DJV : Bagian 23

316 122 21
                                    

Martha bersama dengan Tristan mempersiapkan kelengkapan untuk meliput perlombaan nyanyi solo yang akhirnya akan dilakukan oleh Cessa. Entah apa yang terjadi, Cessa akhirnya menjadi orang yang dipilih untuk mewakili SMA Garuda dalam cabang lomba nyanyi solo ini. Padahal seperti yang pernah Gege katakan padanya, semua orang juga tahu bahwa Sena adalah yang terbaik dalam dunia tarik suara di sekolah ini. Entahlah, Sena juga terlihat baik-baik saja.

Jika ada yang bertanya mengapa Tristan ikut membantu Martha? Maka jawabannya, Martha pun tak tahu. Pemuda itu dengan inisiatif mencurigakannya datang dan membantunya tanpa alasan kuat.

"Pengen aja," kata Tristan untuk ke sekian kalinya ketika Martha bertanya.

"Kamu sedang menghindari seseorang?" tanya Martha lagi. Ya, seingatnya Eve sudah mulai masuk sekolah hari ini.

Tristan terlihat menghentikan gerakan tangannya yang sedang merapikan beberapa kertas di meja kerja Martha. Di ruangan jurnalistik itu hanya ada mereka berdua. Tristan menatap Martha yang sedari tadi tak pernah mengalihkan tatapannya. Tristan berdeham, meletakkan tumpukan kertas itu dengan rapi kemudian duduk di kursi lipat.

"Ngehindarin siapa?" Tristan berdecak. "Gue pengen aja. Sekalian kita harus banyak ngobrol soal rencana penyelidikan kita yang nggak maju-maju."

"Kamu bisa chat aku. Sepulang sekolah kita ke rumah Reno untuk memeriksa sesuatu. Aku harus tahu beberapa hal soal kertas yang dia punya."

"Ya itu dia. Kalau bisa sekarang, kenapa harus pulang sekolah?"

Martha menatapnya heran. "Karena kesepakatan kita emang sepulang sekolah kok."

"Oh ya?" Tristan masih coba mengelak. Namun suara pintu yang terbuka mengalihkan fokus keduanya. Eve datang.

"Kamu di sini? Aku cariin dari tadi."

Pemuda itu segera berdiri. "Oh, i-iya. Tadi aku lihat kamu sibuk sama teman-temanmu. Aku kira bakalan lama karena kamu pasti kangen mereka."

"Aku lebih kangen jalan-jalan dengan kamu di sekolah, Tris." Mendengar itu, Tristan memasang senyum yang agak aneh. Terkesan dipaksakan. "Kamu ada urusan dengan dia?" tanya Eve melirik Martha sebentar.

"Urusan kami udah selesai. Aku permisi duluan, ya." Martha lebih dulu menjawab sebelum Tristan, sehingga bibir pemuda itu terbuka tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"Eve, pulang sekolah aku anterin kamu dulu ya. Soalnya tim basket aku mengadakan latihan double dari jadwal eskul biasanya. Hampir tiap hari kami latihan, jadi aku akan balik ke sekolah dan pasti akan lama. Kamu jangan nunggu, karena pasti kamu kecapean."

Kalimat itu masih bisa didengar oleh Martha sebelum menutup pintu ruangan eskul. Ketika berada di luar, gadis itu berpikir keras. Tristan benar-benar menghindari Eve. Tapi, kenapa? Martha tak bisa meraba alasan yang tepat.

Martha bahkan belum melangkahkan kakinya, namun rasa sakit di kepalanya menyerang. Gadis itu memegangi kepalanya yang terasa berputar dan berdenyut menyakitkan. Penglihatannya kabur, namun ia memaksa untuk berjalan. Akhirnya, ia jatuh dan menimbulkan suara berisik yang mengundang perhatian beberapa orang di sana.

Tristan keluar dari ruangan dan segera menolongnya. "Lo nggak apa-apa?"

Martha meringis menahan sakit, namun tololnya ia menggeleng dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Lo sakit, Ta? Udah dia kali lo kayak gini."

"Aku hanya banyak pikiran. Kepala aku pusing karena kecapean." Perkataan Martha itu lebih mirip dengan sebuah sugessti untuk dirinya sendiri.

"Gue antar lo ke UKS."

Martha menolak. Namun, Tristan mengabaikannya. Lelaki itu segera mengangkat tubuh Martha dengan enteng. Disaksikan oleh Eve, Tristan tak berkata-kata, tidak juga menoleh kepada Eve. Pemuda itu bahkan mengabaikan beberapa teriakan tertahan dari para siswa yang pastinya menatap heran dan juga terkesan. Tristan juga tahu setelah ini akan timbul rumor konyol yang menyeramkan. Namun, ia harus menolong Martha. Itu fokusnya sekarang.

Tubuh Martha kian melemah, gadis itu seperti akan kehilangan kesadarannya. Persis seperti tempo hari saat di rumah sakit. Tristan bisa merasakan suhu tubuh gadis itu cenderung menjadi dingin dan lembab, wajahnya pucat dan bibirnya mengeluarkan erangan kecil. Entahlah, mungkin ia merasakan sakit. Melihat itu, Tristan mempercepat langkahnya.

Elka baru saja keluar dari ruang UKS saat melihat Tristan berjalan cepat ke arahnya sambil menggendong Martha. Dia buru-buru kembali membuka pintu UKS dan mempersilakan Tristan masuk.

"Dia kenapa?" tanya Elka.

Tristan menggeleng dan meletakkan tubuh tak berdaya Martha di brankar UKS. "Tiba-tiba saja dia lemas dan nggak sadarkan diri. Kepalanya sakit katanya."

Pandangan Tristan dan Elka mengarah ke kaca jendela, kerumunan siswa mulai terbentuk. Tristan mengumpat dalam hati, menyumpahi makhluk-makhluk sampah yang haus akan berita di luar itu.

"Mendingan kamu keluar, biarkan saya menangani Martha. Lagian kamu juga harus mengusir kerumunan biar nggak mengganggu."

Tristan mengangguk setuju dan akhirnya keluar dari UKS.

Beberapa menit hanya dihabiskan Elka menatap wajah pucat Martha yang sebenarnya terlihat baik-baik saja. Elka menarik napas panjang, kemudian ia berbalik untuk mengampilkan segelas air putih.

Elka menarik kursi dan duduk di samping brankar. Setelah meletakkan gelas berisi air putih itu di nakas, Elka berkata, "Bangun. Minum air putih dulu."

Tak ada jawaban. Tak ada reaksi sama sekali. Namun, wajah Elka terlihat bosan melihat jam tangan kecil yang melingkar di pergelangannya. Bergantian ia menatap wajah Martha yang perlahan lebih damai dan kembali normal.

"Gue tahu lo bisa denger suara gue. Bangun!"

Masih tak ada reaksi. Gadis yang dibangunkannya terlihat damai-damai saja.

"Bangun!" Kali ini Elka mengguncang tubuh Martha. "Bangun sekarang juga!"

Kening gadis itu berkerut. Bibir mungilnya mengeluarkan satu kata yang membuat Elka menghentikan pergerakan.

"Sial."

Martha membuka matanya dan menatap Elka tajam.

***

A.n
Helo, part kali ini dikit banget ya soalnya aku mulai sibuk lagi aduhh :(

Pokoknya nanti InsyaAllah aku selesaikan dengan sebaik-baiknya. Masih banyak kejutan yang perlu dimunculkan dengan segera, hehe. Cerita ini agak menjebak sih. Sebenarnya.

Sulteng, 26 Juli 2021
Emeliiy

Deja Vu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang