Prom Night: The Day

582 35 12
                                    

Be a good readers!

***

Dan. Nanti malam pun datang. Aku masih menimbang-nimbang tentang nanti malam. Tumben sekali aku memikirkan tentang Prom Night sialan ini-menurutku. Dan ini semua karena seorang David Dematria!

Srek

Kutolehkan wajahku kearah samping tempat dudukku yang tadinya kosong, sekarang terisi oleh sebuah bokong laki-laki.

Dan wajahnya.... Ugh, aku memutar bola mataku sebal. Dia lagi, dia lagi. Orang yang baru saja aku bicarakan.

"Selamat makan!" tangannya mulai mengambil sendok dan garpunya sambil tersenyum santai. Seolah tidak merasa menggangguku.

"Apa lagi sih?" aku menyeruput jus melonku sedikit.

Tak terdengar suara apapun dari David. Sudut mataku menoleh sedikit merasa heran. Dan apa yang kulihat? Dia tetap sibuk menguyah makan siangnya dengan khidmat.

Lagi-lagi tanganku ditahannya dan terpaksa membuatku kembali duduk saat sebelumnya aku berniat pergi.

Mataku mendelik padanya. "Temani aku makan" dan apa? Dia mengedipkan mataku sebelah. Otakku merasa jijik tapi tidak dengan hatiku yang malah berdebar.

Setelah menghabiskan sekiranya setengah jam berlalu, David menawariku pulang bersama. Tapi mungkin lebih tepatnya ia memaksa ingin mengantarkanku pulang. Karena belum sempat aku menolak, dia sudah menarik tanganku untuk masuk ke mobilnya.

"Aku jemput jam 7 tepat, oke!" dia memaksa -lagi. Sebentar.....

"Untuk?"

"Pakai gaun yang kemarin kita beli dan berdandanlah yang simple!"

Apa dia mengajakku ke acara Prom Night nanti malam? Apa dia ingin menjadi pasanganku malam ini?

Argh! Aku mengacak rambutku pelan. Tentu saja karena aku masih di halaman luar apartemen. Aku berusaha tidak peduli dan mulai memasuki lobi apartemen.

Drrrt drrrt

Ponselku bergetar. Aku merogoh tasku untuk mengeceknya.

Prom night, sayang...

Davidmu.

HAH!? Tidak, tidak. Tenang, Daisy! Oh, mungkin seharusnya, tenang, hati, tenang!

Apa lagi ini? Apa yang sebenarnya David rencanakan? Tolong berhenti! Karena aku tidak mau disakiti lagi! Teriakku dalam hati.

Kulirik jam masih menunjukkan angka 4 sore. Dan keputusanku sudah bulat, bahwa aku tidak akan menuruti kata-kata David lagi!

Sekarang, aku akan membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah itu makan dan tidur sampai matahari kembali terbit besok.

***

Ting Tong Ting Tong

Aku mengacak rambutku kasar dan menutup kedua telingaku dengan bantal sampai suara yang mengusikku segera enyah.

Mukamu mungkin sudah merah padam karena di saat yang bersamaan, ponselku tak berhenti bergetar. Sial! Aku lupa mengubahnya ke mode hening.

Akhirnya aku terpaksa bangun tanpa berniat mengangkat panggilan di ponselku yang kutahu mungkin itu David. Ya, sekalipun aku baru bangun tapi entah mengapa otakku dengan cepat mengingatkanku akan malam ini.

Aku melirik intercom di samping pintu utama. Dan! Nyawaku yang melayang-layang dengan sekaligus masuk ke dalam tubuhku ketika mataku menangkap sosok David di depan pintu.

Entah mengapa nyaliku menciut. Aku ketakutan seperti kedapatan penjahat. Bagaimana ini? Apa aku harus membukakan pintu untuk David atau berpura-pura tidak tahu saja?

Aku gelisah dan berjalan mondar-mandir di dapur yang memang bersebelahan dengan ruang tamu dengan tangan yang menggenggam ponsel.

Aku tahu kau di dalam. Ayolah... Kau mau terus-terusan menghindar dari acara ini?

Percaya padaku! Kau cantik. Tunjukkan pada Maria dan yang lainnya.

Daisy... Sayang....

Dan itulah 3 pesan terakhir yang David kirim padaku. Dan untuk pesan yang terakhir? Oh, aku merasa mual.

Hatiku sedikit tergoyahkan karena 2 pesan sebelumnya. Ada benarnya juga perkataan David. Tapi....

"Akhirnya kau--" David melongo diam layaknya patung saat aku membuka pintu apartemen.

"Pergi atau tidak?" kataku sambil melirik kearah lain untuk menghindari rona merah yang akan muncul di kedua pipiku jika aku menatap David.

"Oh, tentu saja, sayang" dan dia menggenggam tangan kananku seenaknya. Tapi kau tahu? Aku tidak menolaknya. Ada apa dengan seorang Daisy Alcander?

***

David berjalan memutari mobilnya dan segera membukakan pintu untukku. Aku sedikit tersipu karena ini pertama kalinya bagiku.

"Kau cantik sekali..."

CUP

Aku tersentak kaget dan segera menghentakkan tanganku dari genggamannya. Bagaimana tidak, dia, mencium, telapak tanganku!

"David! Apa yang kau lakukan!?" mungkin aku terkesan berlebihan tapi mengingat kita yang belum lama dekat, aku merasa itu sudah terlalu jauh.

"Daisy!. maafkan aku" lagi-lagi dia berhasil menangkap tanganku. Aku menoleh dan terpaksa mengiyakan karena tidak etis juga baru saja sampai sudah bertengkar lagi.

Kami memasuki aula sekolah yang sudah disulap sedemikian rupa yang tentu saja dengan tema Prom Night.

Aku memandang sekitar. Dan mungkin pilihanku ini salah karena setelahnya aku merasa risih saat menatap mata para lelaki. Mereka mungkin merasa asing dengan penampilanku sekarang. Jelas, karena ini memang berbeda 180 derajat dari seorang Daisy Alcander di sekolah.

Tanganku mulai berkeringat dingin tapi kurasakan sebuah tangan hangat -yang memang sedari tadi tak lepas dari tanganku ini, berusaha menguatkanku. Dia meremas lembut tangannya. Mungkin menyadari kegugupanku.

"David..." aku sedikit mengeraskan suaraku mengingat begitu berisiknya ruangan aula ini. Dia menoleh.

"Aku ingin ke toilet," dan dia mengangguk sebagai jawaban.

Aku melangkah hati-hati menuju toilet wanita yang tak jauh dari aula. Bersyukur karena toilet dalam keadaan sepi. Tentu saja karena acara pun belum dimulai. Aku pun terpaksa akibat tadi yang terlalu nervous.

Aku menatap tampilanku di kaca. Hari ini aku memakai gaun yang kemarin David belikan untukku. Oh tidak, mengapa aku malah merona mengingatnya? Ck!

Aku mengelap keringat yang terdapat di sekitar bawah kelopak mataku juga di hidungku. Ya ampun... memalukan. Sedikit kuberi bedak lagi yang luntur akibat keringatku.

Sambil berjalan untuk kembali ke dalam aula, terlintas dipikiranku. Aku belum melihat Maria dan teman-temannya. Menghembuskan napas lega merasa beruntung. Mungkin, malam prom-ku yang pertama ini akan berjalan lancar.

***

Napasku tercekat. Kali ini aku yang diam seperti patung.

Disana, David Dematria tengah asyik bercumbu dengan Maria Leandro.

Rasakain itu, Alcander!

To be continued...


ENOUGH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang