunginya. Pintu gerbang rumah itu terbuka, seorang satpam berdiri di depan pos penjagaan, tampak siaga ia memakai jas hujan kemudian menghampiri Elka.

"Cari siapa, Non?"

Elka memandangnya dengan senyum kecil. "Ini benar rumahnya Tristan?"

"Iya, benar. Ada apa ya?" Satpam itu tampak kebingungan. Elka kembali tersenyum makin ramah.

"Saya gurunya. Boleh saya bertemu Tristan?"

Sontak saja, wajah satpam itu berubah menjadi sangat ramah dan menunjukkan ekspresi kepahamannya. "Boleh, Non. Silakan, Non saya antar ke dalam. Saya pikir tadi rekan kerja papanya Den Tristan, makanya saya agak kaget pas Non cari Den Tristan. Apalagi, selama ini juga nggak pernah ada teman Den Tristan yang datang ke rumah, selain Non Eve." Satpam itu bercerita tanpa diminta. Mendengar nama Eve disebut, Elka pun menggunakan kesempatan ini.

"Oh, iya. Saya juga kenal Eve. Kalau boleh tahu rumah Eve di mana?"

"Persis di sebelah rumah ini, Non. Rumahnya nomor 9."

Elka tersenyum lagi dan mengangguk pelan. Satpam itu membukakannya pintu, sembari mempersilakan Elka masuk. Dia juga dipersilakan duduk, kemudian satpam itu memanggil seorang pembantu.

"Non silakan duduk dulu di sini, Bi Ijah akan panggilin Den Tristan di atas."

Elka tersenyum sangat lebar, kemudian mengatakan. "Makasih, Pak. Nggak perlu panggil saya Non, panggil Elka aja, Pak."

"Saya Pak Suryo, Non," balasnya memperkenalkan diri. "Saya canggung kalau nggak panggil dengan sapaan Non. Saya permisi dulu ya, Non." Elka mengangguk saja, membiarkan Pak Suryo kembali ke pos jaga.

Baru datang saja, Elka sudah memastikan satu hal bahwa alamat yang Haru kirimkan kepadanya sebagai dugaan alamat Eve, ternyata salah. Orang misterius yang sempat menerornya itu jelas tidak masuk ke rumah Eve, sebenarnya Elka sudah bisa menduga hal ini. Jelas-jelas dia tahu, Eve bukan pembunuhnya. Namun, sekali lagi bukankah ia harus mengumpulkan bukti, selain daripada sebuah pengakuan semata?

"Kak Elka?" Suara itu menyapa dari belakang Elka. Tristan segera duduk, wajahnya menunjukkan perasaan bingung dan ada sedikit rasa canggung ketika mengetahui Elka yang berpenampilan santai, menjadikannya tak jauh berbeda seperti remaja seumuran Tristan. "Ada apa ya, Kak?"

"Gue mau tanya beberapa hal ke lo." Tristan menjadi jauh lebih kaget lagi mendengar gaya bicara Elka itu. "Lo dan Eve sejak dulu tinggal di kawasan ini?"

"I-iya ... ya begitulah." Tristan menjawabnya sambil terbata. Elka sama sekali tak berbasa-basi, pertanyaannya pun di luar dugaan Tristan, sehingga dirinya menjawab seperti orang bodoh. "Eve nggak pernah pindah?" Tristan menggeleng.

Deja Vu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang