Prom Night: The Plan

749 38 18
                                    

***

OH! Dan aku benci ketika hari ini datang. Aku muak mendengar caci maki dari para manusia bermulut bisa. Lihatlah wajah bahagianya sehabis melihat papan informasi. Dan bahkan aku bisa melihat tawa di hatinya setelah melihatku yang berdiri tak jauh dari sana.

"Oh, lihat siapa yang datang~" salah satu gadis -oh, mungkin sudah menjadi wanita sebelum waktunya- itu sudah siap ingin mengeluarkan bisanya yang selalu tertahan. Wanita ular!

Semua mata menatapku dari atas sampai bawah. Aku tak mengindahkan tatapan-tatapan mereka dan hanya balas menatap sadis ke masing-masing manusia disitu.

Ck! Aku malas dan mulai membalikkan badan berniat menuju kelas mata kuliahku.

"Alcander tak tahu malu!" sialan! Dia benar-benar cari masalah dengan memanggil nama keluargaku saja dengan embel-embel tak tahu malu.

Aku kembali berbalik dan menatap nyalang tepat menusuk pada kedua mata 'wanita' itu. Kedua tanganku sudah mengepal kuat di samping tubuhku, siap memberi dia satu bogeman!

"Daisy!" suara tertahan itu tepat berada disampingku dengan sebelah tangannya yang menahan pundakku -agar aku berhenti.

"Tidak!" aku balas dengan suara yang hampir seperti geraman pada David. Ya, David Dematria, yang akhir-akhir ini senang sekali merecoki hidupku.

"Daisy, tenang!" dia masih menggunakan kalimat perintahnya.

"Wow, wow, Alcander berhasil menjerat David kita?" siaaal! Secara tidak langsung wanita ular itu menuduhku murahan!

"Shut up, Maria!" setelah itu, David menggenggam tanganku mengajak pergi tepat di hadapan orang-orang. Dan mulai sekarang, hidupku akan berakhir secara perlahan.

***

"David, kita mau kemana?" tangan kiriku mulai terasa lelah terus menerus ditariknya kesana dan kemari. Aku masih sabar untuk sekarang. Entahlah, mungkin emosi tadi menguras banyak energiku sehingga sekarang aku kelelahan.

"Masuk, Daisy" kali ini suaranya terdengar lembut. Aku hanya menurut dan masuk ke dalam mobil sport hitam elegannya. Sudah kubilang, aku sudah terlalu lelah untuk berontak atau apapun.

Selama di perjalanan aku hanya memandang kearah luar kaca jendela. Sebenarnya aku hanya ingin pulang. Tapi, aku rasa kali ini David berbeda. Dia seperti tidak menerima kata 'tidak' dari mulutku. Daripada berontak yang akan semakin menguras energi? Aku menghembus pelan.

"Kau lelah?" aku membuka mata dan terkesiap kala melihat wajah David yang tak jauh dari wajahku. Oh Tuhan... aku mengecek seluruh pakaianku.

"Ya ampun, Daisy... Apa yang kau pikirkan, huh?" David terlihat terkikik geli melihat kelakuanku barusan. Seketika kedua pipiku merona malu. Kenapa dengan otakku?

"Kita dimana?" seakan kesadaranku kembali, juga sekaligus mencoba mengalihkan pembicaraan, aku bertanya kembali pada David.

"Ayo keluar!" David dengan cepat membuka sealt beat nya dan keluar dari mobil. Aku yang tak mengerti apa-apa juga segera keluar.

***

"APA!? Tidak, David!" kedua kakiku nyaris melangkah menuju pintu tapi dia menahan tanganku.

"Daisy..." kali ini suaranya melembut. Aku mengernyit heran. Dan matanya begitu berbinar memohon padaku untuk mengikuti kemauannya.

"David..." aku ingin menggeleng tapi, tidak bisa. Ya ampun... kemana Daisy Alcander yang dingin?

Aku masih tak percaya dengan diriku sendiri yang menurut pada David saat dia memilihkan beberapa gaun yang menurutnya cocok untukku. Selanjutnya ia menarikku ke sebuah ruang ganti yang tersedia dan menyuruhku mencobanya satu persatu sementara dia menunggu diluar.

"Ehm," menggeleng. Tidak? Aku bertanya menggunakan bahasa isyarat dengan ikut menggelengkan kepalaku. Aku mencoba gaun selanjutnya.

Menggeleng. Tidak. Menggeleng. Tidak.

Mataku sudah gusar terus menerus melirik jam dinding bergambar hello kitty yang menempel di dinding butik ini.

"David...!" aku menggeram tertahan di tenggorokanku sambil kedua mataku yang merapat menahan emosi.

"Sekali lagi, sayang.. ya?" mataku melotot kearahnya bahkan mugnkin nyaris keluar dari tempatnya. Apa dia bilang!? Sayang? Oh, aku bisa gila sekarang juga.

Aku keluar dari ruang ganti dengan perasaan kesal. Walaupun, saat di dalam tadi dan bercermin pada kaca, kesal ini sedikit berkurang karena pesona dari gaun berwarna baby blue dengan renda-renda atau apalah karena aku sendiri bingung bagaimana mendeskripsikannya. Hanya merasa pas dan cocok saja.

David terlihat diam saat melihatku namun mulutnya sedikit terbuka, apa dia juga suka gaun ini?

Lagi-lagi dia seperti anak kecil yang ditawari es krim oleh ibunya. Dengan mata berbinar ia mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Tak lupa kedua jempolnya yang terangkat ke depan -kearahku.

"Cantik sekali!" aku nyaris tersipu namun kuurungkan niatku itu. Tidak, aku tidak boleh mudah terjerumus pada rayuan gombalnya. Lupakan, Daisy!

Tak terasa hari sudah malam. Akhirnya kami pun pulang. Mungkin sedikit terpaksa bagi David yang tadinya ingin mengajakku untuk makan malam bersama. Mau bagaimana lagi? Badanku sudah benar-benar remuk. Seketika teringat kejadian tadi siang di kampus. Ah~ masa bodoh!

***

To be continued...


ENOUGH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang