WARNING! Yang mau protes, Vote&Comment dulu okeee... XD
***
Ponselku bergetar panjang diatas meja makan. Aku dan Lucas yang sedang sibuk pada makanan masing-masing, segera menoleh pada layar ponselku yang menyala dan berubah ke layar panggilan.
Dematria calling....
Entah mengapa, setelah membaca tulisan itu mataku dan mata Lucas saling memandang. Lalu, tanganku bergerak pelan mendekati layar dan mengangkatnya di telinga kananku.
"Daisy," bisa kurasakan nada tertahan dari David. Ya Tuhan!
"Y-ya?" suaraku sedikit bergetar. Tentu, karena aku sedikit terkejut.
"Oh, kenapa Daisy? Apa aku menakutimu?" David sepertinya merasa bersalah dengan ucapannya padaku tadi.
"Tidak.." aku berusaha tenang agar David tidak khawatir.
"Syukurlah... Kau dimana, sayang?" aku terhenyak sebentar. Mataku melirik jam tanganku. Ini waktunya makan siang dan pasti David sudah menungguku.
"Em... Aku," sial. Aku bingung harus menjawab apa!
"Jangan lupa makan siang!" suara David tiba-tiba terdengar ceria. Tapi tunggu, tidak biasanya ia seperti ini. Apa aku menyakiti hatinya? Maafkan aku David.
Lucas memandangku meminta penjelasan. Bagaimana?
Aku hanya mampu menghela nafas. Hari ini, aku telah berbohong pada kekasihku.
***
Sudah beberapa kali aku mencoba menghubungi David, tapi tidak kunjung diangkat. Pesanku pun tidak dibalasnya.
Sial
Apa David membaca pesan Lucas kemarin? Lalu dia mencurigaiku? Maka dari itu, ia menutup teleponnya duluan tadi?
Ya Tuhan, David Dematria! Angkat teleponmu!
"David, ayolah... Aku ingin menjelaskan padamu."
"Ayo angkat, Dematria sialan!"
Aku benar-benar geram sekarang. Terkadang, aku benci sifat David yang seperti ini. Tapi, hatiku sakit mengingat tadi saat David meneleponku dan berusaha terdengar baik-baik saja.
Sambil menyetir, aku sibuk dengan ponselku yang dijepit bahuku di telinga kiriku. Kadang, kakiku kuhentak-hentakkan karena kesal pada David.
Kuinjak pedal gas dan mobilku melaju kencang. Aku hanya butuh segera sampai di kantor!
Akhirnya aku sampai dengan selamat.
"David!" aku membuka pintu ruangan David dengan kasar.
"Ya Tuhan!" David berdiri dengan cepat saat melihatku yang menjeblakkan pintu kantornya. Aku sedikit merasa bersalah karena telah membuat David kaget.
***
"Kenapa tidak mengangkat teleponku, huh?"
Sekarang aku berada di depan mejanya setelah menutup pintu. Aku melabrak keturunan Dematria ini.
"P-ponselku aku setting silent, Daisy." aku memicingkan mata pada David. Tanda mengancam!
"Sebentar, seharusnya aku yang marah padamu, Nona Alcander." David berdiri tetapi masih di tempatnya. Kali ini, aku yang diberi tatapan tajam oleh David. Aku sedikit mundur. Tapi tidak, Alcander adalah kuat, dan aku tidak mau mengecewakan ayahku!
Lama-lama, kulihat David berjalan melewatiku dan duduk di sofa hitam elegannya. "Duduklah dulu, Daisy." raut lelah kentara di wajahnya. Hatiku merasa sesak dan ingin rasanya menghibur sang pemilik wajah tampan di hadapanku ini.
"Maaf aku tidak menjawab telepon maupun pesan darimu, Daisy." Mata lelahnya menatapku sendu. Ya Tuhan... aku ingin mengulangi kelakuanku tadi. Tidak seharusnya aku marah-marah pada priaku ini.
"Tidak, maafkan aku yang keterlaluan dan egois. Maaf aku hanya memikirkan emosiku sendiri. Padahal, kau sendiri pasti kesal padaku." Aku beranjak dari dudukku dan pindah kearahnya memilih duduk di pangkuannya.
Tanganku terulur ke sekitar rahang tegasnya. Lihat, rambut-rambut di sekitar sini sudah panjang. Berarti, David benar-benar sibuk sampai tidak ada waktu untuk mengurus dirinya sendiri. Dan sialnya dia, mempunyai kekasih sepertiku yang tidak peka pada kondisi tubuh prianya sendiri. Tuhan... ampuni aku.
"Rambut-rambut ini tumbuh karena aku tidak memperhatikanmu yang sangat sibuk. Ya Tuhan, David..." perasaan sesak kembali menyusup ke dalam hatiku. Kulingkarkan kedua tanganku ke lehernya dan memeluknya erat. Tanpa terasa, aku menangis sesenggukan dibahunya.
David membalas pelukanku lalu menepuk-nepuk pelan punggung mungilku.
"Ya ampun... kenapa kau jadi menangis begini? Cup cup cup, anakku jangan menangis.. Hahahaha" dia tertawa dan aku ikut tertawa disela-sela tangisku. Meskipun, aku sedikit merasa kesal pada perkataannya untuk menenangkanku tadi.
"Jangan mencurigaiku! Jangan mengira aku berselingkuh tadi! Aku tahu, kau tadi hanya berpura-pura kan? Langsung tutup telepon saja, huh" aku bergumam masih di bahunya. Dapat aku rasakan dia yang terkekeh geli.
"Ya, kau selalu tahu. Karena kita sehati dan kita adalah takdir." candanya membuatku memukul dadanya pelan.
"Memangnya siapa yang mau menikah denganmu?" kali ini aku melepas pelukanku dan menatap David menantang.
"Memangnya siapa yang membicarakan pernikahan?" Ups! Sialan, David membalasku dengan kalahan telak.
"Kau merusak suasana!" aku sebal dan berniat melepaskan diri dari David. Tetapi, kedua tangannya yang masih melingkar di pinggangku sontak mengerat. Tenaga prianya susah aku kalahkan. Dan aku memilih mengalah tetapi hanya diam.
"Kau yang memulai, cantik" dia mengerling menggoda.
"Okay, okay! Sekarang aku hanya mau mengambil sesuatu, jadi tolong lepaskan aku David." dia menurut.
David membuka surat undangan yang aku beri padanya. Matanya menjelajah ke tiap kata yang tertulis disitu. Sampai akhirnya, priaku menemukan sebuah jawaban.
Lucas Anderson dengan Maria Leandro.
"Ini...," David mengalihkan pandangannya padaku. "Jadi, Lucas-Lucas itu akan menikah dengan Maria? Maria Leandro yang dulu—?" aku mengangguk.
David tiba-tiba berubah bahagia dan segera memelukku erat. Untung saja aku tidak jatuh. Namun, mengingat David yang begitu bahagia membuatku balas memeluknya erat.
"I love you, Daisy!"
"I love you, too, David!"
Akhirnya...
Tidak ada beban dan kebohongan diantara kami lagi.
Semuanya terungkap satu-persatu selama berjalannya waktu.
***
FINISH!
Bagi yang mau protes, silahkan... Karena jujur aja, aku aja gak nyangka bakal ending disini.
But, aku sangat-sangat berterimakasih bagi yang sudah mau meninggalkan jejaknya dengan menekan simbol bintang diakhir cerita + komentar kalian yang mendukungku! Love you, All :*
See you in 2nd story! ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
ENOUGH (TAMAT)
Teen FictionDaisy mencoba membentengi hatinya dari seorang David Dematria. Namun, David tidak menyerah dan mampu membuat Daisy lupa pada prinsipnya tersebut. Sampai suatu kesalah-pahaman membuat mereka terpaksa berpisah. Tetapi, takdir mempermainkan hidup Dais...