Sudah sebulan semenjak aku tinggal di rumah Bu Ranti , awalnya aku juga agak cengeng tapi setelah seminggu di sini rasanya mulai terbiasa. Suasana disini cukup ramai selain karena banyak anak-anak dan hampir semua kegiatan kita lakukan bersama-sama.
Jadwal di sini cukup ketat, bangun jam 5 pagi untuk mandi , sarapan dan pukul 6.30 sudah berangkat sekolah.
Iya , Sekolah yang kemarin kita datangi dengan pohon beringin besarnya. Sekedar informasi, bahkan dari tempat kosku pohon beringin itu masih terlihat dengan jelas.
Ada kebiasaan menarik di sekolah ini , setiap guru datang ke sekolah murid-murid berlarian menyambut ke tangga gerbang depan , berebutan untuk salam dan membawakan tas dan payung yang dibawa oleh guru. Selama aku di Jakarta , tidak ada murid-murid sesopan ini.
Sepulang sekolah , segera kami ganti baju, makan siang dan ketika jarum jam menunjukan pukul 14.00 maka semua anak wajib masuk Kamar untuk tidur siang. Ibu kos akan mengecek apakah ada yang tidak tidur dan menegur apabila ada yang melanggar.
Sebenarnya ada sedikit hal yang membuatku sedikit kurang nyaman di lingkungan ini. Setiap masuk ke kampung ini di beberapa tempat aku mencium bau seperti bau tanah yang terkena hujan namun ada sedikit aroma busuk.
Pernah aku Tanya ke ibu dan teman-teman disini mereka tidak mencium bau apapun seperti yang aku cium. Sampai suatu ketika sesuatu terjadi.
..
Waktu sudah menjelang maghrib , baru kali ini aku pulang seterlambat ini. Kegiatan pramuka di sekolah mengajak kami untuk mengenal wilayah di sekitar sekolah dan asrama. Tentunya kegiatan ini sepengetahuan Bu Ranti.
Aku berjalan perlahan melalui tanjakan-tanjakan menuju rumah . Struktur jalan disini kampung di sini memang berbukit2 bahkan motorpun tidak bisa lewat.
Akhirnya Langit mulai gelap, namun ternyata bukan karena menjelang malam, namun karena mendung dan tetesan hujan mulai turun.
"Sial , aku tidak bawa jas hujan maupun payung" Gerutuku...
Spontan aku berteduh di pinggir sebuah rumah yang memiliki atap berlebih. Beberapa orang yang membawa payung masih bersliweran menembus hujan. Aku menunggu berharap hujan cepat berhenti.
"Crik... Crik... " terdengar suara genangan yang di injak oleh seseorang. Aku tidak tertarik dan tetap bermain dengan tetes-tetesan hujan yang jatuh dari atas atap.
Namun sesuatu mulai mengganguku , Bau tanah itu... entah mengapa bau itu mendadak begitu pekat sampai akupun sedikit menutup hidungku.
..
Tanpa kusadari hari mulai malam dan hujan semakin deras, tidak mungkin rasanya menerobos hujan sederas ini namun kondisi sudah sangat sepi. Sebagai seorang anak kecil, sudah sewajarnya aku takut dengan situasi saat ini.
Akupun menyesal, mengapa tidak ku terobos saja hujan ini saat masih belum deras.
"Crik... Crik... " Suara itu terdengar lagi.
"Deg!" Aku teringat kejadian di pohon beringin saat pertama kali ke sini. Seketika badanku waktu itu langsung gemetar, mulutku tiba-tiba membisu, bulu kudukku perlahan-lahan berdiri.
"Jangan... tolong jangan sampai ada kejadian seperti itu lagi" Harapku dalam hati
..
Namun sepertinya tidak seperti harapanku , suara itu semakin terdengar dan itu berasal dari kebun di sebelah rumah tempatku berteduh.
Akupun menoleh dan aku tak bisa mempercayai apa yang kulihat.
Sesosok makhluk besar setinggi dua kali manusia dewasa!
Mataku tak bisa berhenti terkejut , tanpa sadar aku terduduk dengan lutut yang lemas.
Itu darah... Makhluk itu sedang mengunyah sesuatu dengan darah merah segar menetes diantara taring-taringnya yang terlihat keluar dari mulutnya.
"Lari... Aku harus lari!" ucapku dalam hati
"Toloong... " Aku berteriak sambil berlari menjauh dari makhluk itu namun sepertinya derasnya hujan membuat teriakanku tidak terdengar,
Bodohnya, teriakanku malah memancing makhluk itu untuk mengejarku.
Aku berlari tanpa henti , rintik hujan deras membuatku tak mampu membedakan mana jalan utama dan jalan tanah.
"Krak!" suara ranting terjatuh seperti tersapu oleh benda besar. Akupun terjatuh , sepertinya kakiku terluka namun aku tak peduli, kejadian ini tidak pernah kubayangkan terjadi di hidupku. Aku terus berlari tanpa peduli apapun.
..
..
Nafasku habis , kakiku tak lagi dapat menahan luka yang terbuka. Aku menangis sejadi-jadinya. namun entah mengapa aku semakin jelas mencium bau tanah itu tanpa sadar aku terjatuh tersandung sesuatu namun kali ini aku tak punya tenaga lagi untuk bangun.
Suara langkah kaki yang terseret mendekat perlahan. Dia semakin mendekat ,
Aku tidak bisa membayangkan, apa aku akan bernasib sama dengan sesuatu yang dimakan oleh makhluk itu?
Makhluk itu semakin telihat jelas makhuk itu memiliki mata sebesar kepalan tangan yang keluar dari matanya. Aku terpaku melihat darah yang tak berhenti menetes dari mulutnya.
"Kesini! " Suara orang entah siapa memanggilku sembari menarik seluruh badanku.
Aku tidak ingat apa yang terjadi saat itu, yang kutahu aku dipeluk telungkup di tengah badan seorang pria tua dan samar-samar terlihat bambu-bambu kuning di sekitarku.
..
Anehnya makhluk itu lewat begitu saja seolah tak menyadari keberadaan kami.
"Sudah aman... " Kata Bapak tua itu.
Aku tak membalas, aku masih menangis sesegukan merasakan kejadian tadi.
"Kalau sudah malam jangan main hujan-hujanan, apa lagi di sekitar kebun sini!" katanya dengan sedikit membentak.
" Baik pak.." Ucapku tanpa berani melawan
"Makhluk itu namanya Lelepah , sering berkeliaran di sekitar kebun sini saat malam dan hujan deras" Jelasnya sedikit.
Aku sama sekali tidak tertarik , yang kumau hanya pulang .
"Sudah tenangin dulu, nanti saya antar pulang... gak usah cerita kejadian ini sama orang rumah ya , nanti satu kampung bisa geger.. biar nanti saya ngajak warga yg mengerti buat mengurus makhluk itu " ucapnya.
Akhirnya akupun pulang , Bu Ranti sangat khawatir dengan keadaanku. Aku melihat jam di dinding, ternyata baru jam sepuluh malam, namun kejadian tadi terasa seperti sudah semalaman.
Aku beralasan kehujanan , tergelincir, dan dibantu oleh seorang Bapak tua untuk pulang sampai ke rumah. Segera kubersihkan diriku dan pergi tidur.
Walaupun takut , rasa penasaranku masih membekas.. saat berangkat sekolah aku sengaja mengajak anak-anak kos berangkat lewat tempat kemarin. Aku melihat sekeliling, dan akhirnya mataku terhenti tertuju pada benda yang kemarin menyandung kakiku.
Itu adalah batu nisan. Benar, disitu ada kuburan.. tidak cuma satu tapi tiga ,
Segera aku memperbaiki posisinya dan kembali berjalan ke sekolah. Tanpa disadari ternyata warga disini cukup banyak yang menguburkan kerabatnya di lahan kebun milik sendiri.
Apa mungkin keberadaan makam-makam ini ada hubunganya dengan makhluk mengerikan bernama Lelepah itu ?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Imah Leuweung - Rumah Hutan
HorrorAku kembali dan mengambil sebuah pisau dan menusukan ke jantungku untuk mengakhiri semua rasa sakit ini. Namun apa yang terjadi? Aku tidak mati! Setiap luka yang kugoreskan ke tubuhku kembali hilang. "Nyawamu adalah milikku! Kamu tidak akan mati...