Penyesalan

962 74 0
                                    

(Sudut Pandang Wira, beberapa puluh tahun yang lalu)


"Kang Wira.. Ka dieu!" (Kang Wira, ke sini) ucap seorang wanita memanggilku

Itu Lilis , wanita cantik nan anggun yang selalu bisa membuatku merasa nyaman.

Kami selalu bertemu di sini setiap pulang jam kerja , di sebuah rumah singgah di tengah hutan. Walaupun hanya diterangi cahaya lampu petromax , wajah cantik Lilis tetap bisa menghilangkan semua rasa lelahku.

Baru beberapa langkah aku memasuki rumah , ia sudah berlari dan memeluku.

" Kang.. Lilis kangen" Ucapnya dengan manja.

Aku membalas pelukanya , sikap manjanya membuatku semakin ingin melampiaskan rasa rinduku. Aku menggunakan telunjuku mengangkat dagunya , dan tak terasa bibir kami sudah saling bersentuhan.

Terbakar oleh nafsu, tangankupun ikut menjamah tubuh Lilis , Merabanya dari rambut, leher hingga menyentuh dadanya, Aku meremas bagian itu dengan lembut ...

"Aduh.. "Lilis berteriak

"kenapa lis? " tanyaku

"ngga, ga papa" ucap Lilis menyembunyikan sesuatu.

Aku penasaran , segera aku membuka bajunya dan melihat ada bekas memar di dadanya.

Lilis menunduk dan sedikit membuang muka.

"ini ulah siapa Lis? Si bangsat Gumelar lagi?" tanyaku dengan emosi

Lilis Adalah istri Gumelar, Juragan pemilik perkebunan karet ini yang sekaligus adalah bosku. Aku memang bermain api , tapi salah satunya karena aku kasihan dengan perilaku Bajingan itu yang terus menyiksa satu-satunya wanita yang kucintai.

..

..

Pagi ini seperti biasa, aku bekerja di perkebunan karet. Tidak ada yang istimewa , hanya pekerja yang mengumpulakan getah karet dan anak-anak dari kampung yang sering bermain di sekitar sini.

Sebentar lagi jam istirahat, ini yang aku tunggu.. sebentar lagi Lilis akan keluar mengantar rantang untuk para pekerja. Namun ternyata tidak sesuai harapan ,Teh Riri yang mengantarkan makanan. Ada apa dengan Lilis?

..

Seperti biasa aku pulang dengan terlambat , berharap aku bisa menemui Lilis di tempat biasa.

Benar saja, lampu petromax di rumah itu menyala. Aku bergegas memasuki rumah dan menemui Lilis. Tapi.. dia hanya mematung di ujung tembok, dengan wajah penuh dengan memar.

" Lilis, kamu kenapa?" Teriaku sambil berlari ke arahnya.

Belum sampai ke arahnya , seorang pria mendekati Lilis dan menarik rambutnya.

Sialan, Itu Gumelar! Rupanya ia menyadari hubungan kami.

"Bocah ga tau diuntung! Udah ga sayang nyawa kamu Wira??" Teriaknya dengan penuh emosi

Belum sempan menjawab , pukulan benda tumpul melukai kepalaku. Tidak Cuma sekali , pukulan demi pukulan terus menghujani tubuhku. Mereka pekerja-pekerja kebun karet yang di suruh oleh Gumelar.

Rasa sakit tak tertahan menjalar di seluruh tubuhku.

"Sudah! Hentikan.. Tolong hentikan!!" teriak Lilis dengan penuh tangis.

Gumelar memberi tanda , dan pukulan mereka terhenti.

Aku tersungkur, darah mengucur dari kepalaku, namun siksaan ini tidak hanya berhenti di sini. Gumelar menjambak Lilis dan membawanya kedepan wajahku.

1. Imah Leuweung - Rumah HutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang