[Chapter 03: Dari Seisi Dunia, Adalah Kami yang Menjadi Ksatria]

73 20 15
                                    

{Silakan mainkan video musik yang ada di pertengahan cerita nanti untuk pengalaman membaca yang lebih baik :)}


Markas Benteng Nouveau selalu mengagumkan.

Itulah satu-satunya hal yang bisa kujadikan alasan agar tidak menganggap jadwal rutin mengunjunginya menjadi beban—akan tanganku harus selalu lengkap membawa berkas laporan, formalitas yang diharuskan melekat rapat di badan, serta kepalsuan yang dihambur-hamburkan.

Nah, aku bisa bermimpi buruk dalam lamunanku kalau terus membahas bagian itu. Jadi, mari alihkan mata pada arsitektur Markas Benteng ini yang mengagumkan. Oleh semenjak Kegelapan bangkit, Benua Gaterian bersatu seluruhnya di bawah satu nama kerajaan—Kerajaan Militer Sweverd. Markas Benteng Nouveau berada tepat menempel bak hiasan belakang istana kerajaan—yang sebelum kekacauan terjadi adalah bangunan khusus satuan militer, yang dari namanya saja sudah tampak jelas bahwa fungsinya segala yang bersangkutan dengan urusan keamanan kerajaan, pasukan, dan apa-apa tentang bawa senjata. Beberapa konstruksi dirombak dan dipoles lebih kokoh begitu menjadi Markas Benteng Nouveau—kesatuan kehormatan baru yang menjunjung pangkat tertinggi bagi para ksatria. Menjelaskan stuktur bangunan bukanlah spesialisasiku yang payah membaca denah—tapi, sekadar garis besar yang kuyakin cukup memberikan gambaran; jika istana kerajaan dihiasi oleh kemegahan nan tak luntur kesan berkuasanya, maka markas benteng ini dihiasi oleh kekokohan nan tak diragukan untuk aman dari segala macam gempuran.

Dan kembali ke masalah rapat dewan—di mana semua perwakilan dari tiga belas skuadron ksatria berkumpul untuk membahas macam-macam perkembangan ini dan itu, di bawah pimpinan Ketua Dewan yang merupakan penguasa meja bundar—bukannya aku bosan menjadi yang selalu menemani Kapten Levair menghadirinya.

Hanya saja ... terkadang itu terasa menjadi beban.

Orang-orang yang masuk daftar teratas sebagai orang yang kubenci, memang tidak bersangkutan denganku jika aku datang kemari. Tetapi, simpang-siur percakapan yang paling sering membawa-bawa nama Skuadron Satu—itu adalah beban yang kumaksud. Aku berterima kasih jika mereka menghargai jasa-jasa kami, tetapi membebani ekspetasi tanpa simpati bahkan menjadi cukup menyakitkan jika terus-menerus terjadi.

Simpati ... pun terasa tidak benar juga. Entah sejak kapan diriku memendam keserakahan seperti ini.

Dan sebuah hantaman tiba-tiba menjalarkan sakit tepat di ubun-ubun kepalaku, sekaligus menjengitkan segala kecamuk benakku sampai buyar.

"Apa-apaan wajahmu yang tidur dalam lamunan itu, Fellaniar?"

Gawat. Nada Kapten Levair tidak terdengar cukup baik untuk kusela dengan erangan protes.

"Tidakkah seharusnya kau bersyukur dirimu beruntung hingga tidak terlambat hadir di rapat tadi?"

Gawat. Pertanyaan mutlak, yang mana sebenarnya berkata; tidakkah seharusnya kau menjelaskan sekarang juga, apa alasan konyol yang membuatmu sekadar beruntung saja tidak terlambat di rapat tadi?

"Aku—maafkan aku, Kapten Levair...."

Suara langkah di depanku berhenti, maka aku lekas mengikuti sebelum berakhir dalam tabrakan. Was-was mendongak, terlambat menghindar ketika manik yang lebih tajam dari bilah pedang mana pun itu terlanjur mengunciku mati.

"Kau tahu bagiku maaf bukan bayaran. Jelaskan, Fellaniar."

Baik. Selamat tinggal, dunia—

—Mana sudi aku berpasrah pupus harapan menyambut kematian begitu saja?

Yah, meski kemurkaan Kapten Levair tidak benar-benar berarti kematian, kau harus tahu bahwa itu adalah hiperbola yang masuk akal. Tetapi—enak saja—aku tidak akan menyerahkan nyawaku begitu saja atas kesalahan yang tak pernah kulakukan.

KnightMare: Balsamic [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang