"Peta denah daerah tujuan sudah kusampaikan lewat telepati. Ingat untuk selalu memeriksanya setiap ada perubahan. Karena ini adalah misi gabungan, pertahankan komunikasi dan koordinasi. Semuanya, mengerti?"
"Siap laksanakan!"
Aku juga turut bergabung dalam koor dan hormat itu, menyahuti instruksi yang kukatakan sendiri.
Kemudian, lingkaran yang tadinya rapat merenggang bubar dengan masing-masing balik jalan. Kuperhatikan punggug mereka yang tampak memikul tekad di atas kewajiban dengan gagah, menggenggam Cubism kepemilikan masing-masing, serta benang-benang Abstrak mereka yang terasa teguh nan kokoh bagiku.
"Berjuang di tempatmu sendiri, Fellaniar," ujar Rivid, menyempatkan punggung tangannya yang dikepalkan untuk mengetuk sebelah bahuku. Tak lupa, seulas senyum yang ditarik bibirnya mengatakan kesungguhan serta kepeduliannya.
Aku mengangguk, hawa berat yang membebani setiap jengkal tubuhku tiba-tiba saja terembus angin ringan, hingga mau tak mau senyumku membalasnya. "Kau juga, Rivid!"
Derap langkahnya yang menyusul keluar pintu depan, adalah bersamaan denganku yang berbalik arah. Melanjutkan langkah hingga lewat dan menutup pintu belakang, menuju petak pekarangan di mana sosok Kapten Levair berdiri setegak patung pahat—membisu sendiri pada langit malam meski kutahu ia sudah mendengar langkah-langkahku.
"Lama-lama, sepertinya kau akan segera merebut pangkatku sebagai kapten Skuadron Satu, Fellaniar."
Aku tidak sempat membaca apakah Kapten Levair baru saja jujur atau menyindir satir, lekas kupangkaskan jarak saja dengannya lebih dekat lagi. "Mana mungkin. Aku hanya mengambil alih instruksi karena diperlukan penyelarasan telepati yang bukan spesialis Kapten Levair. Selamanya, di hati kami hanya ada Kapten Levair Rutsioder untuk Skuadron Satu."
Sebagai tanggapan, Kapten Levair mendebas sekalipun sudah kuangkat hormat demi mempertegas kesungguhan kata-kataku.
"Ayo berangkat."
Tepat di depanku, sosoknya yang menjulang membukakan sebelah telapak tangannya kepadaku. Tanpa perlu aba-aba meminta, aku mengangguk seraya mengangkat pula tangan kananku, bersambut menepukkannya pada telapak Kapten Levair hingga terdengar keras bunyi tangan yang saling menepuk. Sesaat kontak kulit telapak tangan itu saja, sudah lebih dari cukup untuk membuatku melihat benang Abstrak milikku sendiri meliputi Kapten Levair.
Inilah mengapa aku diprioritaskan untuk selalu ada di sisi Kapten Levair. Dia yang merupakan satu-satunya manusia tanpa Abstrak, sekuat apa pun itu, tetap membutuhkan penyokong yang seimbang jika lawannya adalah Kegelapan. Seperti mendobrak limit normal tubuhnya yang tidak ikut beradaptasi, memasok stamina, juga tentunya—membuat Cubism yang ia miliki lebih efektif melenyapkan monster Kegelapan dalam satu serangan. Sebenarnya, tidak mustahil untuk melenyapkan monster Kegelapan tanpa menggunakan Cubism tempaan khusus—tetapi perbedaannya sangat jauh ketimbang memakai Cubism, pula jika ditambah Armor.
Nah, Kapten Levair tidak butuh Armor. Pengecualian untuk sang Ksatria Terkuat, senjata tempaan dengan atau tanpa Abstrak sepertinya tidak akan terlalu jauh menghalangi kemampuan bertarungnya. Itulah mengapa aku menghormatinya.
Sementara, malam ini, sebuah insiden terlacak di luar area tanggung jawab Skuadron Satu. Kekacauan besar dari monster-monster Kegelapan yang menggelar pesta sekenanya saja di sana, mengharuskan barisan pion dimainkan pula dengan kuantitas. Jenis insiden ini sudah diprediksi oleh sang Ketua Dewan sebelumnya—yang mana sudah pula diberikan solusinya; apa lagi kalau bukan program kerja sama antar-skuadron semenjak minggu-minggu lalu? Saat ini Skuadron Satu yang ditarik ke area Skuadron Dua untuk membantu.
Ya—kerja sama itu tentu saja tetap berlanjut, sekalipun jembatan perwakilannya terbaring kritis koma di bangsal rumah sakit.
"Di mana, Fellaniar?" tanya Kapten Leviar menyentak, selagi langkah-langkahnya dan aku masih terselingi lompatan dari atap ke atap.
KAMU SEDANG MEMBACA
KnightMare: Balsamic [TAMAT]
FantasyMedan yang lebih buruk dari perang mana pun, ada di sini; panggung kenyataan di mana Kegelapan mengacaukan perbatasan demi menguasai dunia umat manusia. Mereka berkata ini demi kedamaian; pengorbanan berbaris-baris pion yang masih manusia pun dilaku...