EPILOG

3.2K 494 156
                                    

Sebelum mulai, mau saranin buat baca sambil dengerin lagu diatas, dijamin gaakan sepi. Sekalian mau ngenalin suara si manis umji dari gfriend ෆ╹ .̮ ╹ෆ

••••••••••

Musim salju telah usai, berganti dengan hangatnya musim semi yang indah dan mempesona. Menyimpan sejuta luka dimalam panjang itu, menjadikannya sebagai musim salju terburuk sepanjang hidup mereka.

Kelima gadis itu masih berada disana. Mengitari sebuah nisan yang masih bersih dan kokoh, terhitung 1 jam lamanya mereka berada disana. Menatap nisan itu dan menceritakan banyak hal yang telah terjadi sejak kepergian gadis itu.

Lima bunga Alstroemeria kuning diletakkan diatas nya, bunga mempesona yang melambangkan persahabatan abadi.

"Aku selalu takut untuk melaksanakan ekspedisi, tapi sekarang aku rasa akan baik-baik saja..." Petra mengehentikan ucapannya dan tersenyum lembut.

"Karena kau pasti akan menungguku disana,"

Rene dan Nifa tak henti-hentinya meneteskan air mata. Kedua gadis itu tak sanggup untuk mengatakan apapun, padahal dari awal mereka sudah menyiapkan pesan yang akan dikatakan ketika sampai.

"Benar, (Y/n) tunggulah kami disana. Kita pasti akan berkumpul lagi," kali ini Nanaba yang bersuara.

Hanji mendekat, ikut berjongkok dan mengelus lembut batu memorial itu.

"Katya sudah mendapatkan hukumannya, dia dikeluarkan dari scouting legion atas permintaan seluruh prajurit," wanita itu berucap pelan.

"Kau sudah bekerja keras, kami tidak akan pernah melupakanmu,"

Mereka berdiri dari sana, menatap benda itu tanpa henti. Kelima tubuh itu berputar arah dan berjalan pergi dengan langkah goyah.

"Sampai jumpa disurga, sahabat terkasih."

•••

Erwin berdiri disana, pada salah satu nisan yang tampak masih bersih dan kokoh. Memandang banyaknya bunga disana, Erwin bersyukur dalam hati bahwa makam gadis itu masih sering dikunjungi banyak orang. Setidaknya gadis itu masih dicintai dan diingat oleh orang-orang disekelilingnya.

Pria itu mencabut rerumputan liar yang mengitari, meletakkan seikat bunga segar diatasnya. Mike berdiri tak jauh dari sana, menyadari bahwa Erwin tengah menutup mata dan memanjatkan sebuah doa.

Pria itu tampak tak sekokoh dulu, berat badannya menurun drastis, bahkan seperti tak lagi memiliki semangat untuk hidup.

Bibir Erwin bergetar, Mike tau bahwa pria itu seperti tengah menahan tangis. Ia tak mampu menyaksikan itu, melihat bagaimana Erwin begitu terpukul akan kepergian gadis itu membuat Mike benar-benar takut.

Mike memang selalu ingin gadis itu lenyap dari kehidupan Erwin agar pria itu dapat bebas dari beban yang memberatkan punggungnya.

Seikat bunga tulip merah yang Erwin bawa, melambangkan cinta abadi yang tidak akan pernah tergantikan. Mike bukan orang yang bodoh untuk tidak mengetahui hal itu.

"Mike,"

"Sudah selesai?"

Erwin mengangguk, Mike tau tak biasanya Erwin secepat ini untuk berkutat disana. Biasanya ia bisa seharian penuh berjongkok didepan batu memorial (y/n) sampai petang tiba.

Namun Mike yakin, Erwin tak sanggup untuk berlama-lama berada disana.

Pria tegap itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah benda yang seharusnya ia berikan berbulan-bulan yang lalu. Namun pria itu masih menunggu waktu yang tepat agak Erwin kuat untuk melihatnya.

"Apa ini?"

"Buka saja,"

Erwin mengindahkan, pria itu membuka lipatan benda itu dengan perlahan. Melihat semua yang terukir disana membuat jantungnya terhenti, dan nafasnya tercekat.

Lukisan dirinya dan (y/n) dihari pertunangan Erd. Satu-satunya lukisan yang mereka berdua punya selama ini.

Gadis itu tersenyum manis disana, Erwin tak menyangka bahwa dibalik senyuman itu menyimpan sejuta luka yang ia sembunyikan.

"Terimakasih, Mike." Suaranya bergetar, Mike melihat punggung Erwin yang kini berjalan mendahuluinya.

Ia tau, Erwin bukan lagi pria yang kuat sejak perginya gadis itu.

•••

Petang hari, waktu dimana tak banyak orang akan berpikir untuk mendatangi taman memorial.

Namun berbeda dengan pria itu. Rambut hitamnya yang mencuat dibalik batu nisan membuat orang-orang disana menyadari bahwa pria itu masih berada disana sejak 20 menit yang lalu.

Levi bersandar pada benda itu, mata legamnya menatap langit petang yang kini berubah jingga.

Membayangkan bahwa kini gadis itu berada disampingnya, tersenyum hangat seperti matahari dan tertawa renyah seperti kicauan burung.

"(Y/n), apa kau ingat hari dimana kita pertama kali bertemu?" Levi bertanya, meski ia yakin tak akan ada seorangpun yang menjawab pertanyaan itu.

"Dihari itu aku mencoba untuk mengakhiri hidupku,"

"Namun setelah bertemu denganmu, aku merasa bahwa penembusan untuk ibumu bukanlah dengan bunuh diri. Membuat gadis sepertimu bahagia disisa hidupmu, sudah cukup bagiku."

Pria itu menarik nafas. Ia tak pernah berbicara panjang lebar seperti ini.

"Terimakasih telah memberiku kesempatan,"

Angin bertiup sepoi-sepoi seakan membalas perkataan pria itu, meniup kelopak bunga anyelir merah yang Levi bawa kemari. Bunga cantik yang menandakan sebuah makna dalam 'aku tidak akan melupakanmu'.



Camaraderie

Karena banyak yang minta epilog :)

Oh ya mau tanya, di story ini siapasih tokoh yang paling kalian suka dan benci? Trus apa alasannya?

Ailopyuuu( ˘ ³˘)♥

Camaraderie || Erwin Smith [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang