5. crazy

493 45 1
                                    

"Ayah saja, mengatakan bahwa Raga itu gila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayah saja, mengatakan bahwa Raga itu gila."

.
.
.

Malam itu, di sebuah rumah minimalis yang terkesan mewah hanya ada Ajuna yang tengah mengerjakan tugasnya di ruang tengah sembari menunggu ayah dan saudara-saudaranya yang tak kunjung pulang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sembilan.

Cklek..
Suara pintu terbuka membuatnya segera beranjak dan mengecek siapa yang pulang lebih dulu.

Ajuna berdecak ketika di dapatinya Raga dengan kondisi berantakan serta beberapa memar di wajahnya.

"Habis berantem Lo?" Tanyanya degan nada dingin. Raga menatapnya sekilas.

"Udah tau kenapa tanya," balas Raga dengan sewot kemudian melanjutkan jalannya yang tertunda.

Ajuna menahan lengannya.
"Kalau bicara sama yang lebih tua itu yang sopan ya. Sini, gue obatin dulu." Walaupun dalam hatinya ia sangat ingin memarahi Sang adik, tetapi ia lebih memilih untuk mengobati Raga dulu.

Ajuna menarik Raga menuju tempatnya tadi. Berjalan cepat mengambil kotak p3k dan dengan telaten mengobati luka di sudut bibir Raga serta di bawah mata kirinya.

Raga meringis. Rasanya perih luar biasa.

"Makanya, kalau pulang sekolah tuh ya pulang. Jangan berantem-berantem Mulu. Ketahuan Dikta habis Lo."

"Apanya yang ketahuan?" Suara berat Dikta berhasil membuat kedua remaja itu terbelalak kaget.

"Oh, eh, i...ini, tidak apa-apa. Lo baru pulang?" Ajuna berucap sembari terbata. Dikta mengernyitkan dahinya. Sepertinya ada yang tidak beres.

"Gue Latihan jurus yang agak sulit sih, makanya lama," jawab Dikta. Ia mendekati kedua adiknya itu untuk memastikan sesuatu.

Dan benar saja. Netranya menangkap Raga yang tengah menunduk dengan wajah yang babak belur.

Ia mencengkram kerah seragam Raga.
"Lo ikut tawuran lagi?" Tanyanya dengan emosi.

Raga menggeleng takut. Ia masih menunduk. Tidak berani menatap kakaknya jika sedang marah.

"Lalu, ini apa hah? Sudah berani berbohong?"

"Ra..raga.. tidak pernah ikut tawuran bang."

Dikta menarik tubuh kecil raga. Menonjoknya beberapa kali setelahnya menghempaskan tubuh kecil itu ke tembok.

Bugh..

"Sudah merasa jagoan? Ingat ya!, Gue lihat Lo babak belur kaya gini, bakal gue buat Lo tambah babak belur. Satu lagi, gue akan aduin ke ayah soal ini." Setelahnya Dikta pergi begitu saja. Melihat raga berada di rumah saja sudah membuatnya emosi. Apalagi melihatnya yang babak belur begini.

Ajuna berlari menghampiri sang adik. Membantunya untuk berjalan ke kamar dan melanjutkan mengobati luka yang bertambah banyak.
Tidak mengatakan apapun karena ia juga marah.

after(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang