"Bocah – bocah goblok! Kalian ga tau apa yang kalian hadapi!"ucap Bapak tua itu.
"Jadi benar, ini semua ulah Mbah Wira? " tanya Pak Kuswara dengan raut muka yang masih tenang.
Belum sempat menjawab pertanyaan Pak Kuswara , tanah di sekitar kami mulai bergerak, seolah akan muncul sesuatu dari dalamnya.
Benar saja, sebuat tangan tulang belulang yang terbungkus dengan daging busuk mencoba meraih keluar, tidak cuma satu, tapi puluhan tangan muncul dari dalam tanah.
Bau busuk semakin menyengat , kami mundur menjaga jarak untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Lain dengan Pak Kuswara , beliau justru maju seolah siap menghadapi makhluk sebanyak itu.
"Tidak usah khawatir Mas Danan, aku sudah pernah berurusan dengan makhluk-makhluk ini sebelumnya" ucap Pak Kuswara sembari mengeluarkan pusaka mata tombak yang dulu digunakan di imah leuweung.
"jelema anu geus indit ulah balik, anu geus tenang ulah ngaganggu, anu teu tenang tanpa pamales kanyeri"
Mata tombak dijatuhkan ke tanah , cahaya bersinar memenuhi pekarangan, makhluk-makhluk itu berhenti bergerak tanpa perlawanan. Pak Kuswara menghela nafas lega , nampaknya ia berusaha menghindari pertarungan sebisa mungkin.
Tak melewatkan kesempatan , Cahyo berlari ke dalam mencoba meraih Mbah Wira. Belum sempat menyentuhnya, sesosok makhluk raksasa melibasnya hingga terpental. Ya! itu Lelepah yang selama ini meneror kampung ini.
Cahyo kembali berdiri , aku tahu serangan itu tidak akan mengalahkanya, dia pernah berurusan dengan makhluk seperti ini.
Sementara Cahyo sibuk dengan Lelepah , aku dan Pak Kuswara menerjang ke arah Mbah Wira mencoba menyerangnya dengan maksud melumpuhkanya.
"kalian tidak akan bisa membunuhku" ucap Mbah Wira
Kami terpental tanpa menyadari apa yang membuat kami mundur. Energi yang besar muncul dari dalam tanah dan membentuk sebuah bola api persis seperti yang menyerang rumah tadi.
Tak menyerah kami maju lagi dan menyerang , pertempuran sengit terjadi diantara kami bertiga. Tak satupun dari kami bisa menyentuh Mbah Wira sampai akhirnya sapuan lengan raksasa dari Lelepah membuat Pak Kuswara tersungkur.
Darah mengalir dari kepala Pak Kuswara , Cahyo merapalkan mantra pelindung dan segera menghampiri Pak Kuswara.
Aku panik , tanpa kesadaran penuh aku menarik keris dari sukmaku dan melemparkanya ke arah Mbah Wira.
Tidak ada yang menahan hujaman keris itu hingga menusuk ke jantung Mbah Wira. Seketika ia tersungkur dan darah segar mengalir dari jantungnya.
"Aku membunuhnya" pikirku.
Belum sempat menghilangkan kepanikanku , pukulan keras dari Lelepah melemparkan tubuhku. Untung saja mantra pelindung dari Cahyo mengurangi rasa sakit yang di timbulkan.
Kembali aku menoleh ke arah Mbah Wira, namun apa yang terjadi. Tubuhnya hilang! Yang tersisa adalah dua makhluk jahanam yang mencoba menyerangku lagi.
Kali ini Cahyo tidak diam , dia menahan kedua makhluk itu sendirian.
"Tenangkan dirimu Mas Danan" ucap Pak Kuswara sambil mencoba kembali berdiri.
"Lihat ke depanmu"
Dari kegelapan di dalam rumah muncul seseorang dengan janggut putih panjang dan baju hitam yang tidak asing.
Itu Mbah Wira! Dia kembali tanpa luka sedikitpun. Keriskupun tergeletak begitu saja.
"Jangankan membunuhku , menghadapi makhluk penjagaku saja kalian tak mampu" ucap Mbah Wira dengan sombong.
"Baik kalau itu maumu!" Balas Cahyo sambil melepaskan ikatan sarung dari pinggangnya.
Iya, sarung..
Sarung itu adalah senjata andalan Cahyo yang selalu ikut kemana saja ia pergi.
Cahyo menggila seperti kera , menaiki tubuh Lelepah menutup kepalanya dengan sarung dan menghantam kepalanya dengan tangan kosong. Lelepah itu meraung kesakitan , membenturkan kepalanya ke pohon untuk menjatuhkan Cahyo.
Aku menarik kerisku , merapalkan ajian lebur saketi , sebuah serangan jarak jauh untuk menyerang inti dari banaspati.
Tak terima dengan seranganku , Bola api itu kembali menghitam dan menerjang ke arahku . Tentunya aku sudah bersiap , namun sebelum makhluk itu mengenaiku , sekali lagi Pak Kuswara melemparkan mata tombak ke banaspati hingga bola api itu pecah tak berbentuk.
Aku menoleh ke arah Cahyo, dia semakin menggila. Mata dari raksasa itu dipaksa keluar dengan kedua tanganya. Taring dari makhluk itu mencoba melumat manusia yang sedang menyerangnya , namun kedua tangan Cahyo menahanya dan merobek rahang Lelepah itu.
" Mas Cahyo , jantungnya!" Teriak Pak Kuswara.
Sadar dengan petunjuk dari Pak Kuswara, Cahyo membacakan ajian pada tanganya dan seolah tangan kananya berubah seperti lengan kera raksasa dengan cakar yang tajam.
Seketika lengan itu menghujam dada Lelepah itu ,menggenggam jantungya dan menariknya keluar. Sontak Raksasa itu tersungkur tak berdaya.
Mengerikan? Ya memang.. itu adalah Roh bangsa kera dari hutan wanamarta yang menjadi pelindung Cahyo.
Kami segera berkumpul dan menghampiri Mbah Wira, namun sesuatu yang aneh terjadi.
Mbah Wira tersungkur , kulitnya menjadi keriput dan menghitam , namun ia masih berusaha untuk bertahan.
"Mbah Wira!!" teriak suara seseorang dari dalam rumah dan berlari menghampiri Mbah Wira.
Itu Kang Asep , rupanya dia menyaksikan semua ini dari awal.
Mbah Wira menoleh ke arahku dengan bantuan Kang Asep menahan badanya.
" Aku tidak akan mati" ucapnya kepada kami.
Belum sempan menjawab ucapanya , Mbah Wira melanjutkan perkataanya lagi.
"Aku tidak bisa mati.. seandainya bisa memilih mati, mati adalah hukuman teringan untukku saat ini" Lanjutnya.
"Kami tidak akan membunuhmu, hentikan serangan yang kamu lakukan selama ini" Ucap Pak Kuswara kepada Mbah Wira.
"seandainya saja aku bisa... aku sudah memulai sesuatu yang tidak bisa kuakhiri..." Jawabnya.
...
***
![](https://img.wattpad.com/cover/277416600-288-k606028.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Imah Leuweung - Rumah Hutan
TerrorAku kembali dan mengambil sebuah pisau dan menusukan ke jantungku untuk mengakhiri semua rasa sakit ini. Namun apa yang terjadi? Aku tidak mati! Setiap luka yang kugoreskan ke tubuhku kembali hilang. "Nyawamu adalah milikku! Kamu tidak akan mati...