***
"Aku menyukaimu, Daisy..."
Ya Tuhan... jika mengingat kalimat itu selalu membuat kedua pipiku memanas.
David lagi-lagi memberiku kejutan yang lain di satu hari yang sama. Dari mulai mengajakku ke SMA tempat kenangan kami berada. Lalu, penjelasannya di aula sekolah mengenai peristiwa kesalah-pahaman hubungan kami. Dan yang terakhir, pengakuannya terhadap diriku di taman kota tepat saat matahari yang mulai terbenam. Ya ampun... betapa indahnya pemandangannya, juga hatiku.
Aku sudah berdiri 15 menit di depan kaca lemari bajuku. Memperhatikan berbagai macam ekspresi dari wajahku yang terasa lebih cerah dari biasanya. Entah sudah berapa lamanya, senyum sebahagia ini tidak pernah muncul di wajahku, Daisy Alcander.
David menelepon.
"Halo" ada nada malu-malu jika David peka. Secepat mungkin berjalan cepat menuju kasur dan berbaring diatasnya. Aku gugup
"Kenapa?" lalu tawa geli terdengar dari seberang sana. Sial, David memang-terlalu-peka.
"Huh," aku mendengus kesal. Aku cemberut
"Sudah makan, sayangku?" dai terkekeh di akhir kalimatnya. Mungkin kali ini geli sendiri pada panggilannya padaku. Aku juga ikut tertawa pelan, "Belum" aku bahkan baru ingat tentang makan sekarang. Perasaan bahagia yang membuncah di dalam kepalaku mampu membuat perutku kenyang.
"Nakal," David jutek. Oh tidak, haruskah aku merajuk padanya?
"Em... sudah malam. Jadi, besok pagi aku janji untuk sarapan, ok" aku memberi penawaran padanya. Semoga saja si tukang perintah ini menurut.
"Aku selalu percaya padamu. Kau tahu, aku hanya terlalu khawatir pada kondisi kesehatanmu. Lihat saja badanmu kurus begitu," aku tahu, disana David pasti sedang memanyunkan bibirnya. Terkadang dia yang malah terlalu kekanakan.
"Ya, trimakasih. Aku akan bersiap-siap untuk tidur. Kau juga ya, ha-rus!" kali ini aku yang harus memerintahnya. Kalau tidak, aku yakin dia akan terus berkutat dengan pekerjaannya dan tertidur diatas tumpukan-tumpukan kertas itu.
"Ya, sayangku..." David pasti menyelipkan senyum gelinya. Aku ikut tersenyum.
Aku simpan ponselku diatas nakas setelah David mengakhiri panggilannya. Aku menatap langit-langit kamar. Beginikah rasanya jatuh cinta? Aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya sejak putus dengan Lucas. Sejak aku memutuskan untuk menutup hati.
Ya Tuhan... apakah aku bisa tidur malam ini? Mengingat sedari tadi senyuman terus-menerus terbit di wajahku.
***
Aku sedang berada di ruangan David. Si tukang perintah ini sudah menyuruhku kesini. Padahal, masih ada waktu 3 jam lagi sebelum makan siang. Dasar
"Kenapa cemberut?" David tertawa menangkap raut sebalku padanya.
"Lupakan! Aku mau ke kamar mandi, titip ini" kusimpan telepon genggamku diatas meja kerjanya.
Aku sempat melihat David sedang memainkan ponselku. Namun, tak aku hiraukan. Lagi pula, tidak ada yang perlu disembunyikan dari David di dalam ponselku.
Drrrt Drrrt Drrrt Drrrt Drrrt
Kegiatannya yang sedang menjelajahi galeri foto kekasihnya itu terganggu karena sebuah getaran panjang yang langsung mengubah layar menjadi sebuah layar panggilan masuk. Ia hampir menekan asal antara mengangkatnya atau menolak panggilan tersebut. Namun, jiwa seorang direktur yang penuh ketelitian mampu membuat kedua bola matanya bergerak lebih cepat dari tangannya.
Lucas calling....
***
To be continued...
Btw, thank u buat yang udah tinggalin jejaknya, yang jadi first comment... (^○^)
KAMU SEDANG MEMBACA
ENOUGH (TAMAT)
Teen FictionDaisy mencoba membentengi hatinya dari seorang David Dematria. Namun, David tidak menyerah dan mampu membuat Daisy lupa pada prinsipnya tersebut. Sampai suatu kesalah-pahaman membuat mereka terpaksa berpisah. Tetapi, takdir mempermainkan hidup Dais...